Refleksi Keolahragaan Indonesia dan Penyempurnaan RUU SKN

oleh -

OLEH: Agung Ramadhan*

Sistem keolahragaan suatu negara ditentukan oleh bagaimana cara pandang negara tersebut terhadap olahraga. Di Indonesia, pembangunan olahraga didasarkan pada pemassalan budaya olahraga yang diharapkan dapat mendukung terwujudnya prestasi olahraga. Dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 2015 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (SKN), Indonesia memandang bahwa olahraga sebagai sarana untuk mencapai tujuan pembangunan.

Secara konkre,t tujuan pembangunan dapat dilihat dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), hingga program kerja Kemenpora bidang Olahraga. Dalam hal ini olahraga Indonesia dikaitkan dengan pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. Lantas, selama ini bagaimana implementasi dan pencapaian UU No.3/2005 terhadap pembangunan SDM yang berkualitas?

Konsep olahraga sebagai sarana pembangunan dapat ditelusuri jejaknya dari gerakan Sport For Development and Peace (SDP) yang dikampanyekan PBB dalam Millenium Development Goals 2000-2015 (MDGs), kemudian dilanjutkan dengan Sustainable Development Goals 2016-2030 (SDGs). Namun jauh sebelum SDP dikampanyekan PBB sebagai gerakan untuk mendukung pencapaian SDGs, Indonesia telah menggunakan olahraga sebagai sarana perjuangan yang berdimensi politik dan kemudian sebagai sarana pembangunan.

Hal tersebut dapat dilihat dari masa revolusi kemerdekaan dengan beberapa peristiwa penting. Salah satunya, penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) I/1948 di Solo, yang saat itu menjadi upaya bangsa Indonesia untuk menunjukan keberadaannya kepada dunia. Kemudian juga terlihat pada penyelenggaraan Games of the New Emerging Forces (Ganefo) di Jakarta pada tahun 1963.

Olahraga sebagai sarana pembangunan juga telah dimulai pada masa order baru. Hal itupun tampak dari munculnya panji olahraga dan penetapan Hari Olahraga Nasional (Haornas) pada tahun 1980-an. Kemudian pada 1982, muncul slogan, “memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat”. Olahraga pun menjadi bagian dari upaya untuk membangun bangsa dan negara.

BACA JUGA :  Resmikan Lapangan Sepak Takraw, Wali Kota Minta Warga Jaga Fasilitas

Penggunaan olahraga sebagai sarana pembangunan ini dapat dilihat pada saat pencanganan Haornas yang dilatarbelakangi semangat pembangunan. Menurut Presiden Soeharto, bahwa “kita tidak mungkin mewujudkan masyarakat maju, adil, dan sejahtera lahir batin seperti yang kita cita-citakan jika masyarakat kita lemah jasmani dan rohaninya.” (Kompas, 10/9/1983)

Dari kedua masa itu, gagasan dan carapandang terhadap olahraga telah menghasilkan momentum yang tepat bagi bangsa Indonesia untuk menunjukan eksistensi serta pembangunannya di tingkat internasional. Lalu pada tahun 2005, posisi olahraga sebagai sarana pembangunan pun ditegaskan melalui UU No.3/2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional.  Dengan menyebutkan, “olahraga merupakan bagian dari proses dan pencapaian tujuan pembangunan nasional sehingga keberadaan dan peranan olahraga dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara harus ditempatkan pada kedudukan yang jelas dalam sistem hukum nasional.”

Namun sejauh ini sistem keolahragaan di Indonesia ternyata belum berjalan dengan baik. Prestasi olahraga nasional dalam perjalanannya mengalami pasang surut. Bahkan pada dekade terakhir, penurunan prestasi Indonesia dalam bidang olahraga seakan sulit teratasi. Peringkat Indonesia dalam kejuaraan regional maupun internasional terus menurun.

BACA JUGA :  Mencari Jejak Identitas Kaili Rai di Tengah Arus Modernisasi

Dalam sebuah diskusi di Pusat Perencanaan Undang-undang Badan Keahlian DPR RI (11/2/2020), pemerhati keolahragaan Indonesia, Fritz E. Simandjuntak, menyatakan bahwa Indonesia tidak pernah mengulangi apalagi meningkatkan prestasinya di Olimpiade sejak 1992 dengan raihan 2 medali emas dari bulutangkis. Kondisi tersebut merupakan gambaran puncak prestasi atau defining victory.

Adapun beberapa catatan permasalahan olahraga Indonesia saat ini, antara lain overlapping kewenangan antar stakeholders, lemahnya peran pemerintah daerah, kurangnya apresiasi kepada pelaku olahraga, sarana dan prasarana olahraga yang belum terkelola dengan baik, belum optimalnya pemanfaatan teknologi, pariwisata, ekonomi kreatif dalam memajukan olahraga, serta minimnya peran pendidikan dalam keolahragaan.

Sementara itu penganggaran bidang olahraga di Indonesia secara umum masih sangat bergantung dengan dana dari Pemerintah maupun Pemerintah Daerah, serta mekanisme dana hibah dalam prakteknya pun riskan menimbulkan persoalan hukum. Kasus penangkapan Mantan Menpora RI, pada 27 September 2019 oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak terlepas dari pelaksanaan dana hibah (Kompas, 27/9/2019). Hal ini pada akhirnya akan mempengaruhi pelaksanaan sistem keolahragaan nasional, khususnya di bidang olahraga prestasi.

Prestasi olahraga Indonesia yang telah dicapai selama ini tentunya patut mendapatkan apresiasi setinggi-tingginya. Namun perkembangan olahraga Indonesia secara keseluruhan turut menuai banyak kritik dari berbagai kalangan. Oleh karena itu untuk memajukan keolahragaan secara utuh, maka perlunya mencari akar permasalahannya. Alternatif solusi yang ditawarkan, yaitu melakukan penyempurnaan regulasi yang ada pada tingkat undang-undang yang mengatur mengenai keolahragaan, yakni UU Nomor 3/2015 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (SKN).

BACA JUGA :  PT Vale Komitmen Kembangkan Bakat Olahraga Lokal

Pengusulan RUU SKN telah dilakukan sejak akhir tahun 2019 lalu, dan saat ini sedang berada di tahap pembicaraan tingkat I. Dalam proses penyempurnaan regulasi tersebut, tentunya membutuhkan kecermatan yang benar-benar dapat menyelesaikan permasalahan yang ada. Beberapa catatan permasalahan yang patut diperhatikan, antara lain mengenai perencanaan keolahragaan; pembinaan dan pengembangan olahraga; kelembagaan olahraga; sarana dan prasarana; penyelenggaraan kejuaraan olahraga, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi keolahragaan, industri olah raga; standardisasi, akreditasi, dan sertifikasi; kerja sama dan informasi keolahragaan; penghargaan; pendanaan; penyelesaian sengketa; dan pengawasan.

Selanjutnya upaya pembangunan olahraga yang didasarkan pada pemassalan budaya olahraga diharapkan tidak hanya dapat mendukung terwujudnya prestasi olahraga, melainkan juga menyadarkan masyarakat bahwa pentingnya menjaga kebugaran dan kesehatan. Olahraga sebagai sarana untuk mencapai tujuan pembangunan merupakan cita-cita besar yang telah ditanamkan sejak lama, dan tentunya di masa kini, pengembangan olahraga juga perlu dilakukan sebagai upaya memajukan bangsa dan negara di tingkat internasional.

*Penulis adalah Pemerhati Isu Sosial