Suciwati: Mencintai Munir, adalah Mencintai Hak Asasi Manusia dan Masa Depan Cerah

oleh -

PALU- Suciwati istri pejuang Hak Asasi Manusia (HAM) Munir terus berjuang agar pemerintah Indonesia atau Negara menetapkan pembunuhan terhadap suaminya merupakan pelanggaran berat HAM.

“Sejak kematiannya 7 September 2004 silam, sampai sekarang 19 tahun berlalu pemerintah belum menetapkan pembunuhan suami saya sebagai pelanggaran berat HAM,” kata Suciwati saat menjadi pembicara bedah buku “Mencintai Munir” ditulisnya diselenggarakan oleh Solidaritas Korban Peduli (SKP) HAM bertempat di Cafe Tanaris, Jalan Juanda, Kota Palu, Ahad (17/9).

Dalam buku yang ditulisnya tersebut, dia menguraikan bahwa suaminya bukan manusia luar biasa, tapi manusia biasa punya istri, anak, punya ketakutan, kecemasan dan tidak mau anaknya mengalami hal sama seperti dirinya.

Ia menceritakan, bagaimana kisah kasih pertemuan mereka, segala risiko dihadapi ke depan menikah dengan seorang aktivis memperjuangkan kebenaran serta keadilan dan kaum tertindas.

BACA JUGA :  Penyidik Sita Dokumen Penting di PT SJA

Dan hingga kedua pasangan itupun memutuskan menikah dan membangun komitmen bersama, dengan segala risiko paling tertinggi yakni kematian, tapi kematian bermanfaat bagi orang lain.

Tak hanya itu romantisme dan dinamika rumah tangga serta peristiwa-peristiwa penting mengancam jiwa, serta pergulatan batin pun diceritakan dalam buku setebal 327 halaman tersebut. Dan setiap bab penulisannya mengharu biru, mengaduk emosi dan meneteskan air mata bagi penulisnya hingga 10 bulan berlalu akhirnya bisa diluncurkan pada September 2021 silam.

Bagi Suciwati menulis buku Mencintai Munir sama halnya seperti mencintai hak asasi manusia sendiri. “Ketika kita Mencintai Munir kita mencintai masa depan yang cerah. Bagaimana ia (Munir) mencintai keadilan, menolak korupsi, kemewahan dan terus menerus berpihak pada orang miskin.

“Inni Wajahtu Wajhiya lilladzii fatharas samaawaati. Ketika saya menghadapkan wajah saya sama Tuhan, maka saya berpihak pada orang yang ditindas,” kenang ibu dua anak ini mengutip kembali perkataan mendiang suaminya.

BACA JUGA :  Penyidik Tindaklanjuti Dugaan Perintangan oleh PT RAS

Sementara Direktur SKP-HAM Nurlela Lamasitudju mengatakan, buku Mencintai Munir, buku yang ditulis penuh cinta, bagaimana cinta Suciwati kepada Munir (suaminya), kepada anak-anaknya dan cinta Munir sebaliknya serta cinta Munir kepada Negara Indonesia.

Tidak hanya itu sebut perempuan pegiat HAM tersebut, dari buku tersebut kita lebih banyak mendapat pengetahuan peristiwa-peristiwa penting pelanggaran HAM di daerah lainnya.

Dan tak kalah pentingnya ujar dia, peristiwa pelanggaran HAM tersebut tidak berulang kembali di masa-masa akan datang.

BACA JUGA :  Gawat! 9 Kali Adendum Proyek Rehab Rekon Untad Senilai Rp 279 Miliar Diduga Alami Masalah Serius

Dalam bedah buku tersebut ratusan yang hadir terdiri dari mahasiswa serta organisasi masyarakat sipil seperti Libu Perempuan, Yayasan Sikola Mombine, Solidaritas Perempuan (SP) serta lainnya tidak beranjak dari tempat duduknya sejak dimulai pukul 14.30 WITA sampai Pukul 17.45 WITA tidak saja sampai disitu perwakilan dari setiap organisasi sipil memberikan kado cinta terhadap Suciwati dengan membacakan puisi atas kegigihannya terus berjuang mencari keadilan atas kematian suaminya.

Munir dibunuh pada 7 September 2004 dalam penerbangan Garuda Indonesia GA-974 dari Jakarta ke Amsterdam melalui Singapura.

Munir meninggal sekitar dua jam sebelum pesawat mendarat di Bandara Schipol, Amsterdam, Belanda, pukul 08.10 waktu setempat.

Reporter: IKRAM/Editor: NANANG