PALU – Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah genjot pemeriksaan kasus dugaan korupsi Bawaslu Provinsi terkait pengelolaan dana hibah bersumber dari Pemprov Sulteng 2020 senilai Rp 56 Miliar.
Puluhan saksi bergantian memenuhi panggilan jaksa untuk dimintai keterangan terkait dugaan korupsi pengelolaan dana hibah.
“Kita jadwalkan pemeriksaan saksi Bawaslu pekan depan mulai Senin (10/4) sampai dengan Jumat (14/4),” tulis Kasi Penkum Kejati Sulteng Mohammad Ronal via whatsapp menjawab konfirmasi media ini. Kamis (06/04).
Ia menambahkan, saat ini penyidik telah meminta perhitungan kerugian negara ke BPKP.
“Penyidik telah mengajukan secara resmi permintaan perhitungan kerugian negara (PKN) ke BPKP terhitung Jumat (31/3).
“Tim penyidik sudah berkoordinasi dengan pihak auditor mengenai dokumen-dokumen dibutuhkan dalam rangka PKN. Saksi-saksi juga dalam waktu dekat diperiksa,” tulis Ronald.
Koordinator KRAK (Kualisi Rakyat Anti Korupsi) Harsono Bereki selaku pelapor merinci, 2020 Pemprov Sulteng menganggarkan belanja hibah sebesar Rp 918.079.152.823 terealisasi sebesar Rp.885.470.850.000,00 atau 96,45 persen.
Salah satu penerima hibah adalah Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi dengan nilai hibah sebesar Rp56 miliar dicairkan dalam 3 tahap yakni tahap I (40 persen) Sebesar Rp22,4 miliar Tahap II (50 persen) Sebesar Rp18 miliar dan tahap III (10 persen) Rp5,6 miliar ditahun 2020.
Dalam penyaluran dan pengelolaan dana hibah, Bawaslu diduga telah melakukan penyimpangan, penyaluran tahap II dan III dilakukan tanpa adanya laporan realisasi dana hibah tahap sebelumnya.
Selain itu, diduga dana hibah tersebut digunakan untuk kegiatan tidak sesuai peruntukannya dan kegiatan fiktif.
“Bukan hanya Bawaslu, BPKAD Provinsi juga kami lapor karena ada indikasi penyalahgunaan kewenangan oleh pihak BPKAD mencairkan anggaran dana hibah tahap II dan tahap III tanpa dilengkapi laporan realisasi,” ujar Harsono.
Dalam Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) diatur hal-hal sebagai berikut:
1) Hibah dilaksanakan sebanyak dua/tiga tahap;
2) Pada Saat proses pencairan dana hibah melalui 2 (dua) tahap atau lebih, pihak kedua melampirkan laporan realisasi;
3) Penerima hibah wajib membuat laporan penggunaan dana hibah dan mengembalikan sisa dana hibah paling lambat tiga bulan setelah pengusulan pengesahan pengangkatan calon terpilih.
Faktanya Bawaslu Sulawesi Tengah disinyalir tidak melampirkan laporan realisasi pada saat proses pencairan tahap I dan Tahap II Serta belum menyampaikan laporan penggunaan dana hibah pada tanggal 1 Mei 2021.
“Indikasi perbuatan melawan hukumnya jelas, telah menimbulkan kerugian keuangan negara akibat dari pengelolaan dana hibah tidak sesuai dengan ketentuan,” urai Harsono.
Pria brewok itu menegaskan,KRAK mengapresiasi langkah tegas serta kepedulian Kajati Agus Salim dalam membangun Sulawesi Tengah dengan menindak tegas para koruptor sengaja merampok uang negara.
“Jika ada pihak pihak coba menghambat atau melakukan intervensi terhadap proses penegakkan hukum di Kejati siapapun dia akan kami hadapi, jangan ragu Pak Kajati,” tegas Harsono.
Lanjut Harsono, bukan hanya Bawaslu dan BPKAD, KRAK juga akan melaporkan KPU Provinsi terkait pengelolaan dana hibah kurang lebih Rp 150 Miliar.
“Kami menduga modus operandinya mirip dengan dilakukan Bawaslu, tunggu saja,” ucapnya singkat.
Reporter: IKRAM
Editor: NANANG