PALU – Serikat Petani Indonesia (SPI) Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) menggelar Musyawarah Wilayah (Muswil) pertama, di Asrama Haji Transit Palu, Senin (8/12) pagi.

Kegiatan ini dirangkaikan dengan Pelatihan UNDROP (United Nations Declaration on the Rights of Peasant and Other People Working in Rural Areas), sebagai upaya meningkatkan pemahaman petani, nelayan, masyarakat adat, dan pekerja pedesaan terkait hak-hak mereka berdasarkan Deklarasi PBB tentang Hak Petani.

Wakil Ketua Dewan Pengurus Pusat SPI, Ali Fahmi, mengatakan kehadiran SPI di Sulteng merupakan bagian dari proses konsolidasi, untuk memperkuat barisan perjuangan petani.

Ia menilai gerakan petani di Sulteng selama ini belum terhimpun dalam satu wadah yang masif.

“Salah satu alasan kita membangun organisasi petani karena perjuangan kawan-kawan selama ini masih berjalan sendiri-sendiri. Padahal persoalan yang dialami petani adalah persoalan bersama. Kita ingin organisasi menjadi alat perjuangan bagi petani di Sulawesi Tengah,” ujarnya.

Fahmi menyebutkan bahwa dalam sepuluh tahun terakhir, konflik agraria di Sulawesi Tengah termasuk salah satu yang tertinggi di Indonesia.

Konflik tersebut umumnya berkaitan dengan konsesi perkebunan, HGU sawit, dan aktivitas pertambangan yang berdampak pada hilangnya ruang hidup masyarakat.

“Tanah banyak diambil tiba-tiba dengan alasan HGU, kemudian terancam tambang, dan tidak sedikit kasus plasma yang merugikan warga. SPI hadir bukan hanya untuk melindungi, tapi memastikan tanah kembali kepada petani agar mereka bisa sejahtera,” jelasnya.

Ia menambahkan, selain persoalan tanah, dua isu mendasar lain yang masih dihadapi petani adalah produksi dan pasar. Ketergantungan pada pupuk, pestisida, dan bibit impor masih tinggi, sementara harga komoditas kerap anjlok saat panen raya karena banjir impor dan lemahnya penyerapan pasar.

Fahmi menjelaskan struktur SPI dibangun berjenjang dari desa hingga nasional untuk memastikan advokasi berjalan efektif. Desa berperan sebagai basis produksi dan pembelaan hak, kecamatan sebagai koordinator lintas desa, kabupaten sebagai pelaksana fungsi politik, dan provinsi sebagai penentu arah program lima tahunan melalui Muswil.

Saat ini SPI telah terbentuk di lima kabupaten di Sulteng, yaitu Donggala, Tolitoli, Buol, Morowali Utara, dan Banggai Kepulauan. Dua kabupaten lain, yakni Sigi dan Poso, masih dalam proses pembentukan.

Ali Fahmi berharap, SPI dapat menjadi rumah bersama bagi petani dalam memperjuangkan kesejahteraan dan kedaulatan pangan.

“Harapan petani adalah bagaimana SPI menjadi alat perjuangan untuk menyelesaikan persoalan tanah, produksi, dan pasar. Bagaimana petani bisa mengolah lahan tanpa ketakutan, tidak lagi tergantung pada pupuk impor, dan memiliki kepastian harga hasil panen. Ujungnya adalah kesejahteraan petani kita semua,” tutupnya.