PALU- Kasus dugaan korupsi pembebasan lahan jalan Anoa II kini belum inkrah. Pasalnya Ni Nyoman Rai Rahayu mengajukan peninjauan kembali (PK) atas putusan kasasi Mahkamah Agung di Pengadilan Negeri Kelas 1 A/PHI/Tipikor/Palu, Kamis (16/3).
Ni Nyoman Rahayu satu dari dua terdakwa kasus dugaan Tindak Pidana Korupsi pembebasan lahan jalan Anoa II (saat ini Jalan Lalove, red), Kelurahan Tatura Utara, Kecamatan Palu Selatan, Kota Palu, untuk keperluan pembangunan jembatan Lalove.
Putusan Pengadilan Tinggi Sulteng, Ni Nyoman Rai Rahayu divonis 2 tahun penjara, denda Rp50 juta,sub 1 bulan.Membayar uang pengganti Rp610,4 juta, sub 6 bulan penjara.
Atas putusan banding tersebut, ia lalu mengajukan upaya hukum kasasi, tapi kasasinya ditolak. Kini ia melakukan upaya hukum luar biasa (PK).
Melalui kuasa hukumnya, Budiman B Sagala mengatakan, ada dua alasan Ni Nyoman Rahayu mengajukan upaya hukum luar biasa PK.
Hal pertama sebut dia, dalam pembebasan lahan, ada dua hal menjadi masalah kerugian fisik dan kerugian non fisik. Pengadilan memisahka keduanya.
“Dalam fisik bebas tidak terbukti, dalam non fisik ditemukan ada temuan,” ujar Budiman usai sidang PK di Pengadilan Negeri Kelas 1 A PHI/Tipikor/Palu, Kamis (16/3).
Dan menurutnya, aturan antar fisik dan non fisik satu kesatuan tidak bisa dipisah, sebagaimana undang-undang nomor 12 tahun 2012 dan peraturan presiden nomor 71 tahun 2015.
“Tim penilainya pun punya standarisasi dan legalitas guna melakukan penilaian yakni dari kementerian keuangan dan kementerian agraria,” bebernya.
Pihaknya pun ujar dia, mengajukan beberapa tetangga dari Ni Nyoman menerima hal sama kerugian fisik dan fisik.
“Lalu kenapa mereka (tetangga) tidak bermasalah,” ucapnya.
Dan terpenting lagi ucap dia, dalam perkara ini dilakukan oleh bersama-sama tiga terdakwa satu terdakwa Fadel divonis bebas.
“Dan berdasarkan pasal 55 KUHP bila satu orang bebas, maka semua bebas, tidak boleh ada perbedaan putusan dalam tindak pidana Tipikor. “Kekhilafan hakim, Itulah menjadi salahsatu dasar diajukan PK,” bebernya.
Olehnya ujar dia, pihaknya mendatangkan ahli hukum pidana.
Ia pun mempertanyakan perihal Jaksa mau melakukan eksekusi terhadap kliennya (Ni Nyoman Raii Rahayu) ke dalam lembaga pemasyarakatan (Lapas). Padahal dalam amar putusan Memerintahkan Terdakwa (Ni Nyoman Rahayu) untuk tetap ditahan dalam tahanan kota.
“Berarti jaksa mau mengubah amar putusan,” pungkasnya.
Sebelumnya Ni Nyoman Rahayu oleh Pengadilan Tinggi Sulteng, menjatuhkan vonis pidana penjara 2 tahun serta denda Rp50 juta,sub 1 bulan. Membayar uang pengganti sebesar Rp610,4 juta sub 6 bulan.
Dalam kasus ini tidak saja Ni Nyoman Rai Rahayu ada terdakwa lainnya Dharma Gunawan Mochtar dan Fadel H.Saman (IKRAM)