PALU – Terdakwa kasus malpraktik di RSUD Anutapura Palu, dr. Heryani Parewasi Nampak menangis saat membacakan nota pembelaannya (pledoi) pada sidang lanjutan di Pengadilan Negeri (PN) Palu, Senin (28/05).

Sebelum membacakan nota pembelaannya, dr. Heryani lebih dulu meminta izin kepada Ketua Majelis Hakim, Aisa H. Mahmud untuk mencium tangan ayahnya, yang dengan setia terus hadir mendampinginya selama proses persidangan, begitupun suaminya.

Dengan berurai air mata, dr. Heryani menguraikan bahwa berdasarkan saksi-saksi dan keterangan ahli yang terungkap dalam persidangan serta berdasarkan aturan, seluruh ketentuan yang dalam penanganan pasien secsio caesaria dan ikat kandungan (kontap) telah dilakukan sesuai standar profesi, standar pelayanan rumah sakit dan SOP penanganan pasien.

Kata dia, standar pelayanan rumah sakit menyatakan penanganan pasien masuk IGD dilakukan secara kolektif dan berjenjang, sesuai dengan kompetensi sumber daya tenaga kesehatan yang ada.

Untuk itu, dr. Heryani memohon kepada majelis hakim dapat mempertimbangkan kebebasannya sebagai seseorang yang didakwa oleh penegak hukum, hanya karena pemahaman yang terbatas atas kejadian.

“Melihat hanya dari kacamata pidana secara sangat kasar pada orang seperti kami bekerja untuk kemanusiaan,” tuturnya.

Selain terdakwa, penasehat hukumnya, Andi Makkasau juga turut membcakan nota pembelaan. Pada intinya, Andi bersama tim mengatakan, dari keterangan ahli yang dihadirkan di persidangan, yakni Dr. Alfreth Langitan selaku Ketua MKEK Wilayah Sulawesi Tengah dan Dr. Jhon Abas Kaput, secara spesifik menerangkan bahwa tidak ditemukan pelanggaran etika yang dilakukan dr. Heryani Parewasi, berdasarkan pencermatan standar profesi dan SOP.

“Bahkan lebih jauh Dr. Jhon Abas Kaput menerangkan faktor pendarahan pasca persalinan adalah hal biasa dan normal bagi ibu yang melakukan persalinan, baik dengan cara normal maupun operasi cesar. Tindakan pembersihan terhadap plasenta akreta yang menempel di dinding rahim bersifat keharusan untuk menghentikan pendarahan dari kontraksi rahim yang kurang aktif,” urai Andi.

Lanjut dia, terkait dengan penyebab pasti kematian dari pasien, secara yuridis Ahli Hukum Pidana, Dr. Arief Setiawan menyatakan, satu-satunya jalan untuk menentukan sebab kematian adalah dengan melakukan otopsi (bedah mayat).

Dalam sidang pembacaan nota pembelaan yang berlangsung sekira 2 jam, ruangan hampir separuh dipenuhi rekan-rekan terdakwa sesama dokter. Nampak pula Kepala Dinas Kesehatan Kota Palu dr. Royke Abraham yang hadir untuk memberikan dukungan moral kepada terdakwa.

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Burhan menuntut pidana penjara selama 1 tahun kepada dr. Heryani Parewasi atas dugaan malpraktik yang menyebakan pasien Nur Indah Restuwati meninggal dunia, beberapa waktu silam.

Pada Agustus silam, korban Nur Indah Restuwati masuk rumah sakit dalam keadaan hamil dengan tujuan melakukan pemeriksaan kandungan, kemudian dirawat inap.

Kemudian dilakukan operasi sesar oleh terdakwa dr Heryani Parewasi, sementara dia tidak pernah melakukan pemeriksaan awal terhadap pasien.

Selanjutnya, terdakwa juga melakukan tindakan medis lainnya berupa kuratase namun tidak disampaikan kepada keluarga pasien atas tindakan kuratase itu menyebabkan pendarahan aktif.

“Akibatnya terjadi pendarahan yang menyebabkan pasien Nur Indah Restuwati meninggal dunia,” kata JPU. (IKRAM)