“Saya Dijadikan Tumbal Kasus Korupsi”

oleh -
SL, di Lapas Perempuan Desa Maku, Kabupaten Sigi, Kamis (06/06) malam. (FOTO: media.alkhairaat.id/Ikram)

Matanya sembab. Ia tetap saja terlihat goyah, meskipun berusaha kuat menyamarkan mentalnya yang rapuh.

Sesekali ia terbata, namun tetap berusaha mengurai kalimat demi kalimat agar terdengar lugas dan tegas, ketika menjawab pertanyaan wartawan.

SL inisialnya. Wanita paruh baya ini sedang ditimpa musibah atau yang disebutnya sebagai cobaan. SL tak pernah menyangka, di balik suksesnya Pilkada Gubernur 2020 lalu, ada seseorang yang harus meringkuk di penjara, dirinya.

Jika tahu musibah itu akan datang, mungkin ia tak akan pernah mau mengemban amanah menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Sulteng yang mengelola miliaran anggaran hibah Pemprov untuk kegiatan Pemilihan Gubernur Tahun 2020 silam.

Dua pasal korupsi yang disangkakan Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulteng, membuatnya tak berkutik dan harus tengadah pasrah, ketika digelandang ke mobil tahanan menuju hotel prodeo Lembaga Pemasyaratan (Lapas) Perempuan Kelas III Palu, Desa Maku, Kabupaten Sigi, kemarin sore.

Di temaram lampu Lapas Perempuan, ia pun mulai “bersenandung” mengungkap kecewa. Ia merasa dijadikan tumbal dalam kasus rasuah itu. Sangkaan penyimpangan pengelolaan dana hibah Pilgub Sulteng, harus ditanggungnya sendiri.

Suaranya mendadak lantang, ketika menyebut dua nama yang menurutnya harus ikut bersamanya ke penjara. Diawali dengan kata maaf, ia pun menyebut dua nama itu, KPA (Kuasa Pengguna Anggaran) dan bendahara.

“Mestinya kita bertiga menjadi tersangka (bersama KPA dan bendahara). Jangan hanya saya yang jadi tameng, tumbalnya. Jelas di kasus ini saya dijadikan tumbal,” ungkapnya blak-blakan, sesaat sebelum ia beranjak melepas lelah di ruang tahanan, tadi malam.

Ia menjelaskan, dirinya sebagai PPK yang notabene tidak memiliki surat keputusan (SK), tidak mungkin mengambil satu tindakan tanpa ada perintah. Begitupun dalam alur pembiayaan. Ia pun tidak mengetahui alur tarik menarik uang melalui cek dikeluarkan oleh bendahara dan ditandatangani oleh KPA.

“Makanya saya bingung, tiba-tiba saya ditetapkan sebagai tersangka. Alur keluar dan masuk uang diketahui oleh bendahara. Kalau saya tidak berhubungan dengan uang,” ungkapnya.

Ia juga memohon kepada penyidik kejaksaan agar tidak hanya menyidik dana hibah di Bawaslu Provinsi Sulteng, tapi juga di lima kabupaten/kota yang mendapat tampias dana penyelenggaraan pengawasan tahapan Pilgub, yakni Bawaslu Kabupaten Morowali, Bangkep, Parigi Moutong, Donggala dan Bawaslu Kabupaten Buol.

Sebab, kata dia, nominal dana hibah yang digelontorkan khusus ke Bawaslu Provinsi Sulteng sekira Rp8 miliar, namun yang bisa dicairkan hanya sekitar Rp4 miliar.

“Kami saja Rp4 miliar, hasil pemeriksaan BPKP ada kerugian negara Rp903 juta, lalu bagaimana pengelolaan anggaran yang lebih dari kami, perlu ditelusuri semua. Kalau provinsi saja bisa dikorek, Bawaslu kabupeten/kota yang menyerap anggaran lebih besar juga harus dikorek,” pintanya.

Usia senjanya yang seharusnya dinikmati di rumah, kini harus dijalaninya di balik jeruji besi penjara perempuan. Masa pensiunnya nanti sebagai PNS pastinya akan terasa panjang di bilik bui.

Ia belum tahu, berapa lama vonis hakim dijatuhkan setelah ketukan palu di sidang putusan nanti. Tapi ia percaya, keadilan masih ada di nurani para pengendali sidang. Ia berharap, keadilan itu akan berpihak padanya.

“Mudah-mudahan hakim dan jaksa bisa memproses kasus ini seadil-adilnya,” suaranya lirih mengakhiri percakapan.

Reporter : Ikram
Editor : Rifay