“Perusahaan Sawit Gadaikan Tanah Rakyat”

oleh -
Suasana kegiatan Seminar Inpres Nomor: 8 Tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Sawit serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit yang digelar Walhi Sulteng, di salah satu hotel, di Kota Palu, Senin (01/04). (FOTO: IST)

PALU – Selama 10 tahun terakhir, sengketa agraria antara rakyat dan perusahan perkebunan sawit masih terus terjadi. Selama ini perusahan perkebunan sawit dianggap selalu berlindung dalam peraturan perkebunan tentang pembagian plasma 20 persen yang sudah diberikan kepada masyarakat.

Sementara itu, hingga saat ini masyarakat tidak mengetahui di mana lahan 20 persen yang dimaksud oleh perusahaan, baik lokasi maupun luasannya. Disamping itu, fakta yang mereka ditemukan bahwa, perusahaan justru menguasai 100 persen lahan yang ada dan diduga melakukan praktik pasar tanah, di mana tanah-tanah warga yang 20 persen tersebut, disertifikatkan oleh perusahan kemudian digadaikan di bank-bank tanpa sepengetahuan masyarakat.

Hal ini diungkapkan Bupati Buol, dr. Amirudin Rauf saat menjadi narasumber dalam Seminar Inpres Nomor: 8 Tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Sawit serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit yang digelar Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulawesi Tengah, di salah satu hotel, di Kota Palu, Senin (01/04).

“Ada praktik penggadaian tanah yang dilakukan oleh perusahaan tanpa sepengetahuan rakyat, dimana proses ini secara tidak langsung telah menjerat rakyat dengan utang pada bank,” ungkapnya.

Sehingga, kata dia, baik jalan, jembatan, atau apapun itu yang dibangun oleh perusahan, adalah hasil utang perusahan.

“Ini merupakan praktik buruk perkebunan sawit di Kabupaten Buol,” ujar dr. Rudi, sapaan akrabnya.

Selain itu, lanjut dia, praktik perkebunan sawit di Kabupaten Buol juga telah menurunkan kualitas lingkungan.

“Ada salah satu daerah di Kabupaten Buol terendam banjir baru-baru ini, itu jam satu malam saya turun langsung, air itu sampai di pusat,” katanya.

Apa yang terjadi, menurutnya, adalah akibat dari kapitalisasi di sektor perkebunan yang hanya menciptakan kemiskinan dan kerusakan, sebab kapitalisasi dalam hal ini adalah penguasaan lahan secara serakah oleh koorporasi.

“Jadi kalau ada yang mengatakan bahwa pendapatan rakyat meningkat atas hadirnya perkebunan sawit, saya mau diskusi dengan orang itu,” tekannya.

Saat ini, lanjut dia, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Buol sedang membuat aturan-aturan terkait persoalan perkebunan sawit yang kian memprihatinkan. Disamping itu, Pemkab juga tengah mengimplementasikan program tanah untuk rakyat dan sejauh ini sudah ada 8000 hektar tanah yang telah dibagikan kepada rakyat.

Menurutnya, apa yang dilakukan itu adalah untuk melawan dan menyelamatkan masa depan rakyat secara khusus di Kabupaten Buol.

“Apa yang saya lakukan ini adalah semata-mata demi masyarakat saya. Jadi, siapa saja yang menggangu rakyat akan saya lawan,” tegasnya. (RIFAY)