Terdakwa Korupsi Perusda Sebut Sedang Melawan Tirani Pemegang Saham

oleh -
Terdakwa Hening Mailili saat mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, PN Palu, Rabu (02/05). (FOTO: MAL/IKRAM)

PALU – Ilyas M.Timumun, selaku kuasa hukum dari terdakwa Henning Mailili, meminta agar majelis hakim membebaskan kliennya dari dakwaan primer dan subsider Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Hening sendiri merupakan terdakwa dugaan korupsi dana penyertaan modal Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulteng kepada Perusda setempat tahun 2015 silam.

“Oleh karena JPU tidak dapat membuktikan seluruh unsur-unsur yang didakwakan, maka sesuai yurisprudensi Nomor: 17/1971/Pid.S/PN/Kng, terdakwa harus dibebaskan dari segala tuntutan dan dakwaan,” demikian nota pembelaan yang disampaikan Ilyas pada sidang lanjutan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Ernawati Anwar, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Pengadilan Negeri (PN) Palu, Rabu (02/05).

Ilyas bahkan menilai, JPU yang memiliki posisi obyektif, namun berpandangan subyektif.

Selain itu, kata dia, terdapat perbedaan signifikan antara keterangan saksi yang telah diperiksa di persidangan, dengan yang diungkap JPU dalam risalah tuntutannya.

“Bahwa dana penyertaan modal dicairkan Rp2,4 miliar digunakan untuk pembayaran gaji Rp1,04 miliar, semua tercatat dalam pembukuan PT. Pembangunan Sulawesi Tengah (Perusda),” tutur Ilyasi.

Jadi, kata Ilyas, terdakwa hanya mengambil apa yang menjadi haknya dari PT. Pembangunan Sulawesi Tengah, yakni gajinya selaku Direktur Keuangan selama November 2013 sampai November 2014 serta gaji sebagai Direktur Utama selama November 2015 sampai Agustus 2016.

“Demikian dengan besaran gaji diberikan kepada komisaris dan pegawai lainnya adalah hak mereka,” imbuhnya.

Sementara terdakwa Henning Mailili dalam pembelaaan pribadinya, menyatakan, dalam fakta persidangan, tidak satupun keterangan saksi dan ahli yang menyatakan pembayaran gaji oleh dirinya sendiri adalah tindak pidana.

Selain itu kata dia, perhitungan kerugian negara juga tidak sesuai ketentuan dan perundang-undangan.

“Saat ini saya sedang melawan tirani kekuasaan pemegang saham, sekaligus pembunuhan karakter melalui pemberitaan tidak berimbang,” tekannya.

Oleh karena itu, dia menyatakan bahwa dirinya tidak terbukti bersalah dan merugikan keuangan negara. Dia pun memohon agar hakim menjatuhkan putusan bebas kepadanya.

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut pidana penjara selama 7 tahun kepada mantan Pelaksana tugas (Plt) Direktur Utama (Dirut) PT Pembangunan Sulteng itu. Selain pidana penjara, terdakwa juga diganjar denda Rp50 juta, subsider 6 bulan kurungan dan dibebankan membayar uang pengganti senilai Rp874 juta, subsider 1 tahun 9 bulan penjara.

Kasus ini bermula ketika pada tahun 2015 lalu Perusda Sulteng mendapat penyertaan modal dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulteng senilai Rp2,4 miliar. Namun dalam pengelolaannya, terdakwa tidak melibatkan staf pengelola keuangan maupun komisaris, baik mulai dari pencairan, penggunaan sampai pertangung jawaban keuangan.

“Terdakwa juga tidak pernah melaksanakan pembukuan atas penerimaan dan pengeluaran perusahaan,” tutur Asma.

Selain itu, kata Asma, pengelolaan dan penggunaan dana penyertaan modal juga tidak berdasarkan Rencana Kegiatan Anggaran Perusahaan (RKAP) maupun Rencana Anggaran Biaya (RAB), serta mekanisme RUPS.

Dana penyertaan modal yang dimaksud, direalisasikan untuk membayar gajinya sendiri selaku direksi dan komisaris tanpa melalui mekanisme RUPS.

Akibat perbuatannya, Negara mengalami kerugian sebesar Rp969,8 juta dengan memperkaya diri sendiri sebesar Rp857,3 juta dan untuk Hadjir Hadde serta Helmi Yambas sebesar Rp112,5 juta. (IKRAM)