OLEH: Moh. Ahlis Djirimu*
Pemerintah Provinsi Sulteng dalam Triwulan IV 2020, sepatutnya focus mengalokasikan anggaran memadai pada penanganan Covid-19 dengan prioritas utama kesehatan dan hal lain terkait kesehatan, penanganan dampak ekonomi terutama menjaga agar dunia usaha daerah masing-masing tetap hidup, penyediaan jarring pengaman sosial.
Hal ini sesuai Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corova Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan menjadi Undang-Undang.
Regulasi ini bertujuan menempuh langkah cepat, genting dan luar biasa atas gangguan kesehatan dan antisipasi penyelamatan ekonomi dari keadaan memburuk.
Sebagai Tenaga Ahli Ketua DPRD Provinsi Sulteng, beberapa catatan kritis atas Rancangan Perubahan Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (KUPA) dan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara Perubahan (PPAS-P) Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2020 sebagai berikut.
Pertama, dari sisi regulasi, Pemerintah Provinsi Sulteng perlu menambahkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 sebagai Dasar Hukum Nomor 7 halaman 3 KUPA dan menghilangkan Dasar Hukum Nomor 16 Permendagri Nomor 22 Tahun 2018 tentang Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) 2019 karena tidak relevan lagi.
Kedua, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah agar memuktahirkan data Asumsi Dasar Ekonomi Makro dalam dokumen KUPA karena kurang relevan, hanya menggunakan indikator Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Triwulan 2020 menurut lapangan usaha tanpa jelas alasannya menggunakan pilihan PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) atau Atas Dasar Harga Konstan (ADHK).
Di samping itu, dokumen KUPA mengabaikan juga PDRB menurut pengeluaran sebagai acuan dan mengabaikan PDRB perkapita dan mengabaikan indikator ekonomi makro lainnya, yakni asumsi dasar Penetapan Tingkat Kemiskinan Provinsi Sulteng Maret 2020 yang pada sisi jumlah turun dari 410,36 ribu jiwa pada September 2019 menjadi 398,73 ribu jiwa atau mengalami penurunan dari 13,48 persen pada September 2019 menjadi 12,92 persen pada Maret 2020.
Selain itu, dokumen KUPA mengabaikan pula Tingkat Pengangguran di Provinsi Sulteng dari 3,15 persen pada Agustus 2019 menjadi 2,98 persen pada Februari 2020, serta mengabaikan kinerja ketimpangan distribusi pendapatan yang menyempit yang diukur dari Indeks Gini 0,330 poin pada September menjadi 0,326 poin pada Maret 2020.
Sebagai tambahan, RKPD Perubahan Tahun 2020 telah selesai direvisi oleh Bappeda. BPKAD sepatutnya merujuk pada RKPD tersebut, bukan menyusun dokumen sendiri, khususnya tabel 7.1 agar selaras asumsi dasar makro ekonominya sehingga memenuhi amanat PP 17 Tahun 2017 tentang Sinkronisasi Perencanaan dan Penganggaran.
Ketiga, dalam KUPA disebutkan bahwa target Pendapatan Daerah mengalami penurunan dari Rp4,267 triliun menjadi Rp4,004 triliun atau mengalami defisit sebesar Rp263,65 miliar. Sebaliknya, Belanja Daerah mengalami perubahan dari Rp4,59 triliun menjadi Rp4,43 triliun atau terjadi deficit sebesar Rp 160,23 miliar.
Selain itu, dalam perubahan kebijakan Pembiayaan Daerah terjadi peningkatan dari Rp326,52 miliar menjadi Rp429,94 miliar atau Pembiayaan Neto meningkat absolute sebesar Rp103,42 miliar.
Pada triwulan IV 2020, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah sebaiknya menggunakan Sisa Lebih Penghitungan Anggaran (SiLPA) yang tersedia tersebut, yakni sebesar Rp326,52 miliar dan melakukan efisiensi pada Belanja-Belanja Rutin dan Belanja Program yang dapat dilakukan melalui fasilitas daring seperti Perjalanan Dinas Dalam dan Luar Daerah, Rapat-Rapat Koordinasi, serta kegiatan OPD yang belum mendesak, serta menghindari sedapat mungkin kegiatan Sosialisasi, Bintek, Workshop, Rakor yang memobilisasi ASN agar menghargai makna social distancing dan prioritaskan program dan kegiatan bagi penanganan pandemi Covid-19.
Keempat, belanja-belanja yang patut diefisiensikan bahkan layak dihilangkan dan dicadangkan untuk menutupi defisit APBD Perubahan Tahun 2020 adalah belanja pada OPD yang tidak mempunyai indikator program dan capaian dan tidak jelas mendukung 1 dari 5 Misi Pemerintah Provinsi Sulteng Tahun 2016-2021.
Pada diskursus kali ini, penulis hanya mengkaji belanja-belanja pada OPD yang berkaitan langsung dalam penanganan Covid-19 maupun dampaknya baik di hulu maupun di hilir.
Kelima, pada OPD Pendidikan yaitu Program Pelayanan Administrasi Perkantoran (Program PAP) pada kegiatan Rapat-Rapat Koordinasi dan Konsultasi ke Dalam dan ke Luar Daerah Rp298,58 juta, Program Peningkatan Sapras pada Kegiatan Meubiler sebesar Rp 104,52 juta dan Pengadaan Peralatan dan Perlengkapan Kantor Rp427,16 juta, Pemeliharaan Sapras Aparatur Rp495,68 juta Peningkatan Pengembangan Sistem Pelaporan Capaian Kinerja Kegiatan Penyusunan Laporan Capaian Kinerja & Ikhtisar Realisasi Kinerja SKPD Rp1,04 miliar.
Kemudian, Program Manajemen Pelayanan Pendidikan Kegiatan Rapat Koordinasi Pendidikan se-Sulteng Rp69,68 juta, Program Wajar Sembilan Tahun Kegiatan Penyebarluasan Berbagai Informasi Pendidikan Dasar Rp47,66 juta karena menjadi tupoksi kabupaten/kota, Rakor Dalam dan Luar Daerah Dalam Program PAP Cabdis Wilayah I Kota Palu dan Sigi Rp45,45 juta, Rakor Dalam dan Luar Daerah Cabdis Dikbud Wilayah II Kabupaten Parigi Moutong dan Donggala Rp30 juta.
Sedangkan Rakor Dalam dan Luar Daerah Cabdis Dikbud Wilayah III Kabupaten Poso dan Tojo Una-Una Rp12,70 juta, Rakor Dalam dan Luar Daerah Cabdis Dikbud Wilayah IV Kabupaten Morowali dan Morowali Utara Rp27,85 juta, Rakor Dalam dan Luar Daerah Cabdis Dikbud Wilayah V Kabupaten Banggai, Bangkep dan Banggai Laut Rp30,57 juta, Rakor Dalam dan Luar Daerah Cabdis Dikbud Wilayah VI Kabupaten Tolitoli dan Buol Rp35,10 juta, layak diefisiensi bahkan dicadangkan sebagai penutup defisit.
Keenam, pada OPD Kesehatan, adakekeliruandalampenetapan indikator Program dan Indikator kegiatan. Seharusnya, Indikator Program atau indicator outcome hanya mempunyai 2 satuan yaitu rupiah dan persentase.
Sedangkan indikator kegiatan dalam satuan output atau kuantitatif. Program Peningkatan Sapras Aparatur sebesarRp 7,347 miliar, Program Upaya Kesehatan Masyarakat sebesar Rp1,67 miliar, Program Pemberdayaan Masyarakat dan Promkes pada kegiatan Pengembangan Promkes & Teknologi Komunikasi Informasi & Edukasi Rp1,857 miliar, sebaiknya dicadangkan bagi pemulihan Covid-19.
Program Administrasi Kepegawaian, Umum dan Humas sebesar Rp125,32 juta, Program Pengelolaan Keuangan dan Aset Rp627,64 juta, dicadangkan untuk menutup defisit.
Pada UPT RSUD Undata, Program Pengadaan, Peningkatan Sapras RS berupa Kegiatan Pengadaan Perlengkapan Rumah Tangga, Sapras RS/RSJ/RS Jantung/RS Mata Rp8,546 miliar dan Pengadaan Alat Kesehatan RS/RS Jiwa/RS Jantung/RS Mata Rp51,83 miliar patut dipertanyakan dalam kondisi pandemi Covid-19.
Sebaiknya program di atas dicadangkan bagi pemulihan Covid-19.
Pada UPT RSU Madani, indikator Program Peningkatan Mutu Pelayanan Kesehatan BLUD pada 2 kegiatan Pelayanan BLUD dan Dukungan Pelayanan BLUD masing-masing Rp34,89 miliar dan Rp16,06 miliar tidak mempunyai indikator yang jelas.
Ketujuh, pada OPD Dinas Bina Marga dan Penataan Ruang, penyusunan indikator pada OPD sudah baik walaupun masih ada 5 kegiatan mempunyai indikator keliru karena dalam satuan persen.
Program PAP Kegiatan Rakor dan Konsultasi Program kePUan Rp308,94 juta karena rakor daring, Sosialisasi dan Bintek Implementasi Peraturan Perundang-Undangan Rp23,38 juta, Penyusunan Laporan Capaian Kinerja dan Ikhtisar Realisasi APBD Rp209,97 juta karena dapat dicadangkan bagi pemulihan Covid-19.
Program Penyelenggaraan Jalan meningkat dari Rp61,04 miliar sebelum perubahan menjadi Rp141,02 miliar, Program Pengaturan Jasa Konstruksi yang meningkat dari Rp112,73 juta menjadi Rp211,40 juta, Program Pemberdayaan Jasa Konstruksi meningkat dari Rp404,50 menjadi Rp734 juta, Program Perencanaan Tata Ruang yang meningkat dari Rp762,59 juta menjadi Rp3,54 miliar, Program Pemanfaatan Ruang meningkat dari Rp159,15 juta menjadi Rp844,21 juta, Program Pengendalian Pemanfaatan Ruang meningkat dari Rp211,20 juta menjadi Rp653,76 juta, patut ditunda hingga pasca pandemi Covid-19 karena tidak menunjukkan sensitivitas pada krisis kesehatan.
Kedelapan, OPD Cipta Karya dan Sumberdaya Air dalam masa pandemi ini diarahkan untuk mendukung penyediaan cadangan pangan melalui penyediaan air baku bagi sub sektor tanaman pangan dan hortikultura dan sub sektor perkebunan.
Indikator kegiatan sudah tepat, walaupun 8 kegiatan mempunyai satuan indikator persentase yang seharusnya menjadi indikator program. Beberapa program sebaiknya diarahkan untuk mengantisipasi kerawanan pangan di masa pandemi.
Program tersebut adalah Peningkatan Disiplin Aparatur Rp111,27 juta, Program Peningkatan Kapasitas Sumberdaya Aparatur Rp148,22 juta, Program Peningkatan Pengembangan Sistem Pelaporan Capaian Kinerja dan Keuangan Rp1,185miliar, Program Peningkatan Kualitas Perencanaan Rp452 juta, Program Pengembangan Wilayah Strategis dan Cepat Tumbuh yang anggarannya setelah perubahan meningkat dari Rp78,70 miliar menjadi Rp83,36 miliar, Program Peningkatan disiplin aparatur dalam UPT Sistem Pengelolaan Air Minum Daerah Rp100 juta, Program Peningkatan Disiplin Aparatur dalam UPT Pengelolaan SD air Wilayah I Rp1,384 miliar, Program Peningkatan Disiplin Aparatur tanpa indicator dalam UPT Pengelolaan SD Air Wilayah II sebesar Rp655,60 juta.
Kesembilan, OPD Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan disarankan mengarahkan Program mengefisienkan Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur sebesar Rp1,518 miliar, Program Peningkatan Disiplin Aparatur Rp57,83 juta, Program Peningkatan Pengembangan Sistem Pelaporan Capaian Kinerja dan Keuangan Rp492,03 juta yang terlampau besar, untuk mendukung Program Perbaikan Perumahan Akibat Bencana Alam/Sosial.
Kesepuluh, Satuan Polisi Pamong Praja sepatutnya diarahkan memberi dukungan penanganan Covid-19 kepada OPD lain khususnya di bidang pencegahan seperti razia masker, pengamanan tempat-tempat umum untuk mencegah masyarakat berkumpul, patrol, pencegahan Covid-19 perbatasan lintas kabupaten/kota, serta penegakkan trantibum.
OPD ini berada di hulu pencegahan Covid-19. Namun alokasi anggaran yang disiapkan jauh dari memadai yakni hanya sebesar Rp14,65 juta, sedangkan Akomodasi Kegiatan Patroli Pencegahan Covid-19 sebanyak 110 kali tanpa biaya sedikitpun.
Kesebelas, pada Dinas Sosial yang mendukung pemulihan Covid-19 melalui bantalan sosial, sebaiknya Rakor & Konsultasi Dalam dan Luar Daerah Rp99,14 juta dan program Peningkatan Kualitas Perencanaan Rp205,10 juta, Program Pemberdayaan Fakir Miskin dan Komunitas Adat Terpencil Rp1,027 miliar, diefisienkan melalui daring dan diarahkan pada masyarakat terdampak Covid-19 karena berisi tiga kegiatan pelatihan tanpa social distancing bagi Rumah Tangga Miskin di Perdesaan, di Perkotaan dan di Pesisir dan Pulau-Pulau.
Pada Dinsos, baik indikator program maupun kegiatan tepat, sehingga pendampingan penentuan indikator menurut Norma Standar Prosedur Kriteria (NSPK) dan Standar Pelayanan Minimum (SPM) dalam Permensos Nomor 9 Tahun 2018 tentang SPM semakin mudah. Dinsos tinggal merasionalitas anggaran sesuai Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) terverifikasi dan tervalidasi.
Keduabelas, pada OPD Nakertrans, indikator Program Pelayanan Administrasi Perkantoran (PAP) direvisi, bukannya satuan 12 bulan karena setahun memang hanya 12 bulan, satuannya Rp atau Persentase.
Kegiatan Sosialisasi dan Bintek Rp38 juta, Rakor Bidang Ketenagakerjaan dan Ketransmigrasian Rp162,46 juta, Program Peningkatan Kompetensi TK dan Produktivitas sebesar Rp559,52 juta, Program Penempatan & Perluasan Kesempatan Kerja Rp2,636 miliar, Program Perlindungan TK dan Pengembangan Sistem Pengawasan Ketenagakerjaan Rp432,53 juta, Program Perlindungan TK dan Pengembangan Sistem sebaiknya diarahkan pada Program dan Kegiatan yang mengurangi pengangguran karena data per April 2020 menunjukkan ada 10.370 orang korban PHK/dirumahkan.
Semua kegiatan tersebut sangat dominan mengumpulkan orang banyak bahkan mencapai 300 orang yang dapat menimbulkan klaster baru Covid-19.
Ketigabelas, OPD Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak terdapat kekeliruan dan indikator sasaran program dan kegiatan seperti pada kegiatan PAP, kegiatan peningkatan peran serta masyarakat dalam satuan persen, seharusnya satuannya orang.
Sebaiknya, semua Program Peningkatan Kualitas Hidup Rp228,72 juta, Program Pengembangan Data dan Informasi Gender dan Anak Rp275,17 juta, Program Pemenuhan Hak-Hak Anak (PUHA) Rp448,99 juta, Kegiatan Sosialisasi Perlindungan Terhadap Pekerja Anak dalam Program Peningkatan Perlindungan Perempuan dan Anak Rp1,042 miliar sangat tidak logis jika hanya sosialisasi mengumpulkan 60 orang.
Semua program di atas dihapuskan dan dicadangkan bagi pemulihan Covid-19 karena kegiatannya berisi pelatihan, pameran, peningkatan peran perempuan dalam keputusan birokrasi dan politik mengumpulkan orang banyak tanpa social distancing justru akan menimbulkan penularan Covid-19 dan hanya mensejahterakan panitia dan narasumber.
Sebaiknya OPD ini fokus pada advokasi dan pendampingan ketimbang mengambil tupoksi Balitbangda, Koperasi dan UMKM dan Perindag.
Keempatbelas, OPD Tanaman Pangan merupakan OPD berperan besar dalam mengantisipasi dampak lanjutan dari Covid-19 pada perekonomian Sulteng terutama berkaitan dengan ketersediaan pangan.
Program Pengembangan Kelembagaan Ketahanan Pangan Rp120,49 juta dialihkan pada kegiatan lain bagi pemenuhan cadangan pangan, Program Peningkatan Pengembangan Sistem Pelaporan Capaian Kinerja dan Keuangan Rp394,62 juta dirasionalisasikan anggarannya terlampaui besar dan sebaiknya membuat Kerangka Acuan Kerja (KAK), demikian pula Program Peningkatan Kualitas Perencanaan Rp 340,82 juta dirasionalisasikan karena media daring, less contact, kegiatan Pemberdayaan Petugas/Kader ketahanan pangan 31 orang sebesar Rp101,26 juta dihapuskan karena mengumpulkan banyak orang dalam masa pandemi covid-19.
Selanjutnya, kegiatan Keikutsertaan Dalam Promosi Nasional dan Daerah juga dihapuskan karena mengumpulkan banyak orang dalam masa pandemi Covid-19 sebesar Rp540,95 juta, kegiatan Penguatan Jejaring Keamanan Pangan Rp86,39 juta dan Pengembangan Kelembagaan Keamanan Pangan Rp150 juta dirasionalisasikan menggunakan media daring dan/atau dialihkan menutup defisit APBD Tahun 2020.
Kelimabelas, Pada OPD Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, tidak ada satupun indikator program dan indikator kegiatan yang akan dicapai atau kolom indikatornya kosong.
OPD ini bekerja berdasarkan planning by accident, tanpa merujuk pada indikator yang ada dalam RPJMD dan Perubahan Renstra Tahun 2016-2021. Oleh karena itu, untuk menghindari penggunaan anggaran yang belum terukur capaiannya, maka Program dan Kegiatan yang dapat dialihkan bagi pemulihan Covid-19 dan pemulihan pascabencana 2018 adalah Pengadaan Sapras Rp783,34 juta, Sosialisasi Peraturan Perundang-Undangan Rp11,18 juta, Peningkatan Manajemen Aset Rp11 juta, Program Peningkatan Kualitas Perencanaan Rp374,74 juta.
Kemudian Program Pembinaan dan Evaluasi Perkembangan Desa Rp66,78 juta, Rakor Pengelolaan dan Pemuktahiran Data Desa Rp26 juta, Program Penyelenggaraan Pemerintah Desa Rp839,63juta, Program Kerjasama Desa Rp42,08 juta, Program Penataan Lembaga masyarakat Rp1,36 miliar.
Selanjutnya, Program Pengembangan Kapasitas Masyarakat Rp1,02 miliar, Program Pembinaan Ketahanan Masyarakat Rp100,65 juta, Program Pembangunan Desa & Kawasan Perdesaan Rp58,07 juta yang berisi kegiatan Rakor, program Penanggulangan Kemiskinan dan Ekonomi Desa Rp2,4 miliar yang hanya berisi pengembangan dan pembinaan ekonomi masyarakat desa tanpa diketahui sasarannya siapa berbasis DTKS atau tidak, di mana, bagaimana capaiannya selama ini agar tidak menciptakan koloni dan ketergantungan Rumah Tangga Miskin (RTM) di desa, serta Program Pengembangan TTG dan SDA Rp42,49 juta yang hanya berisi kegiatan expo, penguatan kelembagaan Posyantek, Pemanfaatan dan pengelolaan SDA melalui PAMSIMAS.
Oleh karena kosong target capaian indikator program dan kegiatan, maka semua Program di atas layak dialihkan sebagai penutup defisit di masa APBD Perubahan di masa pandemi Covid-19.
Keenambelas, pada OPD Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah, Kegiatan Rakor Rp97,30 juta dapat diefisienkan menggunakan media daring, Program Peningkatan Kualitas Perencanaan Rp760,764 juta, Program Peningkatan Kapasitas Kelembagaan Koperasi Rp715,70 juta, Program Peningkatan Usaha Koperasi Rp593,24 juta, Program Peningkatan Usaha Kecil Rp1,01 miliar, serta Program Peningkatan Sapras Aparatur Rp251,4 juta layak dialihkan sebagai dana pemulihan Covid-19 bagi kelembagaan ekonomi khususnya UMKM karena program tersebut pada OPD ini melibatkan banyak orang yang akan dapat melanggar kaidah social distancing, tidak mempunyai indikator capaian program dan kegiatan yang jelas sehingga patut diduga dapat menimbulkan kegiatan mubazir.
Ketujuhbelas, OPD TanamanPangan dan Hortikultura. OPD ini diproyeksikan agar siap mengantisipasi kemungkinan yang terjadi dan penuh ketidakpastian masa pandemi Covid-19.
Cadangan pangan dan hortikultura memegang peran penting. Semua indikator outcome dan output jelas dan tepat, kecuali satuan outcome PAP, output Bimtek, pelaporan, serta tinggal merasionalisasi peruntukan anggaran.
Program yang dapat dialihkan demi efisiensi karena menggunakan media daring, pemberlakuan social distancing. Program yang patut dialihkan sebagai dana penyediaan cadangan adalah Program Peningkatan Sapras Aparatur Rp2,69 miliar, Program Peningkatan Kapasitas Aparatur Rp22,43 juta.
Kedelapanbelas, OPD Perkebunan dan Peternakan sama seperti Pangan dan Hortikultura adalah sebagai OPD jaring pengaman pangan hewani di masa pandemi Covid untuk mengantisipasi segala kemungkinan terjadi.
OPD ini dapat mengalihkan anggaran rakor Rp124,36 juta, Program Peningkatan Kapasitas SDM Aparatur Rp41,09 juta, Program Peningkatan Kualitas Perencanaan Rp693,06 juta, Program Peningkatan Sapras Aparatur Rp1,96 miliar.
Di samping itu, indikator outcome dan output harus dipastikan tidak bercampur aduk dan jelas program dan kegiatannya mendukung misi keberapa Pemprov Sulteng.
Kesembilanbelas, Pada OPD Kehutanan. Sebagai pendukung OPD inti dalam masa pandemi Covid-19, sebaiknya OPD ini mencadangkan Program Sapras Aparatur Rp1,22 miliar, Program Peningkatan Kapasitas Aparatur Rp177,80 juta bagi penyediaan lahan sebagai persiapan menghadapi kemungkinan yang terjadi di masa pandemi Covid-19 dan pasca Covid-19 khususnya antisipasi krisis pangan bila lahan garapan semakin sempit sehingga mengharuskan membuka lahan milik negara.
Keduapuluh, OPD Perindustrian dan Perdagangan. Semangat dalam masa pandemi Covid-19 diarahkan bagi antisipasi jangan sampai terjadi bottleneck dalam supply chain barang dan jasa melalui industri dan perdagangan, antisipasi dampak bagi IKM.
Oleh karena itu, Kegiatan Rapat Koordinasi dan Konsultasi Rp411,59 juta, Program Peningkatan Sapras Aparatur Rp4,3 miliar, Program Peningkatan Kapasitas Aparatur Rp257,35 juta, Program Peningkatan Kualitas Perencanaan Rp442,04 juta, Program Penataan Struktur Industri Rp1,257 miliar yang bercampuraduk indicator outcome dan output, Program Peningkatan Kemampuan Teknologi Industri Rp1,414miliar, Program Pengembangan dan Pengamanan Perdagangan Dalam Negeri Rp969,69 juta yang meningkat setelah perubahan KUPA PPAS 2020 yang indikator outputnya keliru.
Selanjutnya, Program Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Rp582,64 juta, Program Pengembangan dan Pengamanan meningkat setelah perubahan KUPA PPAS 2020 menjadi Rp1,54 miliar patut dicadangkan bagi dukungan saluran distribusi barang dan jasa serta keberpihakan pada Industri Kecil Menengah (IKM) yang terdampak pandemi Covid-19 dan/atau menutup deficit fiscal dalam APBD perubahan 2020.
Kata akhirnya, walaupun KUPA Provinsi mengandung berbagai kelemahan seperti regulasi belum dimuktahirkan, sinsitifivas bencana belum berbasis pada DTKS, apalagi spasial, serta belum antisipatif pada Covid-19 yang dapat berlangsung lama, sehingga ketersediaan pangan merupakan hal yang patut dipersiapkan mutlak.
Pola piker masih menganggap biasa-biasa saja di masa pandemic ini. Ketidakpuasan penyintas atas penanganan bencana 2018 belum memberikan lesson learned bagi kita.
Pada sisi administrative perencanaan pembangunan, minimnya kapasitas SDM OPD khususnya perencana, keterpaduan antara Bappeda dan BPKAD yang putus yang terlihat belum padunya antara RKPD dan KUA-PPAS sepatutnya dirajut lagi karena kita mempunyai tujuan yang satu, yakni kesejahteraan masyarakat.
*Penulis adalah Staf Pengajar FEB-Untad & Tenaga Ahli Ketua DPRD Provinsi Sulteng