Islam adalah agama yang paling sempurna diturunkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala melalui hamba kesayangan-NYA, Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam (SAW). Islam, yang jika diterpakan secara kaffah berdasarkan tuntunan Nabi Muhammad SAW, akan mengatur seluruh sendi kehidupan ummat manusia, mulai dari lingkungan terkecil dalam rumah tangga, sampai ke kehidupan umum yang menyangkut banyak orang, seperti politik, social, hingga ekonomi dan keuangan. Tak ada satupun yang terlewat dalam aturan Islam, agama rahmatan lil alamin ini.
Sungguh, semua itu bermuara pada ibadah dan ketaatan ummat kepada Allah SWT, karena dalam setiap system yang diatur secara Islam itu, terdapat pahala berlimpah bagi ummat yang menjalankannya dengan benar.
Bagaimana politik bisa menghasilkan pemimpin yang amanah, bagaimana perikehidupan social yang harmonis antar pemeluk agama. Semua diatur oleh Islam. Relevansinya pun tak mengenal zaman. Tidak aturan basi dalam Islam, atau hanya untuk kaum di zaman tertentu saja.
Begitu juga dalam hal ekonomi, termasuk system pengelolaan keuangan. Islam mengatur prinsip keuangan dalam kehidupan sehari-hari.
Manusia hidup membutuhkan harta dalam rangka beribadah kepada Allah, keberlangsungan hidup untuk diri sendiri, keluarga, dan keturunannya.
Salah satu aktivitas pengelolaan keuangan paling sederhana namun sangat penting adalah menabung. Menabung adalah menyisihkan sebagian dari harta untuk keperluan masa depan.
Terkadang ada yang membedakan antara menabung dengan investasi, misalnya dari sisi jangka waktunya, risikonya, objeknya, dan skemanya.
Untuk mengetahui lebih jauh tentang prinsip keuangan Islam dengan system menabung tersebut, awak Media Alkhairaat, Abdul Hamid menemui Kepala Kantor Cabang Pegadaian Syariah Palu Plasa, H Anwar Hidayat di ruang kerjanya, belum lama.
Berikut kutipan wawancara singkat namun penuh makna tersebut:
Seperti apa prinsip–prinsip keuangan dalam Islam?
Sistem keuangan Islam adalah sistem keuangan yang dijalankan berdasarkan ketentuan syariat Islam. Sistem keuangan Islam adalah dalam ranah muamalah maliyah (sistem yang mengatur urusan harta dan transaksi antarmanusia). Dalam konsep dan pelaksanaannya, ada beberapa prinsip keuangan Islam yang bisa kita pahami dan kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Pertama, prinsip kemaslahatan. Perhatikan dengan seksama, bahwa prinsip utama adanya aturan, hukum, atau syariat (termasuk dalam bidang keuangan Islam) adalah dalam rangka menghadirkan kemaslahatan (jalb al mashalih).
Kaidah fiqh merumuskan bahwa pasangan dari jalb al mashalih adalah dar`u al mafasid (menghindari kerusakan). Itu merupakan aktivitas yang saling melengkapi satu sama lain.
Kemaslahatan ini tak bisa dilepaskan dari maqashid syariah (tujuan-tujuan syariah). Asy Syathibi dan al Ghazali merumuskan maqashid syariah terdiri dari terjaganya agama (hifzh ad diin), terjaganya jiwa (hifzh an nafs), terjaganya akal (hifzh a aql), terjaganya keturunan (hifzh an nasl), dan terjaganya harta (hifzh al maal).
Selain itu, indikator kemaslahatan adalah terpenuhinya kebutuhan dharuriyat dan hajiyat. Kebutuhan dharuriyat adalah kebutuhan yang jika tidak terpenuhi, maka akan menimbulkan kerusakan, kehancuran, kematian.
Seperti apa contohnya?
Contoh kebutuhan dharuriyat adalah makan, pakaian dan tempat tinggal. Sedangkan kebutuhan hajiyat adalah kebutuhan yang jika tidak terpenuhi, tidak akan menyebabkan kehancuran atau bahkan kematian, namun menimbulkan kesempitan dan kesulitan. Contoh kebutuhan hajiyat adalah rumah, kendaraan, dan sejenisnya.
Adakah prinsip selain kemaslahatan?
Ada, yaitu prinsip keseimbangan. Al-Qur’an Surat Al Qashah: 77 menyatakan, “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”
Tafsir Ibnu Katsir mengungkapkan bahwa carilah dari apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (keselamatan) dunia ini, yaitu gunakanlah apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu berupa harta yang melimpah dan kenikmatan yang panjang dalam berbuat taat kepada Rabbmu serta bertaqarrub kepada-Nya dengan berbagai amal-amal yang dapat menghasilkan pahala di dunia dan di akhirat.
Kalimat selanjutnya menegaskan bahwa janganlah kamu melupakan bagianmu dari (keselamatan) dunia ini, yaitu apa-apa yang dibolehkan Allah di dalamnya berupa makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal dan pernikahan. Sesungguhnya Rabbmu memiliki hak, dirimu memiliki hak, keluargamu memiliki hak serta orang yang berziarah kepadamu pun memiliki hak. Maka berikanlah setiap sesuatu dengan haknya.
Poin utama dari prinsip ini adalah agar kita selalu menjaga keseimbangan dalam hidup, baik untuk urusan duniawi dan ukhrawi, baik urusan jasmani maupun rohani.
Pepatah Arab mengatakan bahwa bekerjalah untuk duniamu seakan engkau hidup selamanya, beramallah untuk akhiratmu seakan esok hari engkau tiada.
Prinsip selanjutnya?
Prinsip persaudaraan. Sesama mukmin itu saudara. Tak disebut mukmin ketika kita tidak mencintai sesama mukmin. Sistem keuangan Islam juga harus dijalankan dalam semangat memperkuat tali persaudaraan, silaturahim, kerukunan, dan toleransi. Salah satu hal penting yang harus diperhatikan agar keuangan Islam makin kuat adalah kemauan dan kemampuan untuk saling toleransi terhadap perbedaan pendapat dalam madzhab keuangan Islam.
Agar persaudaraan terus terjalin, kerukunan terjaga, untuk kepentingan luas, mari kita tawadhu dengan arahan Ulama (Majelis Ulama Indonesia) dan Umara (Negara Kesatuan Republik Indonesia).
Terkait dengan solidaritas dan persaudaraan di bidang harta atau keuangan, Islam juga memerintahkan kepada kita untuk menunaikan zakat, baik zakat fitri, zakat mal, bahkan saat ini ada zakat profesi.
Islam juga mengajarkan pembelanjaan harta untuk sedekah, wakaf dan infaq. Al-Qur’an bahkan memberikan rumusan agar bisnis tidak merugi, maka kita diminta untuk menginfakkan harta kita di jalan Allah yang tentu saja diberikan kepada sesama kita yang membutuhkan.
Selain itu?
Ada lagi prinsip keempat, yaitu keadilan. Keadilan bisa dimaknai tidak zhalim. Keadilan dan tidak zhalim adalah sama-sama bermakna menempatkan sesuatu pada tempatnya, melakukan sesuatu sesuai kewajiban dan hak masing-masing pihak yang bertransaksi.
Al-Qur’an menyatakan bahwa jangan zhalim dan dizhalimi. Prinsip keadilan ini terutama untuk menegaskan bahwa praktik alur transaksi keuangan harus dijalankan sesuai syariat Islam di bidang muamalah, yaitu tidak menabrak larangan dalam transaksi.
Seperti apa larangan dalam transaksi?
Riba, gharar, maisir, maksiat, transaksi zat haram, transaksi batil dan lain-lain. Riba dalam pinjaman adalah ketika ada simpanan atau pinjaman yang disyaratkan adanya aliran manfaat bagi pemberi pinjaman. Sedangkan riba dalam jual beli adalah ketika ada pertukaran (jual beli) barang ribawi yang tidak memenuhi kaidah setara, sejenis, dan kontan.
Gharar adalah memastikan hal yang seharusnya tidak pasti atau memastikan hal yang seharusnya tidak pasti. Maisir adalah mengeluarkan sesuatu sedikit untuk mengharapkan banyak dari hak orang lain yang diambil secara batil, misalnya dalam permaian atau iuran atau sejenisnya.
Berikutnya adalah terpenuhinya rukun dan syarat transaksi agar transaksi tidak bathil. Setelah keadilan dalam alur akad terpenuhi, selanjutnya keuangan Islam dibangun atas prinsip rela sama rela. Ketika ada ketidakrelaan, silahkan memilih untuk tidak melakukan suatu transaksi. Ketidakrelaan bisa mengotori sahnya transaksi.
Masih ada prinsip keuangan yang lain?
Prinsip kelima atau terakhir adalah rahmatan lil alamin (rahmat bagi seluruh alam). Rahmat adalah kebaikan luar biasa yang tidak diminta, namun diberikan. Pemberian ini ditujukan untuk siapapun, tidak membedakan aspek suku, agama, dan lain-lain.
Tentu saja prinsip ini harus ditempatkan sebagaimana mestinya dalam arti tidak mengambil hak orang lain dan tidak berbuat zhalim. Prinsip ini juga mengajarkan kepada kita bahwa transaksi muamalah bidang ekonomi Islam boleh dilakukan oleh siapapun asalkan memenuhi rukun dan syarat akad.
Terkait menabung, seperti apa pandangan Islam menurut Anda?
Dalam hal ini saya memaparkannya dengan 5 cara, pertama, tunaikan yang wajib terlebih dulu. Sebelum kamu melakukan aktivitas menabung, tunaikan nafkah yang wajib terlebih dulu, baru melakukan aktivitas lain yang sunnah dan mubah.
Menafkahi keluarga adalah wajib. Jadi, sebelum menabung, tunaikanlah kewajiban terlebih dulu. Tiga kebutuhan pokok yang utama adalah sandang (pakaian), pangan (makanan), dan papan (tempat tinggal). Tentu saja, tidak usah berlebihan dalam pemenuhan kebutuhan pokok tersebut.
Kebutuhan penting selain sandang, pangan, dan papan adalah kebutuhan lain yang mau tidak mau harus dikeluarkan secara rutin dalam rangka aktivitas sehari-hari.
Contohnya adalah kendaraan. Ketika kita punya kendaraan sendiri, tetap ada perawatan, termasuk kebutuhan BBM. Ketika kita tidak punya kendaraan sendiri, tentu butuh dana harian yang kita pergunakan untuk bepergian, apalagi jika aktivitas kita berada jauh dari tempat tinggal kita.
Setelah kebutuhan pokok terpenuhi, lakukan sedekah seperti infak dalam rangka kebaikan. Jika memiliki harta yang wajib dizakati (sesuai haul dan nishab), maka lakukan zakat, termasuk zakat maal. Jika memiliki kemampuan, lakukan wakaf untuk ummat. Itulah tabungan sejati.
Kedua, istiqamah. Istiqamah dan konsisten dalam menabung, itu tidak mudah. Apalagi jika sumber dananya tidak pasti. Atau ketika sumber dananya pasti, kadangkala kita tidak tertib untuk menyisihkan sebagian harta sebagai tabungan. Istiqamah dalam menabung bisa menjadikan tabungan kita konsisten bertambah. Walaupun tambahan rutinnya tidak signifikan, namun kelak akan sangat terasa ketika dananya sudah terkumpul banyak.
Pintar-pintarlah membedakan antara kebutuhan dan keinginan, antara hal mendesak, penting, atau tidak penting. Kalaupun ada dua kebutuhan yang dirasa sama penting, milikilah mental produktif, agar barang konsumtif yang kita miliki bisa bernilai guna. Misalnya, saat kita beli kendaraan, selain untuk kepentingan sendiri juga bisa disewakan.
Jadi, istiqamalah dalam menabung dan istiqamahlah untuk lebih memprioritaskan kebutuhan yang urgent dibandingkan dengan sesuatu yang hanya menjadi keinginan.
Setelah menunaikan dua hal diatas, apa cara lain yang dilakukan?
Setelah itu cara ketiga, yakni pilih transaksi yang syariah. Menurut fiqh muamalah kontemporer, ada 3 skema menabung, yakni simpanan (wadi’ah), pinjaman (qardh), dan kepemilikan modal (mudharabah) baik untuk disimpan maupun disalurkan menjadi modal produktif.
Masing-masing skema memiliki fitur dan konsekuensi yang berbeda-beda, namun punya esensi yang sama, yakni adanya simpanan atau cadangan harta yang bisa kita pergunakan di masa mendatang.
Pada skema simpanan, pemilik harta hanya menabung dengan cara menyimpan saja hartanya, tanpa disalurkan pada transaksi produktif. Contohnya adalah penyimpanan barang di brankas atau Save Deposit Box (SDB). Pada skema pinjaman ini, pemilik harta meminjamkannya ke orang lain untuk berbagai keperluan.
Pada skema keuangan syariah, skema ini biasanya dipergunakan dalam produk tabungan dan giro syariah. Harta ini bisa dipergunakan untuk keperluan konsumtif dan produktif, namun transaksi ini bukan motif profit.
Pada skema kepemilikan modal (mudharabah), inilah yang disebut dengan investasi. Pada skema investasi benda, biasanya memiliki nilai yang cenderung bertambah, kecuali ada penyusutan. Namun pada investasi produktif, ada risiko untung, rugi atau impas.
Skema ini biasanya dipergunakan dalam produk tabungan, giro dan deposito syariah. Harta ini dipergunakan untuk keperluan produktif. Jadi, pilihlah instrumen investasi yang sudah sesuai syariah.
Hal ini sangat penting dilakukan oleh karena tata kelola keuangan syariah itu diatur dalam rangka kita memperoleh sumber dana yang halal, penggunaannya juga halal.
Keempat, pilih instrumen yang tepat. Instrumen objek tabungan sesuai syariah dibagi menjadi dua, yakni berupa aset (komoditas) atau uang. Perlakuannya berbeda-beda. Konsekuensinya juga berbeda-beda. Jika tabungan berupa aset, maka aset itu bisa dijadikan sebagai modal usaha. Misalnya kendaraan.
Selain bisa dipergunakan untuk keperluan keluarga, kendaraan bisa disewakan atau kita pergunakan sebagai modal kerja (baik untuk diri sendiri maupun orang lain).
Ada juga aset berupa barang yang nilainya cenderung naik, misalnya tanah, rumah atau emas. Investasi tanah atau rumah secara jangka panjang sangat menguntungkan, namun likuiditasnya cenderung rendah, karena belum tentu rumah atau tanah kita kita jual, nanti cepat laku. Sementara investasi kepemilikan barang yang nilainya cenderung naik dan likuiditasnya tinggi (mudah dicairkan) adalah investasi emas. Kalau kamu ingin mempraktikkan investasi jenis ini, kamu bisa datang ke Pegadaian Syariah terdekat untuk melakukan Tabungan Emas.
Bagaimana mekanisme berinvestasi emas di Pegadaian Syariah?
Di sini, kamu bisa setor tabungan dengan uang dan akan langsung disetarakan dengan emas senilai saat itu. Kamu nanti tidak lagi disebut punya saldo rupiah, namun punya saldo sekian gram emas. Dan emas tabungan kamu benar-benar bisa dicairkan.
Sedangkan, jika harta yang ingin kamu tabung berupa uang, maka pilihlah instrumen keuangan syariah yang tepat. Misalnya, tabungan, giro dan deposito syariah.
Jika kamu ingin melakukan tabungan dengan skema setoran ringan dan merupaan investasi di bursa, kamu bisa pakai produk reksadana syariah. Menabung bisa juga dilakukan melalui lembaga asuransi syariah.
Sambil menabung, kamu pun bisa memperoleh layanan jasa asuransi syariah. Tentu saja yang harus kamu perhatikan ketika kamu nabung di asuransi syariah adalah jenis asuransinya itu Asuransi Jiwa atau Asuransi Umum.
Perhatikan rinci setiap item yang tercantum dalam polis. Pelajari dengan seksama agar tidak kaget nanti pada saat ada proses klaim. Dan yang Kelima, lembaga kredibel.
Apa saran Anda ketika ingin berinvestasi di lembaga keuangan?
Hati-hati ketika kamu ingin melakukan investasi di lembaga keuangan. Pilihlah lembaga keuangan syariah, pilihlah perusahaan yang kredibel, misalnya perusahaan milik negara atau perusahaan swasta yang dianggap kredibel oleh masyarakat, cabangnya banyak, syukur sudah merupakan perusahaan terbuka (Tbk).
Pilihlah Lembaga Keuangan Syariah yang dijamin oleh LPS (Lembaga Penjamin Simpanan). Ini artinya, tabungan kamu dijamin keamanannya, tidak hilang dan bahkan memungkinkan bertambah.
Ketika kamu ingin melakukan transaksi dengan individu, pilihlah individu yang memiliki rekam jejak baik, punya karakter yang baik, jujur, amanah dan bertanggung jawab.
Lima cara menabung secara Islami ini akan semakin bermanfaat jika setelah ini, kita tetap konsisten menabung dengan cara-cara sesuai Islami. ***