OLEH : Rukhedi*

Realisasi investasi dalam beberapa tahun terakhir memberikan gambaran potensi ekonomi yang sangat besar di wilayah Sulawesi Tengah. Realisasi investasi penanaman modal asing dan dalam negeri sebesar 111 triliun rupiah pada tahun 2022 mencetak rekor dan pertumbuhan tertinggi.

Angka tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan anggaran belanja pemerintah provinsi Sulawesi Tengah yang hanya sekitar 4,8 triliun rupiah.

Perkembangan nilai investasi tersebut bukan hanya menggambarkan dinamika ekonomi pada tahun 2022, tetapi menjadi indikator awal produksi domestik yang dihasilkan pada masa depan.

Ekspor luar negeri yang terus meningkat meskipun beriringan dengan pandemi covid-19 diperkirakan akan semakin ekspansif. Pada tahun 2022, ekspor luar negeri Sulawesi Tengah mencapai 19 miliar USD dan 86 persen di antaranya merupakan produk logam dasar.

Tentu saja Sulawesi Tengah berkontribusi besar terhadap surplus perdagangan internasional Indonesia.

Kinerja produksi domestik secara keseluruhan juga terlihat nyata sangat menggembirakan. Produksi domestik yang diukur dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) terus tumbuh secara impresif pada 2 digit. Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah pada tahun 2022 mencapai 15.17 persen dan pada semester I-2023 tercatat sebesar 12.49 %.

Namun, cukupkah keberhasilan pembangunan daerah diukur dengan angka kuantitatif investasi dan produksi domestik?.

Kita tentu tidak menghendaki pembangunan yang dijalankan hanya sekedar mengejar kemajuan material dan modernisasi. Dalam model pembangunan seperti ini, manusia hanya diposisikan sebagai alat produksi sehingga menihilkan perlindungan terhadap aspek kemanusiaan. Sedangkan konstitusi kita telah menunjukkan tujuan pembangunan secara menyeluruh.

Pemerintah yang dikehendaki konstitusi adalah pemerintah yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Tetapi data statistik menunjukkan sisi lain pembangunan ekonomi. Sisi kesejahteraan umum dan kehidupan bangsa yang cerdas menjadi tantangan besar pembangunan wilayah Sulawesi Tengah.

Pembangunan ekonomi yang sangat ekspansif telah mendorong ketimpangan secara spasial. Indeks Williamson pada tahun 2022 telah mencapai 1,52, yang menunjukkan ketimpangan pembangunan wilayah yang sangat ekstrim.

Demikian pula angka kemiskinan yang diharapkan turun signifikan di tengah ekspansi ekonomi justeru mengalami peningkatan. Persentase penduduk miskin naik dari 12.33 persen pada Maret 2022 menjadi 12.41 persen pada Maret 2023.

Upaya mencerdaskan kehidupan bangsa di Sulawesi Tengah nampaknya juga masih menjadi ilusi. Kualitas pendidikan masyarakat masih jauh dari yang diharapkan. Pendidikan laki-laki minimal SMA turun dari 39,75 persen pada tahun 2020 menjadi 36,58 persen pada tahun 2022.

Dampak pembangunan ekonomi terhadap lingkungan juga menjadi catatan tersendiri. Kerusakan ekosistem di daratan dan lautan akibat eksploitasi sumber daya mineral berdampak pada penurunan produksi sektor pertanian sekitar kawasan.

Dua kutub yang berseberangan antara indikator-indikator ekonomi makro yang membanggakan dengan indikator-indikator sosial dan lingkungan yang memprihatinkan perlu diupayakan titik temunya. Terlebih dalam hal keberlanjutan pembangunan, diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas dan sumber daya alam yang mencukupi.

Pemerintah perlu merekonstruksi kebijakannya agar arah pembangunan dapat dikembalikan sesuai amanat konstitusi. Tentu sangat diperlukan sinergi antara pemerintah pusat dan daerah karena masing-masing mempunyai kewenangan yang berbeda. Sesuai dengan kewenangannya, beberapa kebijakan yang dapat dilakukan di antaranya sebagai berikut:

Pertama, pendidikan yang berkualitas. Investasi untuk pendidikan yang berkualitas sangat diperlukan untuk memastikan tenaga kerja yang terampil dan terdidik, yang akan mendukung pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Untuk wilayah kepulauan dan wilayah dengan akses transportasi yang sulit, sekolah berasrama dapat menjadi alternatif.

Kedua, fokus pada inklusi sosial untuk memastikan bahwa semua kelompok masyarakat, termasuk yang rentan dan terpinggirkan, mendapatkan manfaat dari pertumbuhan ekonomi.

Ketiga, membangun infrastruktur dasar seperti jaringan transportasi, listrik, dan sanitasi yang memadai untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan kualitas hidup yang lebih baik.

Keempat, selain lapangan kerja yang telah terbuka lebar, perlu didorong inklusivitas pendapatan bagi semua lapisan masyarakat, termasuk pekerja asing agar mendapatkan penghasilan yang adil, dan kesempatan yang setara.

Kelima, memastikan pembangunan ekonomi tidak merusak lingkungan alam dan berkelanjutan dalam jangka panjang. Eksploitasi sumber daya alam perlu dibatasi, baik melalui mekanisme langsung di perusahaan tambang atau transmisi tidak langsung seperti kuota ekspor. Hilirisasi jangan hanya menjadi slogan, tetapi direalisasikan sampai produk akhir yang dikonsumsi masyarakat.

Keenam, melakukan pemantauan dan evaluasi dampak kebijakan pembangunan sosial, lingkungan dan ekonomi untuk memastikan bahwa tujuan pembangunan berkelanjutan tercapai.

Ketujuh, kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan organisasi non-pemerintah sangat penting untuk mencapai keseimbangan antara pembangunan sosial, lingkungan dan ekonomi.

Kedelapan, membuat rencana jangka panjang yang mengintegrasikan pembangunan sosial, lingkungan dan ekonomi dengan visi yang jelas untuk masa depan yang lebih baik.

Kebijakan-kebijakan ini diharapkan dapat membantu menciptakan keseimbangan yang sehat antara pembangunan sosial, lingkungan dan ekonomi, yang pada gilirannya akan mendukung pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan bagi masyarakat.

*Penulis adalah Statistisi BPS Provinsi Sulawesi Tengah