Pemulihan Bencana Berbasis Gender, Bencana Sulteng Didorong Masuk Prolegnas

oleh -
Anak-anak yang mengungsi akibat bencana gempa di Sulteng, beberapa waktu lalu mendapat hiburan berupa lomba lari karung di lokasi pengungsian, di Lapngan PS. Kelinci Sakti Tondo (FOTO : MAL/YAMIN)

PALU – Dialog bertajuk “Menuju Pemulihan Berbasis Gender” yang diinisiasi Yayasan Sikola Mombine, belum lama ini, merekomendasikan sejumlah poin penting, di antaranya memastikan komitmen pemerintah pusat dan daerah untuk memenuhi hak-hak penyintas bencana alam di Palu, Donggala, Sigi dan Parimo (Padagimo).

Selain itu, pemerintah juga harus melibatkan masyarakat dalam perencanaan dan pembangunan hunian tetap (huntap).

Tak hanya itu, pemerintah juga didorong berperan aktif memasukkan dua bencana alam di Sulteng dalam Program Legislasi Nasional (Proglegnas). Dua bencana alam yang dimaksud adalah likuefaksi dan downlift, agar masuk dalam revisi undang-undang yang baru.

Tidak kalah pentingnya, pemeritah daerah juga harus menunjukan keberpihakan politik melalui alokasi APBD, minimal 1 persen untuk penanggulangan bencana dan menyusun rencana tata ruang wilayah berbasis mitigasi bencana yang berprespektif gender.

BACA JUGA :  Warga Mengeluh, Lubang di Jalan Puebongo Tak Kunjung Diperbaiki

Dialog tersebut dihadiri sejumlah instansi terkait, di antaranya Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak (DP3A) Sulteng, Kepala Dinas DP3A Kota Palu dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Donggala.

Direktur Pelaksana Sikola Mombine, Risnawati, memandang, upaya intervensi penanggulan bencana belum bisa dikatakan inklusif. Selain itu, upaya penanggulangan bencana responsif gender juga belum dilakukan secara baik.

Ia juga menilai, penangan penyintas tidak dilakukan dengan pendekatan terhadap masyarakat.

“Kami Sikola Mombine mencoba meng-update data perubahan data terpilah untuk memastikan bahwa apakah benar asumsi kerentanan sangat terdampak pada proses bencana terjadi. Dan itu terbukti korbannya perempuan,” katanya.

BACA JUGA :  UIN Datokarama Perkuat Pencegahan Gratifikasi dengan Pembentukan UPG

Sementara itu Sekjen Pasigala Centre, Khadafi Bajerey mengkiritik sikap pemerintah yang sejak awal tidak memberikan pelayan satu pintu terhadap korban bencana.

Padahal, kata dia, pelayanann satu pintu tersebut penting untuk memastikan masyarakat dapat mengakses informasi terkait kepastian haknya.

“Sejak awal kami sudah mendorong ada layanan satu pintu kabupaten/kota, baik pendataan, maupun informasi kepastian hak,” imbuhnya. (NANANG IP)