Menghadap ke arah barat, di dalam Gereja BK Porelea II, kursi ditata untuk masing-masing kelompok stakeholder, seperti tokoh adat, orang tua murid, tokoh agama, guru-guru SD termasuk kepala sekolah, PAUD, dan sekolah minggu, pengawas sekolah, pemerintah desa dan kecamatan serta kabupaten, juga Polri.
Duduk berkelompok dimaksudkan agar diskusi pendidikan dapat lebih mendalam oleh kelompok pemangku kepentingan dalam acara Sarasehan Pendidikan yang menjadi acara pembuka kegiatan Pasiar Ngata Vol.5 di Desa Polerea II, Kecamatan Pipikoro, Kabupaten Sigi, Senin (31/07).
Dalam bersarasehan tersebut, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud), Anwar, tidak hanya membuka kegiatan mewakili Bupati Sigi, tetapi juga ikut serta dalam proses sarasehan bersama Kepala Bidang (Kabid) Kebudayaannya, bahkan sejak Pasiar Ngata Vol.4 dilaksanakan di Desa Peana.
Sebelum membacakan pesan tertulis dari Bupati Sigi, Anwar memotivasi para anak, juga orang tua yang hadir agar saling mendukung dalam pendidikan. Sebab menurutnya, ada anak-anak yang ingin sekolah dan pintar tetapi orang tua tidak mampu karena ekonomi, dan ada orang tua yang mampu secara ekonomi, tetapi anak-anak tidak mau sekolah.
Upaya saling mendukung pun, tidak hanya dilakukan oleh keduanya, tetapi semua pihak, termasuk pemerintah desa, tokoh agama, tokoh adat, hingga pemda sebagaimana sarasehan pendidikan ini dilakukan.
“Jangan pernah kita merasa kecil dan minder karena kita berasal dari desa. Saya, Pak Camat, bahkan adik-adik Pengajar Muda ini juga berasal dari desa. Untuk itu terutama kepada para orang tua dan pemangku kepentingan yang ada di desa, dorong anak-anak kita. Jangan biarkan mereka, jangan kita halangi mereka untuk menggapai harapan-harapan mereka,” tutur Anwar yang mengaku berasal dari Desa Bangga, Kecamatan Dolo Selatan.
Di podium itu, Anwar mulai mengurai sambutan Bupati setelah riuh tepuk tangan memudar. Generasi muda terbaik merupakan keterwakilan dari kompetensi kelas dunia.
Pada saat bersamaan, Pengajar Muda belajar memimpin selama di penempatan agar mereka memiliki pemahaman yang utuh terhadap masyarakat di akar rumput tentunya.
Di daerah khusus penempatan Pipikoro, lanjut Anwar, masih membaca sambutan Bupati, PM diharapkan berkolaborasi dengan berbagai pihak, menjadi guru bagi anak-anak dengan mengajar kreatif serta mengenal lebih dalam konteks akar rumput Indonesia melalui interaksi-interaksi dengan masyarakat.
Ia melanjutkan, kualitas pendidikan dalam suatu wilayah bahkan daerah tidak terlepas dari kolaborasi semua pihak.
“Sekali pun dari pemerintah pusat dan pemda terus mendorong peningkatan mutu pendidikan, kalau tanpa partisipasi, tanpa peran serta, tanpa dorongan, tanpa kolaborasi dari saudara-saudara saya, orang tua-orang tua saya yang ada di Kecamatan Pipikoro, ini akan sia-sia semuanya. Keberhasilan, kemajuan, itu lebih cepat kita capai, bisa kita raih dengan kolaborasi, artinya kita dapat bekerja sama,” sambung Kepala Disdikbud.
Bentuk kerja sama itu menjadi harapan dari Anwar, agar kegiatan serupa sarasehan pendidikan dan Pasiar Ngata dilanjutkan sekalipun para PM sudah tidak bertugas di Sigi, sebab telah berakhir kontrak dengan daerah, yakni 5 tahun.
“Semoga kegiatan seperti ini terus berlanjut, bukan hanya dalam bentuk rapat-rapat komite tanpa ada penjaringan dari aspirasi orang tua siswa dan aspirasi dari masyarakat desa. Dan harapannya kegiatan ini terus berlanjut untuk menjaring aspirasi dalam menentukan kebutuhan dasar dalam bidang pendidikan,” harapnya ketika diwawancara terpisah, usai pembukaan kegiatan.
Dalam diskusi potensi pendidikan di Porelea, beberapa hal disoroti dan dipetakan menjadi kekuatan dan potensi, di antaranya swadaya masyarakat, penganggaran honor, dan dukungan wali murid.
Potensi yang ditemukan di Desa Topo Uma tersebut, antara lain pemberian beasiswa dari desa dan kabupaten yang dapat dianggarkan dari APBD/APBDes, membentuk forum komunikasi antara wali murid, lembaga adat, dan sekolah guna mengeliminasi kenakalan anak akibat pergaulan bebas, serta anak desa kembali ke desa sebagai teladan dan motivasi untuk generasi penerus.
Menanggapi hal tersebut, Kadis Pendidikan menyampaikan beberapa program pemda yang dapat diakses seperti program masagena, satu kecamatan datu dokter, juga beasiswa S1 Pertanian di Institute Pertanian Bogor (IPB), beasiswa di STT Bala Keselamatan.
Berbagai program pemda ini dapat membantu masyarakat yang memiliki ekonomi rendah untuk menyekolahkan anak-anak mereka, mengingat hasil pertanian di kampung yang tersembul di atas pasak bumi itu adalah kakao, dan kopi meski tidak banyak sebagaimana David Tampubolon, Jurnalis The Jakarta Post menulis tentang kehidupan perekonomian di Porelea.
“Pertama, ada beasiswa jenjang SMP, SMA. Untuk yang muslim, kita MoUnya dengan pondok pesantren, nah kalo untuk yang kristen, kita bekerja sama dengan Bala Keselamatan yang ada di Kalawara. Kedua, kita juga ada MoU dengan STT (Sekolah Tinggi Teologi) Bala Keselamatan yang ada di Towua. Jika yang muslim ada 20 orang yang diterima, yang kristen juga begitu, harus sama alokasinya,” ungkap Anwar.
Hari makin siang, tetapi para peserta sarasehan makin bersemangat meski belum makan siang. Mereka khusyuk mendengar informasi peluang beasiswa yang disampaikan.
Anwar melanjutkan kalimatnya, yang ketiga, program Satu Kecamatan Satu Dokter yang telah dimulai sejak tahun lalu. Sehingga tidak menutup kemungkinan, siswa-siswa tamatan SMA dari Porelea dapat mendaftar melalui kesra.
Para siswa terpilih akan dibiayai perkuliahannya di UNISA atau UNTAD hingga selesai, yang diperkirakan 1 milyar per orang. Tetapi sebelum memulai perkuliahan, penerima beasiswa harus menandatangani surat kesediaan untuk mengabdi ke kecamatan ketika studi selesai.
Hingga saat ini, baru ada 4 orang yang menerima beasiswa itu, sehingga masih ada 12 slot lagi dari 16 Kecamatan di Kabupaten Sigi.
“Yang mau kuliah di bidang pertanian, tahun ini, Pemda Sigi sudah tanda tangan MoU dengan IPB, dan telah ada satu orang yang lulus, tapi saya tidak tahu dari daerah mana tepatnya. Ada juga, dalam waktu dekat saya dan Pak Bupati atau Wakil Bupati akan menandatangani MoU dengan SMA Taruna Nusantara. Tujuannya untuk menyiapkan SDM ketika akan ke Akpol atau Akmil,” jelasnnya yang pernah aktif di pecinta alam.
Senada dengan Anwar, Camat Pipikoro, Edwin Bertonimus menerangkan bahwa jika masalahanya ada pada anggaran, desa bisa mengambil peran mencari sumber lain yang dapat dikelola, misalnya pengenaan pajak hasil bumi yang dialokasikan untuk pendidikan dan dikelola oleh pemdes.
“Bantuan akses informasi dari luar untuk mendukung pembangunan sarana dan prasarana yang tidak mengikat. Dan juga akses informasi beasiswa, sebab pemerintah pusat dan pemerintah kabupaten itu, istilahnya, banyak celah untuk kita mendapatkan bantuan biaya pendidikan,” terang Camat Pipikoro.
Berdasarkan hasil diskusi, lahir beberapa poin yang menjadi Rencana Tindak Lanjut (RTL) yang akan diteruskan ke Pemkab Sigi, dan diberikan duplikatnya ke pemerintah kecamatan, pemerintah desa, dan semua yang ikut serta bersarasehan.
Anwar bersama rombongannya meninggalkan Polerea II, menuju Gimpu, kurang lebih 20-an lebih km, melewati jembatan kayu yang menggantung ringkih di atas sungai koro, dan melewati jalan sempit yang diapit tebing dan bibir jurang.
Reporter : Iker
Editor : Rifay