“Memang negara ini masih memandang petugas kita sebagai volunteer (relawan). Jadi bukan dilihat dalam perspektif penyelenggara pemilu di tingkat adhoc, sehingga kesukarelawan itu dilihat sebagai sebuah pengabdian,” jelasnya.
Untuk itu, kata dia, di 2024 nanti, KPU menaikkan penyelenggara adhoc. Jika di Pemilu 2019, honor KPPS hanya Rp450 ribu, maka di 2024 untuk Ketua KPPS sebesar Rp1,2 juta dan anggotanya Rp1,1 juta.
“Begitu juga kepada PPS dan PPK, semua honornya naik dari Pemilu sebelumnya,” kata Sahran.
Mantan Ketua KPU Sulteng itu menambahkan, pemberian insentif itu agar negara tidak melihat lagi badan adhoc sebagai volunteer semata, tetapi menjadi lokomotif dalam rangka membangun kualitas pemilu yang lebih baik.
“Kita bisa bayangkan jika penyelenggara adhoc ini tidak bekerja baik, maka kualitas pemilu juga tidak akan menjadi baik,” katanya.
Dalam hal pelayanan, lanut dia, KPU sudah berbasis digitalisasi. KPU memiliki SIPOL, SIDALIH dan untuk seleksi penyelenggara dari tingkat pusat sampai daerah melalui Siakba (Sistem Informasi Anggota KPU dan Badan Adhoc).
“Jadi nanti seleksi di semua tingkatan, dilakukan melalui aplikasi ini mulai dari pendaftaran. Tidak ada lagi dokumen fisik yang dimasukkan, semua secara online. Basis digitalisasi ini adalah sebagaimana apa yang kita sebut demokrasi digital,” tandasnya.
Menurut Kasubag Hubungan Partisipasi Masyarakat (Hupmas) Sekretariat KPU Sulteng, Cherly Trisna Ilyas, Rakor tersebut merupakan tindaklanjut kegiatan yang dilaksanakan di Manado oleh Divisi Parmas Provinsi dan Kabupaten/Kota.
“Kegiatan ini sebagai upaya mengonsolidasikan program kerja yang akan dilaksanakan oleh KPU dalam rangka meningkatkan partisipasi masyarakat. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa kita sudah memiliki investasi partisipasi masyarakat Tahun 2019 lalu sebanyak 83,90 persen,” katanya. (RIFAY)