PARIMO – Pemerintah Desa Torue, Parigi Moutong (Parimo) saat ini mempertanyakan izin Perusahaan Rafadi yang berada di Desa Tersebut.

“Sejak kami pemerintah Desa menjabat pada bulan Juli tahun 2022, informasi yang diterima izinnya telah dilakukan perpanjangan dan sampai saat ini tidak diketahui sampai kapan masa berakhirnya,” ungkap Sekdes Torue, Awaludin, ditemui,  Selasa (04/02).

Bahkan kata dia, karena ketidak tauan Pemdes Torue soal izin operasi perusahaan batu pecah itu sampai kapan berakhir, menimbulkan kekhawatiran terjadi perpanjangan lagi yang dilakukan pihak perusahaan.

Ia mengatakan, selama tiga tahun pemerintah Desa Torue yang baru menjabat, pihak perusahaan tidak pernah melaporkan atau mengunjungi pihaknya terkait aktifitas mereka.

“Pimpinan perusahaan saja untuk datang kekantor tidak ada, jangan sampai terjadi hal-hal yang tidak diinginkan kami pemerintah disalahkan,” jelasnya.

Lanjut dia, keberada perusahaan Rafadi tersebut juga, tidak memberikan asas manfaat bagi masyarakat Torue, perusahaan yang seharusnya memberikan peluang bagi warga yang bekerja sebagai pengumpul batu tidak dimanfaatkan.

Parahnya lagi, perusahaan tersebut melarang masyarakat untuk mengambil material yang berada di Sungai Torue, karena ketika mau mengambil harus mendapatkan izin dan dibuatkan proposal permohonan bagi warga yang mengambil material.

Kenapa tidak warga ditujuh desa yang berada di Kecamatan Torue bisa mengambil material disungai itu, dari pada harus membeli di Kecamatan lain.

“Ini kan aneh masa penduduk disini mau mengambil material untuk membuat tempat ibadah harus dapat izin, padahal kuala itu milik masyarakat umum. Kemudian warga yang mengumpul batu dan penyedot pasir itu mereka larang, karena sesuai izin yang dikantongi ada beberapa meter sungai masuk dalam wilayah mereka,” terangnya.

Kata dia, pihak perusahaan itu juga tidak melakukan normalisasi sungai ketinggian pasir sudah semakin meningkat, sehingga banjir bandang beberapa tahun lalu hingga masuk ke perkampungan warga akibat tidak ada normalisasi.

Ia menduga, perusahaan ini hanya mencari keuntungan semata dalam hal ini dan melakukan pengerusakan di bantaran sungai Torue. Untuk bantuan terhadap korban bajir pun tidak ada mereka berikan ini yang sangat miris.

“Mereka hanya merusak saja, kalaupun merasa memiliki karena perusahaan itu ada di Torue, maka lakukan normalisasi jangan menunggu dari Balai Sungai yang baru melakukan satu tahun atau enam bulan,” sebutnya.

Ia berharap, pemerintah daerah harus melakukan kajian kembali dampak lingkungan serta izin aktifitas perusahaan batu pecah itu, atau galian C.

“Kalau pun izinnya tidak diketahui dan kajian lingkungan juga tidak jelas, perusahaan itu harus ditutup agar tidak menimbulkan keresahan bagi masyarakat Torue,” pungkasnya.

Reporter: Mawan
Editor : Yamin