PALU – Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri (PN) Palu yang diketuai Ernawaty Anwar, Kamis (31/05), menjatuhkan vonis 5 tahun penjara kepada mantan Pelaksana tugas (Plt) Direktur Utama (Dirut) PT Pembangunan Sulteng,
Henning Mailili.

Henning merupakan terdakwa korupsi senilai Rp857,3 juta di perusahaan milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulteng tersebut.

Selain pidana penjara, dia juga dibebankan membayar denda sebesar Rp200 juta, subsider 3 bulan kurungan, membayar uang pengganti Rp874 juta, subsider 1 tahun penjara.

Vonis ini lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut pidana penjara selama 7 tahun, denda Rp50 juta, subsider 6 bulan kurungan dan uang pengganti senilai Rp874 juta, subsider 1 tahun 9 bulan penjara.

“Terdakwa terbukti memperkaya diri sendiri sebesar Rp857,3 juta,” ujar Ernawaty Anwar, didampingi dua hakim anggota, Margono dan Darmansyah.

Dari uraian amar putusan yang dibacakan majelis hakim, ada beberapa yang menarik, yakni adanya uang senilai Rp112,5 juta yang mesti dikembalikan ke kas negara. Namun tanggung jawab itu bukanlah dibebankan kepada terdakwa, melainkan kepada dua mantan Komisaris Perusda, Hadjir Hadde dan Helmi Yambas.

Sebagaimana dalam dakwaan sebelumnya, Hadjir Hadde menerima gaji sebesar Rp92 juta untuk November 2015 hingga Agustus 2016. Seharusnya, yang bersangkutan hanya menerima sebesar Rp68 juta, sehingga ada kelebihan sebesar Rp24 juta.

Demikian halnya dengan Helmi Yambas, yang harusnya hanya menerima Rp60 juta, tapi malah menerima sebesar Rp148,5 juta, sehingga terjadi kelebihan Rp88,5 juta

Kasus ini bermula ketika pada tahun 2015 lalu Perusda Sulteng mendapat penyertaan modal dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulteng senilai Rp2,4 miliar. Namun dalam pengelolaannya, terdakwa tidak melibatkan staf pengelola keuangan maupun komisaris, baik mulai dari pencairan, penggunaan sampai pertangung jawaban keuangan.

“Terdakwa juga tidak pernah melaksanakan pembukuan atas penerimaan dan pengeluaran perusahaan,” tutur JPU Asma.

Selain itu, kata Asma, pengelolaan dan penggunaan dana penyertaan modal juga tidak berdasarkan Rencana Kegiatan Anggaran Perusahaan (RKAP) maupun Rencana Anggaran Biaya (RAB), serta mekanisme RUPS.

Dana penyertaan modal yang dimaksud, direalisasikan untuk membayar gajinya sendiri selaku direksi dan komisaris tanpa melalui mekanisme RUPS. (IKRAM)