Oleh karena itu, Kegiatan Rapat Koordinasi dan Konsultasi Rp411,59 juta, Program Peningkatan Sapras Aparatur Rp4,3 miliar, Program Peningkatan Kapasitas Aparatur Rp257,35 juta, Program Peningkatan Kualitas Perencanaan Rp442,04 juta, Program Penataan Struktur Industri Rp1,257 miliar yang bercampuraduk indicator outcome dan output, Program Peningkatan Kemampuan Teknologi Industri Rp1,414miliar, Program Pengembangan dan Pengamanan Perdagangan Dalam Negeri Rp969,69 juta yang meningkat setelah perubahan KUPA PPAS 2020 yang indikator outputnya keliru.
Selanjutnya, Program Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Rp582,64 juta, Program Pengembangan dan Pengamanan meningkat setelah perubahan KUPA PPAS 2020 menjadi Rp1,54 miliar patut dicadangkan bagi dukungan saluran distribusi barang dan jasa serta keberpihakan pada Industri Kecil Menengah (IKM) yang terdampak pandemi Covid-19 dan/atau menutup deficit fiscal dalam APBD perubahan 2020.
Kata akhirnya, walaupun KUPA Provinsi mengandung berbagai kelemahan seperti regulasi belum dimuktahirkan, sinsitifivas bencana belum berbasis pada DTKS, apalagi spasial, serta belum antisipatif pada Covid-19 yang dapat berlangsung lama, sehingga ketersediaan pangan merupakan hal yang patut dipersiapkan mutlak.
Pola piker masih menganggap biasa-biasa saja di masa pandemic ini. Ketidakpuasan penyintas atas penanganan bencana 2018 belum memberikan lesson learned bagi kita.
Pada sisi administrative perencanaan pembangunan, minimnya kapasitas SDM OPD khususnya perencana, keterpaduan antara Bappeda dan BPKAD yang putus yang terlihat belum padunya antara RKPD dan KUA-PPAS sepatutnya dirajut lagi karena kita mempunyai tujuan yang satu, yakni kesejahteraan masyarakat.
*Penulis adalah Staf Pengajar FEB-Untad & Tenaga Ahli Ketua DPRD Provinsi Sulteng