Di tengah mendung Kota Palu, sebuah kisah duka tak terucapkan tersimpan di depan Gedung DPRD Sulawesi Tengah. Saat hari beranjak sore pada 22 Agustus 2024, suasana di pusat pemerintahan provinsi ini tampak terjaga dalam ketenangan yang mengejutkan. Tidak ada jejak pengamanan ketat atau gerakan massa yang biasanya mewarnai peristiwa-peristiwa demonstrasi. Namun, ketenangan ini bukanlah sebuah tanda dari kedamaian.
Di bawah plang nama Gedung DPRD, bunga-bunga berhamburan dalam sebuah formasi yang menggugah rasa. Kelopak-kelopak merah, kuning, dan hijau daun pandan menyebar di tanah seperti pelipur lara yang ditaburkan dalam suasana berkabung. Tiap kelopak bagaikan sebuah perasaan yang tak tertutur, setiap warna menyampaikan pesan duka yang mendalam. Di tengah taburan bunga tersebut, sebuah batu nisan sederhana tergeletak, disematkan sebuah kertas bertuliskan merah, “Turut Berduka atas Wafatnya DPR.”
Bunga-bunga yang tampaknya seolah berkabung di depan gedung, menceritakan kisah yang jauh lebih besar. Dalam keremangan sore yang mencekam, bunga-bunga ini berbicara lebih keras daripada kata-kata. Mereka adalah simbol dari kekecewaan dan kepedihan rakyat yang merasa suara mereka tidak lagi didengar oleh lembaga yang seharusnya menjadi penyambung lidah mereka.
Taburan bunga ini mengingatkan pada tradisi tabur bunga di kuburan, simbolis sebagai penghormatan terakhir kepada sesuatu yang dianggap telah tiada. Namun, yang menambah keanehan adalah batu nisan dari sisa paving yang dipasang dengan cermat, seolah menandakan bahwa di tempat ini, tidak hanya sebuah lembaga yang telah kehilangan jiwanya, tetapi juga sebuah harapan yang terasa pudar.
Saat hujan mulai turun, kota ini perlahan-lahan memasuki malam, mengaburkan tulisan-tulisan di kertas dan membasahi bunga-bunga itu. Jalan-jalan yang biasanya penuh dengan hiruk-pikuk, kini mulai sepi, hanya diwarnai oleh gerimis yang menyapu sisa-sisa duka tersebut. Bunga-bunga perkabungan itu, meski sudah basah, tampak bertambah jumlahnya, menandakan bahwa pesan dari para pelayat tak pernah berhenti.
Di balik tampilan yang sederhana ini, ada kisah yang menghidupkan perasaan sedih dan protes. Mereka yang menaburkan bunga-bunga ini mungkin tidak dapat mengungkapkan semua rasa mereka secara langsung, tetapi dengan setiap kelopak yang tersebar di tanah, mereka mengukir sebuah pesan: bahwa harapan akan perbaikan dan keadilan masih hidup, meski dalam kesedihan dan keheningan.
Di depan Gedung DPRD Sulawesi Tengah, duka ini mengalir dalam setiap butir hujan yang jatuh, menggambarkan harapan rakyat untuk lembaga mereka kembali mendengar dan melayani dengan sepenuh hati.
Reporter : Mun
Editor : Yamin