Ramang. Legenda sepak bola Indonesia dekade 1950-an hingga 1960-an digelari “Macam Asia,” memiliki hubungan baik dengan pesepak bola di kota Donggala dan Palu.
Saat sang legenda “terdepak” di PSM (Persatuan Sepak Bola Makassar), kemudian mendapat “tumpangan” di Palu.
Tulisan ini tidak bermaksud mengulas riwayat Ramang (1928-1997) karena sudah banyak yang menulis, salah satunya M. Dahlan Abubakar dalam Ramang Macan Bola (2011).
Ramang tak asing ketika datang jadi pelatih di Palu pada dekade 1970-an. Dua dekade sebelumnya sudah banyak orang mengidolakan dan beberapa orang tua ketika putranya lahir diberi Ramang.
Ketika itu (1954) di Donggala sedang mengalami kebangkitan sepak bola. PSM dengan bintang Ramang tampil di Donggala melawan Pesdo (Persatuan Sepakbola Donggala) cikal-bakal Persido.
Di antara yang mengidolakan Ramang adalah orang tua dari Ramang Said dan orang tua Ramang Paduwai. Mereka terobsesi agar putranya berprestasi seperti Ramang.
Kelak dua Ramang dari Donggala betul-betul mengukir kejayaan luar biasa di gelanggang sepak bola sesuai nama yang disandang.
Bahkan dua Ramang itu dipertemukan dengan Ramang si “Macan Asia.”
Meskipun tidak menyamai keandalan sang pelatih itu, Ramang Said dan Ramang Paduai pernah mengibarkan bendera kejayaan. Ramang Paduai dan Ramang Said mendapat tempaan dari tangan dingin Ramang.
Kehadiran Ramang di Palu atas upaya Abdul Azis Lamadjido (Bupati Donggala ketika itu) menghadirkan pula dua putra andal Ramang dari Makassar; Rauf Ramang dan Anwar Ramang memperkuat reputasi Persipal.
Peristiwa menarik ini lima Ramang bertemu satu lapangan; Ramang, Ramang Said, Ramang Paduai, Anwar Ramang dan Rauf Ramang.
Sebuah tulisan di TEMPO (21 Pebruari 1976) mencatat di antara prestasi Persipal dalam asuhan Ramang cukup membanggakan;
Harapan anak-anak Persipal terhadap Ramang memang tidak sia-sia. Debutnya yang pertama ialah bulan Pebruari 1975 dalam pertandingan persahabatan segi-tiga di Ujung Pandang.
Persipal keluar sebagai juara pertama setelah main draw (1-1) dengan PSM dan menundukkan Persib (Bandung) dengan 2-1.
Bulan Juli 1975 kesebelasan Palu ini sekali lagi mengalahkan PSM di kandang sendiri dalam perebutan kejuaraan rangking PSSI wilayah IV dengan kedudukan akhir 2-1…
Tentang sosok dan kiprah Ramang Paduai dan Ramang Said, penulis paparkan dua legenda memiliki nama pelatih yang sama.
RAMANG SAID
Berawal pada tahun 1954 saat Ramang dalam kesebelasan Makassar hadir di kota Donggala bertarung melawan Persido. Hasil perlagaan dahsyat itu, Makassar unggul 1 – 0 melawan Persido dengan salah satu pemain Said Haerollah (1910-1981) si “ular hitam.”
Masa itu, kota Donggala banyak memiliki pemain andal.
Selain Said Haerollah ada Taha Bachmid, Ahmad Brouw, Amir Repes dan Ahmad Haerollah (si kutu busuk). Tetapi Ramang memang tiada lawan di masa itu, bintang lapangan dengan “tendangan penjuru” membuat tuan rumah tak berkutik dalam tanding persahabatan tersebut.
Kedigdayaan Ramang itulah menginspirasi Said Haerollah. Kepada istrinya yang sedang mengandung, ia mengatakan bila anaknya lahir adalah laki-laki akan diberi nama Ramang. Sama dengan nama sang legenda yang dikagumi sekaligus harapan kelak sang putra dapat menjejaki lapangan sepak bola profesional.
Benar, beberapa bulan kemudian, tahun 1954 itulah lahir putra kedua Said Haerollah diberi nama Ramang Said.
Persido banyak melahirkan pemain andal direkrut menjadi pemain di Persipal, salah satunya Ramang Said.
Posisinya selalu jadi striker yang terkenal dengan tendangan mautnya, sulit ditahan oleh lawan, terutama tendangan sambung dari rekannya.
Setelah tamat SMEP Donggala, Ramang Said menjadikan bola sebagai pilihan karier hingga tak melanjutkan pendidikan ke tingkat SLTA.
Kala itu daya pukau Ramang Said di lapangan selalu diperhitungkan kawan dan lawan setiap tampil di Donggala maupun di Palu. Namanya kian berkibar dan di antara beberapa pemain, hanya Ramang Said dan Ramang Paduai lolos seleksi di Makassar untuk mengikuti Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Sepak Bola di Salatiga tahun 1975.
Di Salatiga, Ramang Paduai mengikuti diklat selama dua tahun. Sedangkan Ramang Said hanya setahun sudah kembali ke Donggala dan direkrut Persipal diketuai Abdul Azis Lamadjido.
Pada masa kepemimpinan Abdul Azis Lamadjido ada banyak pemain andal dipekerjakan di instansi Pemerintah Kabupaten Donggala. Termasuk Ramang Said. Setelah mengikuti ujian persamaan tingkat SLTA, ia diangkat jadi Pegawai Negeri Sipil sambil tetap menekuni profesi sepak bola.
Di puncak kegemilangan, Ramang Said meninggal dunia tahun 1988, masih sangat muda, 34 tahun.
Cerita tersebut diungkapkan Abdullah Said (55 tahun) adik kandung Ramang Said juga pernah menjejaki lapangan bola, tidak secemerlang sang kakak.
RAMANG PADUAI
Mantan pemain sepak bola andal dan legenda kesebelasan PERSIPAL era 1970-an hingga 1980-an membawa kecemerlangan di berbagai laga nasional.
Tahun 1975 Ramang Paduai bersama Ramang Said pernah digodok di Pusat Diklat Sepak Bola Salatiga, Jawa Tengah.
Setelah tidak aktif dalam sepak bola, sehari-hari Ramang Paduai meniti karier Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Kota Palu dan memasuki masa pensiun tahun 2013.
Bakat yang dimiliki Ramang Paduai diikuti seorang putranya yang merintis jejak langkah di lapangan sepak bola.
Penulis : Jamrin Abubakar/Editor : Rifay