Slamet juga turut menanggapi pernyataan sejumlah pihak bahwa pasal-pasal dalam UU Ciptaker yang beredar di masyarakat adalah hoax.
Menurutnya, pernyataan itu keliru karena parameter untuk mengklaim bahwa pasal itu hoax, juga masih belum jelas.
“Tidak cukup hanya mengatakan itu hoax. Coba kalau berani dibuka saja yang sudah disahkan supaya masyarakat semua bisa melihat. Sekarang ini kan Presiden selalu bilang hoax, tapi dimana parameternya hoax itu,” Pungkasnya.
Hal senada juga dikemukakan Akademisi IAIN Palu, Isna Hidayatullah. Ia mengatakan, masyarakat akan mengakumulasi pasifnya respon perwakilannya di parlemen, menjadi sebuah kekecewaan yang besar, hingga proses itu sampai menimbulkan apolitis dari masyarakat.
“Warga negara itu akhirnya tidak percaya lagi kepada politik dan tidak mau terlibat dalam politik. Efeknya nanti di Pilkada, partisipasi pemilih itu pasti akan menurun dan di Pemilu mendatang pasti juga akan menurun,” tuturnya.
Sebenarnya, lanjut dia, partai politik itu akan dinilai oleh masyarakat keberpihakannya pada saat seperti ini. Jika deretan partai politik maupun politisinya tidak berpihak pada rakyat atau tidak merespon bahkan terkesan arogan, maka sikap apolitislah yang akan menjadi titik pembalasan dari rakyat.
“Dan ini lebih mengerikan karena bisa membunuh demokrasi secara pelan-pelan,” tegasnya.
Karena itulah, sejak awal ia melihat dari tahap perencanaannya hingga pengsahan, UU Omnibus Law memang tidak pernah memberikan ruang atau pelibatan kepada masyarakat.
Reporter : Faldi
Editor : Rifay