PALU – Salah satu pelaku sejarah di Sulteng, mengaku terlukai dengan pernyataan Ketua Pengurus Besar (PB) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Aminudin Ma’ruf, bahwa Bumi Tadulako (sebutan khas Kota Palu) sebagai pusatnya gerakan radikal.
Pernyataan itu disampaikan saat pembukaan Kongres PMII ke-19 yang terpusat di kompleks Masjid Agung Darussalam, dua hari lalu.
“Saya termasuk pelaku sejarah yang menyatakan bahwa orang Kaili (penduduk asli Palu) sangat santun dan tidak ada radikal. Dan saya berani katakan bahwa tanah Kaili adalah miniatur Indonesia, atau Indonesia dalam bentuk miniatur, ada di Tanah Kaili. Jadi pernyataan seperti ini, memang memang sangat melukai kita,” kata salah satu pelaku sejarah, Umar Awad Alamri, Rabu (17/05).
Buktinya, kata dia, tragedi Poso tidak bisa merembet ke Palu. Urusan di Poso, diselesaikan di Poso. Ruang gerak potensi kerusuhan dipersempit sehingga tidak sampai melebar ke daerah lain.
Bahkan kata dia, orang kristen di Poso salah, bukan berarti orang kristen di Palu juga salah. “Dan itu sudah dibuktikan oleh orang Kaili,” tutup Anggota DPRD Provinsi Sulteng itu.
Terpisah, Anggota DPRD Sulteng lainnya dari Dapil Kota Palu, Zainuddin Tambuala mengatakan, apa yang dikatakan Ketum PMII adalah keliru dan sangat mengganggu.
“Masalahnya Sulteng adalah provinsi yang terus berkembang. Kalau dibilang radikal, apa buktinya. Khusus Kota Palu, ini menafikan keberadaan Alkhairaat yang tumbuh dengan segala kesantunan,” katanya
Dia berharap, Kongres PMII itu membuat pesertanya perlu bersenyawa dengan masyarakat Palu. Organisasi sebesar PMII haruslah bisa membawa kenyamanan.
“Harusnya dia berterima kasih kepada Palu. Artinya, pernyataannya kontradiksi dengan kenyataan. Kalau memang kita radikal, Presiden pasti berpikir untuk dating,” tambahnya.
Menurutnya, realita yang ada harus ditakar dengan baik sebelum memberikan pernyataan.
“Sangat disayangkan sebagai top leader organisasi memberi pernyataan seperti itu,” imbuhnya. (RIFAY)