PALU – Ratusan kapal tangkap ikan milik nelayan di Pelabuhan Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah, mengalami kekurangan kuota pasokan bahan bakar minyak (BBM) subsidi.
Kepala Unit Pelaksana Teknis (KUPT) Pelabuhan Perikanan Wilayah I, Abdul Rasyid mengatakan kekurangan pasokan kuota BBM itu sangat berdampak pada hasil tangkapan ikan para nelayan.
“Total kapal nelayan yang ada di Pelabuhan mencapai kurang lebih 500 kapal dan jumlahnya itu seiring waktu bertambah terus, sehingga BBM subsidi yang saat ini Kuota BBM dijatahkan oleh pertamina yg masuk di Stasion Pengisian Dealer Nelayan (SPDN) di Pelabuhan Perikanan Donggala masih kurang,” kata Rasyid di Palu, di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Donggala, Rabu (19/04).
Ia menjelaskan, total 500-an kapal itu terdiri dari 73 kapal diatas 10 gross ton (GT), sedangkan sisanya 427 dibawah 5 GT atau berlisensi dokumen Tanda Daftar Kapal Perikanan (TDKP).
Keberadaan ratusan kapal itu, lanjut Rasyid, dinilai tidak berbanding lurus dengan jumlah kuota BBM subsidi yang sudah dijatahkan oleh pertamina yang hanya sebanyak 40 ton dlm satu bulan.
Terlebih, kuota BBM subsidi 40 ton itu terbagi lagi menjadi 8 ton dalam lima kali pengiriman per tujuh hari ke stasiun pengisian Solar Paket Dealer Nelayan (SPDN) di PPI Donggala.
“Sehingga hal itu sangat berpengaruh terhadap produktivitas para nelayan di Pelabuhan Donggala yang menjadi salah satu pusat pendaratan ikan dan perputaran ekonomi Sulawesi Tengah dr sektor perikanan tangkap, dan kondisi ini sudah berjalan bertahun-tahun dengan jadwal pengiriman BBM setiap pekannya tidak menetap,” jelasnya.
Padahal, para nelayan setidaknya membutuhkan minimal 80 ton BBM dalam sebulan, dengan jatah 16 ton per tujuh hari.
Sebab, seyogyanya ukuran kapal diatas 10 GT minimal diharuskan memperoleh BBM 600 liter, untuk setiap kali trip dengan jarak 60 sampai 100 mil dalam tempo 6 hari.
Namun, berdasarkan kondisi BBM yang masuk per tujuh hari 8 ton itu, pihaknya membuat siasat hanya memberikan 420 liter bagi kapal berukuran diatas 10 GT, dan 120 liter bgi kapal dibawah GT 5 dgn jarak diats 30 Mill sehingga untuk setiap trip dengan jarak dan tempo yang terbatas.
“Karena kalau kita langsung berikan sesuai ukuran minimal 600 liter itu kepada kapal diatas 10 GT, bisa dibayangkan saja belasan kapal yang jalan bersamaan hari itu maka BBM akan langsung habis, sedangkan kapal dibawah 5 GT tidak kebagian BBM lagi,” rinci Rasyid.
Karena itu, saat ini penyaluran BBM subsidi bagi para nelayan berlangsung ketat, berdasarkan regulasi Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas).
Para nelayan pemilik kapal diatas 10 GT, diharuskan memiliki Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI), serta Surat Persetujuan Berlayar (SPB) dan Surat Laik Operasi (SLO) sebelum mengambil rekomendasi untuk memperoleh BBM subsidi. Sedangkan pemilik kapal dibawah 5 GT hanya diharuskan memiliki lisensi TDKP. Artinya kapal yg mendapat BBM adalah kapal yg sdh siap/laik laut untuk turun melaut pd hari itu.
Karenanya, pihak PPI mendorong agar penjatahan kuota BBM bagi para nelayan dapat dilakukan evaluasi, maupun peninjauan kembali antara pertamina serta pemerintah provinsi utk diberikan tambahan kuota BBM. Hal ini dalam rangka meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan nelayan.
Reporter: Izfaldi/Editor: Nanang