OLEH: Prof Dr.H Sagaf S. Pettalongi, M.Pd*
Pendahuluan
Sayid idrus bin Salim Aljufri atau sering disebut Guru tua lahir di Taris Hadramaut pada hari senin tanggal 14 sya’ban 1319 H bertepatan tahun 1899 M. Beliau adalah putra keempat dari enam orang bersaudara. Beliau wafat tanggal 12 syawal 1389 H atau bertepatan tanggal 22 Desember 1969 M di Palu Sulawesi tengah.
Beliau adalah seorang ulama, cendekiawan dan juga pemimpin yang sederhana, berwibawa dan kharismatik. Karena kesederhanaan beliau, oleh kalangan murid-muridnya dan masyarakat lembah Palu lebih mengenalnya dengan sebutan Guru tua atau ustad tua.
Tentu sebutan ini juga disetujui oleh beliau agar masyarakat lebih merasa dekat dan akrab dalam menerima dakwah Guru tua.
Sikap dan pembawaan Guru tua yang sederhana, adaptif dengan kondisi masyarakat setempat dimana beliau berada, juga di tunjukan dalam konsep dan praktek dakwahnya yang moderat tidak revolusioner namun tetap tegas dalam prinsip-prinsip Islam.
Beliau tetap peduli dan mengakomodir nilai-nilai budaya masyarakat setempat sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar dalam ajaran Islam. Sebuah konsep dan praktek dakwah yang kebanyakan digunakan oleh ulama-ulama Nusantara seperti Wali songo dan umumnya ulama ahlu sunnah waljamaah.
Konsep dakwah dan praktek pengembangan pendidikan yang dilakukan Guru tua tersebut hendaknhya juga menjadi rujukan dan mewarnai bagi segenap abnaul khairaat dalam mengelola dan mengembangkan pendidikan Alkhairaat dimanapun berada, khususnya dalam proses pendidikan dan pembelajaran di madrasah dan sekolah-sekolah Alkhairaat.
Hal ini juga sejalan dengan nilai-nilai dan makna yang terkandung dalam kata ALKHAIRAAT, yang berarti banyak kebaikan dan terus menebarkan kebaikan dimanapun berada.
Guru tua menamakan pendidikan yang didirikannya dengan sebutan ALKHAIRAAT terinspirasi dari ayat-ayat Alquran dari kata الخيرات yang bermakna banyak kebaikan. (QS. 21;73, QS 2:148, Qs23:61.QS 35:32, dan lain-lain).
Aneka kebaikan itu bisa juga dimaknai dengan berlomba-lombah dan bersegera untuk dan berbuat kebaikan. Dengan begitu pendidikan di Alkhairaat diharapkan dalam semua proses, hasil dan luaran (out put) pendidikannya dapat berlimpah kebaikan. Sebab sekolah/madrasah esensinya adalah embrio sekaligus rahim bagi sebuah organisasi termasuk organisasi Alkhairaat.
Sekolah adalah tempat pendidikan bagi manusia, melalui pendidikan aneka kebaikan universal akan bermunculan dan kebaikan-kebaikan itu terarah, terprogram karena dilandasi dengan ilmu pengetahuan. Karena di sekolah dan madrasah itulah akan terjadi proses pertumbuhan, pengembangbiakan mental anak, sifat dan karakternya sebelum ia lulus untuk beradaptasi dengan masyarakat luas.
Guru Tua Membangun Umat dengan Adaptasi Kultural
Guru tua telah meninggalkan karya besar bagi umat dan bangsa Indonesia bukan berupa kitab-kitab tertulis kecuali hanya dalam bentuk syair-syair, tetapi Guru tua lebih menfokuskan aktivitasnya dalam pendidikan Islam dan dakwah.
Guru tua pernah berkata : Aku tidak menulis karya dalam bentuk buku seperti ayah dan kakekku, aku hanya menggunakan sebagian besar waktuku untuk mengajar, berdakwah, mencetak para pengajar dan menangani lembaga pendidikan, aku memutuskan untuk menulis buku yang hidup, bukan buku yang mati. Buku yang hidup adalah murid-muridku dan kelak orang-orang bisa membacanya. (Sulaiman, 1996:158).
Dan mungkin saja kita semua yang hadir di HAUL Guru tua 56 tahun di Morowali ini adalah bagian dari kitab dan buku-kitab hidup Guru tua itu.
Sebagai seorang guru sekaligus pendidik utama di Alkhairaat, Guru tua telah berhasil mendidik murid-muridnya menjadi guru, tenaga pendidik serta da’i lewat aktivitas dakwah dan lembaga pendidikannya, berhasil mengembangkan Alkhairaat ke berbagai daerah di wilayah timur Indonesia dengan jumlah madrasah yang telah didirikan sebanyak kurang lebih 412 cabang hingga beliau wafat, dan tersebar pada beberapa daerah seperti Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Sulawesi Barat, Kalimantan Timur, Maluku dan Irian Jaya (Yanggo, 2013:23), dengan alumni yang tersebar ke berbagai kalangan dan profesi baik pada kalangan eksekutif, legislatif maupun yudikatif maupun pengusaha.
Lembaga pendidikan Alkhairaat yang didirikan oleh Guru Tua telah memberi banyak kontribusi bagi bangsa dan negara dalam pembangunan karakter masyarakat karena beliau telah memposisikan madrasah Alkhairaat sebagai model pendidikan Islam yang progresif, yang kemudian dilanjutkan oleh generasi sesudahnya. Rata-rata lulusan (alumni) Alkhairaat memiliki corak keislaman yang moderat progresif (Yanggo, 2013:23).
Corak alumni pendidikan Alkhairaat yang demikian itu telah menjadi karakter tersendiri dalam penguatan tumbuhnya muslim moderat di Indonesia Timur pada umumnya dan menjadi kekuatan penyeimbang terhadap munculnya faham-faham dan gerakan radikalisme dan terorisme di Indonesia.
Masyarakat lembah Palu pada masa awal kedatangan Guru tua (1930 M) masih sangat tertinggal dan terbelakang dan juga diskriminatif, terutama jika dilihat dari nilai dan strata sosial seperti masih ada perbedaan status bangsawan dan rakyat biasa, keterbatasan dalam memperoleh pendidikan dan sebagainya Hal ini disebabkan karena aspek pendidikan, pemahaman keagamaan dan budaya yang masih rendah dan relatif terbelakang.
Namun Secara bertahap Guru tua mulai melakukan gerakan-gerakan perubahan dengan membangun pemahaman keagamaan masyarakat melalui pendidikan, dakwah dan sosial, misalnya untuk menghilangkan budaya malas, pasrah tanpa usaha, beliau mengajak masyarakat memikirkan masa depan keluarga dan anak-anaknya dengan mengajak bekerja keras, rajin dan disiplin.[1]
Beliau mengajak masyarakat untuk membangun gedung-gedung pendidikan dan tempat ibadah (masjid) agar anak-anak dapat belajar dengan teratur dan beribadah secara baik.
- Pendekatan Budaya Masyarakat
Budaya masyarakat kaili (Palu) tempat Alkhairaat pertama kali didirikan, pada masa itu masih relatif terbelakang dan tertutup tidak serta merta dirubah secara revolusioner oleh Guru Tua, melainkan didekati secara persuasif dan adaptif sehingga budaya dan tradisi lama yang sudah berakar di masyarakat Palu Sulawesi Tengah seperti Wunja wulu watu, Wunja Batang Pinang atau kelapa, sedikit terkikis habis berkat jasa yang gigih dari Guru Tua (Azrah dalam Yanggo, 2013).
Sementara budaya-budaya yang tidak bertentangan dengan prinsp dasar ajaran Islam (tauhid) tetap dijadikan sebagai nilai budaya yang dipelihara sebagai wadah perekat dan pemersatu masyarakat.
Tradisi pembacaan barzanji dengan bahasa daerah juga dirubah, dan disederhanakan, tidak bertele-tele, hanya 15 menit waktu pembacaannya, demikian juga pembacaan tahlil yang mulanya dilaksanakan dari hari pertama sampai malam keseratus seorang mayyid, menjadi hanya sampai tiga malam saja (Sulaiman, 2006).
Sistem pendekatan nilai-nilai budaya yang dilakukan Guru tua dalam mengembangkan dakwah di masyarakat telah berdampak pada terjadinya pergeseran nilai-nilai budaya masyarakat dari yang sebelumnya tidak Islami menjadi Islami, dan selanjutnya budaya yang Islami tumbuh dan berkembang di dalam kehidupan masyarakat.
2. Pendekatan Sikap Mental (Mental Attitude)
Kedatangan Guru tua di lembah palu telah merubah sikap mental masyarakat dalam hal pemahaman dan praktek keagamaan. Guru tua menyingkap mendung dan awan kejahilan dan menerangi dari kegelapan kepercayaan tradisional yang bertentangan dengan ajaran Islam melalui gerakan dakwah baik bi al-lisan maupun bi al-hal (Sulaiman, 2005:123).
Guru tua sebagai tokoh agama merupakan figur yang telah berjasa dalam merubah wajah Sulawesi Tengah khususnya dan kawasan Indonesia timur umumnya dengan dakwah dan pendidikan agama yang disebarkannya (Yanggo, 2013:41). Guru tua telah berhasil merubah sikap mental masyarakat dari budaya malas menjadi pekerja keras, dari budaya animisme dan khurafat menjadi budaya yang Islami sesuai tuntutan al-Quran dan al-Hadis.
Guru tua dalam mengembangkan dakwah dan pendidikan dilakukan pada tiga siklus kegiatan pendidikan yaitu :
- Mengembangkan pendidikan dan dakwah dilingkungan keluarga.
Salah satu strategi pendidikan dan dakwah yang dilakukan Guru tua untuk merubah pemahaman keagamannya adalah memperkuat pendidikan di lingkungan keluarga.
Keluarga merupakan institusi penting dalam membentuk dan membangun nilai-nilai akhlak, sebab ketika pendidikan akhlak ditanamkan sejak dini, mereka akan mengetahui nilai-nilai yang baik untuk dirinya dan berusaha menghindari nilai-nilai yang buruk (Riyanto, 2010:32).
Sebuah keluarga yang dibangun dengan harmonis akan melahirkan sikap dan akhlak yang baik dari anak-anaknya demikian pula sebaliknya jika sebuah keluarga yang istrinya mendapatkan kekerasan dari suaminya akan berdampak pada sikap dan perilaku negatif bagi anak-anaknya.
Anak-anak yang menyaksikan penyiksaan dan penderitaan yang dialami ibunya karena kekerasan akan berpengaruh pada psikis, mental dan kognitifnya sebab mereka akan cenderung meniru tindakan tersebut dikala dewasa (Kara, 2002:131).
Islam memandang bahwa keluarga merupakan tiang utama dalam pembangunan sebuah masyarakat, keluarga adalah pendidikan pertama dari yang utama.
Guru tua mendapatkan pendidikan dan akhlak yang memadai juga bermula dari keluarganya. Ayahandanya yang bernama Sayid Salim Aljufrie telah mendidiknya secara baik pada beliau dengan menyiapkan kamar khusus untuk membina kepadanya (Yanggo, 2013:16).
Pentingnya pendidikan di lingkungan keluarga sebagaimana yang telah dirasakan guru tua ketika masih mudanya menjadi pengalaman dan inspirasi tersendiri bagi beliau dalam membangun masyarakat Palu pada masanya.
Mungkin itu pula sehingga awal mula mengembangkan Alkhairaat di Palu dimulai dari sebuah rumah di kampung Baru (sekarang kelurahan Baru) selanjutnya secara bergantian dan bergilir dari satu rumah ke rumah yang lainnya dan pernah juga mengambil tempat pada sebuah ruangan tokoh kecil (Majalah gembira, 1956).
Hal ini menunjukan kalau Guru Tua telah menghadirkan ruang-ruang belajar untuk kepentingan dan menebarkan ilmu pengetahuan pada kalangan masyarakat di berbagai tempat pada masanya.
Konsep pendidikan Guru tua yang dimulai dari rumah tangga sejalan dengan apa yang digagas oleh Philips bahwa keluarga hendaknya dijadikan sebagai School of love sekolah untuk kasih sayang (James, 2005:23). Dalam Islam juga disebutkan bahwa
الأم/ مدرسة الأولئ
Artinya keluarga sebagai lingkungan pembentukan dan pendidikan karakter pertama dan utama harus lebih diberdayakan.
- Mengembangkan Pendidikan dan dakwah lewat Pendidikan formal
Lembaga pendidikan yang didirikan pertama kali Guru tua, diberi nama Madrasah al-Islamiyah Alkhairaat kemudian dirubah namanya menjadi Perguruan Islam Alkhairaat (Kambay, 2005:15).
Melalui lembaga pendidikan Alkhairaat Guru Tua mendidik dan membentuk generasi-generasi yang berilmu, berakhlak dan berkarakter, hal itu ditandai dengan luaran pertama dari perguruan Alkairaat seperti Muhammad Gasim Maragau dan Abd. Rahman Aljufri dan beberapa murid lainnya, yang kemudian ditugaskan oleh beliau menjadi guru sekaligus memimpin cabang Alkhairaat yang sudah dibuka pada beberapa tempat seperti di kabupaten Banggai dan di Luwuk (Sulaiman, 2005;83).
Keberhasilan Guru tua membangun dan mengembangkan pendidikan terlihat dari alumni-alumni Alkahairaat angkatan I,II, dan III. Mereka merupakan murid dan kader-kader yang diutus dan diberi kepercayaan menjadi guru sekaligus da’i di berbagai tempat dan daerah pada cabang-cabang Alkhairaat yang telah dibuka.
Murid-murid Guru tua yang dididik langsung oleh beliau itu, kemudian tumbuh menjadi tokoh-tokoh agama, ulama, guru, da’i, pamong desa dan lain sebagainya di tempatnya masing-masing, hal ini menunjukkan kalau begitu efektifnya model dan strategi pendidikan yang dilaksanakan Guru tua salah satunya dengan metode peer teaching.
Menurut H.S Abdillah Aljufri seperti diungkapkan oleh Noor Sulaiman[2] bahwa salah seorang lulusan pertama pendidikan Alkhairaat bernama Muhammad Gasim Maragau, seorang putra asli kaili (Palu) berasal dari keluarga yang tidak mampu, kemudian Guru tua mengambil dan memasukkan ke madrasah Alkahiraat, dididik dan dibina serta di gembleng mental dan kepribadiannya, diisi benaknya dengan berbagai ilmu pengetahuan dan akhlak sehingga menjadi cerdas berilmu.
Muhammad Gasim Maragau termasuk murid pintar diantara sekian murid pertamanya yang belajar di madrasah tersebut, dalam waktu relatif singkat ia telah menamatkan pelajaranya dan langsung diangkat menjadi pembantu (asisten) beliau dalam mengembangkan pendidikan Alkhairaat.
Keberhasilan Guru tua merubah sikap dan membentuk karakter murid-muridnya telah melahirkan kepribadian yang berwawasan keilmuan dan keagamaan, terbentuk rasa percaya diri bagi murid-muridnya.
Gasim Maragau tidak banyak mengenyam pendidikan umum kecuali hanya di Alkhairaat saja, namun ia mampu menempati dan menduduki beberapa jabatan penting antara lain sebagai kepala kantor wilayah departemen agama sulawesi utara dan Sulawesi tengah.[3]
Nilai dan semangat ini penting untuk menjadi inspirasi bagi kita semua abnaul khairaat, para simpatisan Alkhairaat bahkan masyarakat luas terutama kita di Morowali, bahwa dengan bekal pendidikan dan pengetahuan agama yang baik, seseorang sangat layak dipilih menjadi pemimpin di negeri ini, termasuk di daerah kita sulawesi tengah dan juga di masyarakat.
Artinya salah satu kriteria penting yang harus diperhatikan dalam memilih calon pemimpin adalah melihat pengetahuan dan kualitas sikap keberagamaannya. Bagaimana komitmen keberagamaanya serta kepeduliannya terhadap keberlangsungan dakwah baik melalui dakwah perorangan, kelembagaan maupun lewat perhatian dan tanggung jawabnya bagi keberlangsungan lembaga pendidikan dan keagamaan di tengah masyarakat.
- Mengembangkan pendidikan dan dakwah di Masyarakat
Sistem Guru tua mengembangkan pendidikan dan dakwah tidak dilakukan secara revolusioner di masyarakat, tetapi dilakukan secara bertahap dan penuh kearifan. Ajaran-ajaran Islam yang sudah terlalu jauh masuk dalam wilayah kebudayaan beliau tarik kembali secara bertahap kedalam ajaran Islam.
Prof Azyumardi Azrah (2013) menyatakan bahwa beliau sangat berbeda dengan ulama lain yang berpandangan tradisional seperti umumnya para ulama dari kalangan Nahdatul Ulama yang bermukim di Jawa.
Meski tergolong tradisional akan tetapi Guru tua adalah seorang penguat ketauhidan (puritanis) yang sangat keras dalam menentang bid’ah, takhayul, dan khurafat mengingat beliau sangat kuat mendukung sistem nilai terhadap tauhid.
Penutup
Peran Guru tua dalam membangun sikap dan akhlak masyarakat melalui gerakan dakwah dan pendidikan menjadi ciri utama para ulama dan pesantren di berbagai daerah lainnya, dan telah memberi kontribusi nyata dalam membentuk generasi berkualitas yang mampu menjaga akahlak dan moralitas bangsa.
Sistem pendekatan nilai-nilai budaya yang dilakukan Guru tua dalam membangun masyarakat berkarakter telah berdampak pada terjadinya pergeseran nilai-nilai budaya masyarakat dari yang sebelumnya tidak Islami menjadi Islami, selanjutnya budaya yang Islami tumbuh dan berkembang di dalam kehidupan masyarakat. Sebagian dari budaya yang islami itu sekarang, seringkali dinisbahkan sebagai budaya dan tradisi Alkhairaat.
Inilah sebagian kecil konsep, perjuangan dan muarah Guru tua dalam membangun Alkhairaat. Agar melalui Alkhairaat beribu-ribu kebaikan akan muncul, lahir dan menebar untuk kemaslahatan umat, bangsa dan Negara.
Semoga HAUL Guru tua ke 56 tahun ini dapat memberikan inspirasi dan semangat baru bagi kita semua khususnya di seluruh dataran Morowali dalam rangka meneruskan dakwah dan pendidikan Alkhairaat. Itu semua tentu akan menjadi tanggung jawab kita bersama. Semoga Alkhairaat terus berkembang dan jaya selalu.
Morowali, 12 Mei 2024 M/ 03 Zulqaidah 1445 H
Ketua PB Alkhairaat
[1] M.Noor Sulaiman, Alkhairaat dan Perubahan… Op.cit.h. 148.
[2]Ibid.
[3]Dr.KH.Abd.Basyir Mardjudo,M.Hi, Mantan Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Alumni Alkhairaat (IKAAL) Periode 2002-2008,