PALU – Muhammad Yasin Thayeb (26) dan Rian Hardiansyah (24) peretas website Universitas Tadulako, terdakwa penyalahgunaan Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), mengajukan keberatan (eksepsi) atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Keberatan tersebut disampaikan melalui penasehat hukumnya Salmin Hedar dan Moh. Syahlan Lamporo, usai pembacaan dakwaan JPU Andi Nur Intan, pada sidang dipimpin ketua majelis hakim Muhammad Djamir, Suhendra Saputra dan Anthonie Spilkam sebagai anggota hakim secara virtual di Pengadilan Negeri Klas 1 A PHI/Tipikor/Palu, Senin (22/3).
Penasehat hukum terdakwa, Salmin Hedar pada pokoknya, menyatakan surat dakwaan JPU dengan nomor perkara PDM 26/PL/EKU 2/03/2021, 16 Maret 2021 batal demi hukum.
Alasan batal demi hukum, dari awal hingga setiap tingkatan pemeriksaan oleh pejabat memeriksa, terdakwa tidak didampingi oleh penasehat hukum. Padahal ancaman hukuman lebih dari 5 tahun, harusnya mendapat pendampingan
Dalam konteks hak atas bantuan hukum, pasal 114 Jo pasal 56 ayat 1 KUHAP menjamin hal tersebut.
Konsekuensi hukum, jika hal itu tidak dilakukan pejabat yang memeriksa, maka acara pemeriksaan , dakwaan atau tuntutan dari penuntut Umum adalah tidak sah. Sehingga batal demi hukum.
Hal ini sesuai Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 1565 K /Pid/1991. Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 367 K / Pid/1998
Salim menambahkan, pemeriksaan perkara terhadap Muhammad Yasin Thayeb dan Rian Hardiansyah untuk tidak dilanjutkan, dan membebaskan keduannya dari segala dakwaan.
Atas keberatan penasehat hukum terdakwa, JPU Andi Nur Intan meminta waktu 7 hari kepada majelis hakim untuk mengajukan replik (tanggapan) atas eksepsi terdakwa melalui penasehat hukumnya.
Dalam dakwaan JPU Andi Nur Intan menguraikan, sekitar September 2020, tanpa seizin operator atau admin Untad
terdakwa Muhammad Yasin masuk ke website http//daftarulang. Untad.ac.id, untuk meluluskan calon mahasiswa di Fakultas Kedokteran.
“Dari website http//daftarulang. Untad.ac.id, terdakwa lalu menambahkan data mahasiswa baru, agar terdata sebagai mahasiswa yang lulus, ” urai Andi Nur Intan
Intan mengatakan, setelah berhasil terdakwa Muhammad Yasin, menyuruh Rian untuk melakukan komunikasi pendekatan terhadap calon mahasiswa dan menyampaikan penawaran jasa untuk bisa masuk lolos membayar uang administrasi Rp 50 juta, kepada Muhammad Yasin.
Lebih lanjut Intan mengatakan, sebelum bertemu kepada korban calon mahasiswa, Rian menggunakan akun whatsapp dengan foto profil wakil rektor II Muhammad Nur Ali dan lambang Untad meyakinkan korbanya, lebih dulu merubah surat edaran : 3545/UN28/SE 2020 , perihal kebijakan Untad terkait kuliah daring dalam masa pencegahan dan penyebaran Covid 19, menjadi perihal kebijakan Untad terkait penambahan kuota fakultas Kedokteran dan Ilmu Pendidikan program studi kedokteran tahun ajaran 2020/2021.
Selain itu kata dia, terdakwa Rian menawarkan untuk lulus di Fakultas Kedokteran Untad membayar administrasi Rp 160 juta, dengan rincian biaya hibah Rp 100 juta, dana SPMA Rp 40 juta dan dana UKT Rp 20 juta.
Karena curiga dan tidak yakin hal itu, kata Intan, orangtua korban calon mahasiswa menanyakan perihal tersebut , kepada Salahsatu pegawai fakultas kedokteran Untad , yang menyatakan bahwa hal tersebut tidak benar dan tidak ada penambahan kuota atau pendaftaran ulang di fakultas kedokteran.
” Sebab perkuliahan sedang berlangsung atau berjalan satu bulan dan setelah dicek Untad tidak pernah mengeluarkan surat edaran perihal penambahan kuota fakultas Kedokteran dan Ilmu Pendidikan program studi kedokteran tahun ajaran 2020/2021,” katanya.
Intan menambahkan, tak hanya perbuatan diatas, terdakwa Muhammad Yasin 2014 tanpa seizin operator dan admin Untad melakukan perbaikan mata kuliah dengan menggunakan website Untad http//Siakad.untad.ac.id berhasil merubah mata kuliah mahasiswa Untad meminta bantu untuk merubah mata kuliahnya yang error menjadi baik dengan tarif Rp 100 ribu per SKS.
” Uang tersebut dibagi dengan pembagian 60 persen untuk Muhammad Yasin dan 40 persen bagi Rian sebagai perantara mencari calon mahasiswa perbaiki nilai mata kuliahnya,” sebutnya.
Selain itu kata dia, keduanya mencari mahasiswa dibantu dalam pemotongan pembayaran uang kuliah tunggal (UKT) menggunakan website http//SPC.Untad.ac.id sesuai dengan tahun angkatan dan fakultas , antara lain angkatan 2012, fakultas teknik pembayaran UKTnya Rp 1, 750 juta.
Atas perbuatan tersebut, Muhammad Yasin memperoleh keuntungan , untuk kebutuhan sehari-hari dan membelikan beberapa aset antara lain, sebidang tanah seluas 13 meter X 33 meter dengan harga Rp 300 juta, satu unit rumah senilai Rp 670 juta, satu unit mobil Toyota Rush seharga Rp 283 juta, satu unit Suzuki Karimun Rp 50 juta, satu unit calya Rp 120 juta. Tabungan bank BRI Rp 1 juta, BCA Rp 3 juta dan BNI Rp 230 juta.
” total nilai aset dan tabungannya Rp 1, 6 miliar,” katanya.
Sedangkan terdakwa Rian kata Intan , memperoleh keuntungan tidak diketahui, pastinya telah habis digunakan untuk kebutuhan sehari-hari.
Selain itu perbuatan terdakwa Muhammad Yasin dan Rian kata Intan , dalam melakukan penerebosan website Untad atas perubahan nilai uang UKT periode pembayaran 2018, 2019 dan 2020 besarnya kekurangan pembayaran UKT sekitar Rp 3,2 miliar. Dan berdampak kuota dan Kualitas dari mahasiswa Untad.
Atas. Perbuatan terdakwa Muhammad Yasin dan Rian Hardiansyah diancam pidana dalam Pasal 30 ayat (3) jo Pasal 46 ayat (3) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Atau Kedua, diancam pidana dalam Pasal 32 ayat (1) jo Pasal 48 ayat (1) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Atau Ketiga, diancam pidana dalam Pasal 35 jo Pasal 51 ayat (1) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Rep: Ikram/Ed: Nanang