DONGGALA – Penebangan mohon mahoni berusia ratusan tahun di tepi Jalan Lamarauna, Kota Donggala, Kamis (16/02), menuai protes dari warga.

Permohonan izin penebangan pohon itu diajukan oleh Kepala Cabang BNI Donggala, kemudian disetujui oleh Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Donggala melalui surat izin yang dikeluarkan tanggal 18 Oktober 2022 lalu.

Salah satu tokoh pemuda Donggala, Rofandy Ibrahim, menilai surat yang ditandatangani Kepala BLH Donggala, Damin tersebut jelas-jelas tidak berpihak pada pelestarian lingkungan hidup.

“Apalagi kompensasi penebangan hanya dengan tiga pot pohon yang kemudian akan ditanam di tempat lain,” kata Rofandy Ibrahim, Jumat (17/02).

Mestinya, kata dia, pohon itu tidak mesti ditebang, ada banyak solusi yang bisa diambil, tanpa merusak lingkungan.

Menurutnya, hal itu adalah pelecehan. Baginya, sebatang pohon mahoni yang berusia ratusan tahun dan mempunyai nilai sejarah itu, sama sekali tidak sebanding dengan tiga pohon tanaman.

“Masalah pohon mahoni jangan dilihat dari sisi keberadaan pohonnya saja, melainkan punya nilai edukasi dan sejarah yang cukup penting di Kota Donggala terkait dengan masuknya kolonial Belanda,” katanya.

Menurutnya, hal itu sama halnya dengan menghilangkan memori kolektif suatu daerah terhadap sejarah.

Pendapat senada disampaikan Andrifal yang juga Tenaga Ahli Cagar Budaya (TACB) Donggala. Menurutnya, pohon mahoni itu mempunya nilai budaya yang dapat dikategorikan cagar sesuai Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010.

Kata dia, di dalam salah satu pasal menyebut bahwa benda cagar budaya dapat berupa benda alam dan atau benda buatan manusia yang dimanfaatkan oleh manusia, serta sisa-sisa biota yang dapat dihubungkan dengan kegiatan manusia dan atau dapat dihubungkan dengan sejarah manusia.

“Harusnya yang dilakukan itu penataan pohon dengan merapikan daun dan rantingnya, bukan menebang habis hanya karena kepentingan lembaga tertentu. Tindakan itu sangat keliru hanya melihat dari sisi kekhawatiran, tidak melihat dari nilai-nilai edukasinya,” kata Andrifal.

Menanggapi protes tersebut, Sekretaris BLH Kabupaten Donggala, Haeruddin dan Kabid Persampahan, Syarir mengakui bahwa pihaknya memberikan izin sesuai permintaan.

“Ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan kami, yaitu keberadaan pohon yang mengganggu fasilitas umum dan dikhawatirkan dapat menimbulkan hal-hal yang tak diinginkan,” kata Syahrir.

Berkaitan dengan persoalan tersebut, pihaknya berjanji dalam waktu dekat akan melakukan koordinasi dengan BNI untuk membicarakan kembali persoalan ini dengan melibatkan beberapa stakeholder.

Reporter : Jamrin AB
Editor : Rifay