PALU- MFR ayah dari UNA (10) korban pencabulan oknum advokat, ABM, membantah pernyataan dari ahli PPA Sulteng dan Gerakan Perempuan Bersatu (GPB) Sulawesi Tengah terbit beberapa media Online di Sulawesi Tengah.
MFR didampingi oleh kuasa hukumnya dari Kantor Hukum Parawangsa ditemui di Jalan Labu, Kota Palu, Selasa (2/4).
Parawangsa mengatakan, dalam pernyataan Ahli PPA, Salma Masri di media terbit pada Kamis (14/3) menyebutkan, korban baru bisa memenuhi panggilan penyidik setelah panggilan ke tiga, sebab korban mengalami dampak psikologis dan kesehatan. Lalu korban mengalami stres, fisiknya melemah dan menangis. Ketika dilakukan pemeriksaan terhadap korban banyak orang-orang di sekitarnya, di antaranya rekan advokat teman pelaku.
Parawangsa membeberkan yang sebenarnya waktu pemeriksaan korban UNA (kliennya) lancar-lancar saja. Tapi ketika dari PPA datang tiba-tiba korban, sudah tidak mau bicara dan minta pulang.
“Kita juga tidak tahu, padahal sebelumnya lancar diperiksa,” tutur Parawangsa turut didampingi rekannya July Mandek.
Lalu sebut dia, terkait ada orang di ruang pemeriksaan, yang ada di ruangan hanya penasihat hukum (PH) beserta penyidik.
“Justru waktu pemeriksaan, Bu Salma masuk beserta sepupu klien kami membawa kado, dari situlah terjadi kekacauan,” kata July.
July membantah, kliennya dikatakan stres dan lemah. Hal tersebut tidak benar. Kliennya justru pada saat itu sedang flu dan batuk, sehingga dijadwalkan kembali.
Hal lainnya ujar July, terkait pemanggilan tiga kali. Pada panggilan pertama ayah dari kliennya minta pemeriksaan diundur waktunya dari pagi, digeser ke waktu siang atau sore .
“Jadi bukan ulur waktu hari, tapi agak mundur siang atau sore, tapi penyidik tidak bisa,” katanya.
Ia juga menyebutkan, terkait pernyataan menyebutkan ayah korban berubah sikap. Hal tersebut ditegaskan oleh July perubahan sikap dari ayah kliennya sebab tersinggung atas kata-kata dari Salma, memberi tekanan dengan kata-kata tak pantas pada ayah kliennya.
Sehingga ayah kliennya, memilih untuk memberikan kuasa hukum kepada pihaknya guna didampingi.
Tapi ungkap dia, terkait proses hukum tetap jalan, pihaknya selaku kuasa hukum menyesuaikan permintaan dari ayah kliennya demi kepentingan terbaik bagi kliennya.
Lalu kemudian terkait pemberitaan pernyataan Gerakan Perempuan Bersatu (GPB) dari Direktur SKP-HAM terbit pada tanggal 25 Maret, tim pengacara ditunjuk oleh ayah korban meminta berbagai syarat untuk bisa dilakukan pemeriksaan psikologi terhadap anak UNA. Salah satunya, pemeriksaan harus dilakukan di hari libur.
Pihaknya jelas dia, melakukan konfirmasi kepada ayah kliennya terkait pemeriksaan psikologi kliennya. Hal itu karena ayah kliennya tidak bisa mendampingi, sebab masih berada di luar kota, sebab ayah kliennya tidak mau bila tidak ia dampingi.
“Jadi bukan kita bikin persyaratan,” katanya.
Ia menambahkan, ayah kliennya juga merasa dilangkahi dan tidak seizin dirinya memberikan keterangan terhadap media atas kasus pencabulan terhadap anaknya, mengaku Tante dan pamannya.
Ia menegaskan, jadi tidak ada izin dari ayah kliennya untuk publikasi ke media. Sebab ayah kliennya kasihan juga terhadap anaknya.
“Dan terpenting dari upaya damai dilakukan oleh ayah kliennya bukan berangkat semata dari ayah kliennya, tapi timbul dari kedua belah pihak tanpa ada ancaman dan tekanan,” pungkasnya.
Reporter : IKRAM/Editor: NANANG