PALU- Mantan wakil Ketua DPRD Parimo, Sugeng Salilama (Ketua Koperasi LEPP- M3 Tasi Buke Katuvu), Martoha T Tahir (Bendahara) Hamka Lagala (Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan) didakwa merugikan Negara Rp2,1 miliar dalam dugaan korupsi pengelolaan Barang Milik Daerah (BMD) kepada Koperasi Tasi Buke Katuvu, Desa Petapa, Kecamatan Parigi Tengah, Kabupaten Parigi Mautong, 2012-2017.
Demikian uraian dakwaan dibacakan dalam masing-masing berkas terpisah Jaksa Penuntut Umum (JPU) Andi Ichzanul dalam sidang virtual dipimpin Ketua Majelis Hakim Marliyus, Bonifasius N Ariwibowo dan Darmansyah sebagai hakim anggota sidang di Pengadilan Negeri PHI/Tipikor/Palu, Kamis (25/2).
Dalam sidang perkara ini, terdakwa Sugeng Salilama didampingi penasehat hukumnya Abdurachman Kasim, sedangkan terdakwa Hamka Lagala didampingi penasehat hukumnya, Muslim Mamulai, Benyamin Sunjaya dan
Andi menguraikan , hal itu bermula ketika, diangkatnya Sugeng Salilama sebagai Ketua Koperasi Lembaga ekonomi pengembangan pesisir Mikro Mitra Mina
( LEPP- M3) Tasi Buke Katuvu dan Martoha T Tahir selaku Bendahara 2012 padahal mereka bukan anggota atau pengurus koperasi.
Selanjutnya kata Andi, Hamka Lagala lalu menyerahkan Barang Milik Daerah (BMD) berupa dua unit kapal perikanan, yaknu kapal Inka Mina dan Kapal Arung Samudera, pengelolaannya kepada koperasi Tasi Buke, serta pabrik es Pusat Pendaratan Ikan (PPI) Petapa dan alat-alat perbengkelan, sebelumnya semua dikelola Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP).
Padahal menurut Andi, Koperasi Tasi Buke belum memperoleh status badan hukum, sehingga tidak layak mengelola aset pemerintah serta tidak layak menerima bantuan dari pemerintah.
“Status badan hukum LEPP- M3 Tasi Buke Katuvu diperoleh Februari 2013 setelah diperolehnya BMD,” katanya.
Andi mengatakan, dari seluruh BMD diserahkan pengelolanya kepada koperasi Tasi Buke, hanya pabrik es PPI dan peralatan perbengkelan diatur khusus hak dan kewajibannya.
Selanjutnya Kata Andi, Hamka Lagala dengan sengaja tidak pernah menetapkan petugas khusus dari DKP untuk melakukan pengawasan dan pembinaan atas pengelolaan pabrik es PPI dan peralatan perbengkelan.
Sehingga jelas Andi, koperasi tidak memenuhi kewajibannya berupa laporan hasil pendapatannya dan melakukan penyetoran, sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD) kepada bendahara DKP.
Penyetoran ujar Andi, hanya dilakukan kepada Martoha T. Tahir, selaku bendahara koperasi, totalnya Rp 90 juta. Jumlah tersebut, jauh lebih kecil dibandingkan hasil pembukuan selama lima tahun pengelolaannya 60 bulan/Rp5 juta, yang harusnya Rp300 juta.
“Maka terdapat kekurangan penyetoran Rp 210 juta,” imbuhnya.
Andi mengatakan lagi, dan selama menguasai Kapal Inka Mina dan Kapal Arung Samudera, terdakwa Sugeng Salilama dan Martoha T. Tahir hanya sekali membuat dan mengesahkan Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) 2013, selebihnya tidak pernah.
Andi mengatakan, Koperasi Tasi Buke Katuvu tidak mampu mempertanggungjawabkan pengelolaan aset yang menjadi kewenangannya. Yaitu pengelolaan pabrik es PPI Petapa yang macet total dengan tunggakan listrik senilai Rp76,7 juta, sejak Februari 2017 sampai sekarang.
Kemudian tidak mampu mempertanggungjawabkan, beroperasinya dua kapal penangkap ikan sejak 2016 (rusak). Saat pemeriksaan fisik, aset perlengkapan keduanya tidak ditemukan, ditaksir senilai Rp750,2 juta.
Mereka juga tidak membuat laporan produksi pengelolaan es PPI dan kapal selama beroperasi. Kemudian, tidak ada setoran PAD sejak Oktober 2015 sampai Maret 2019. Di mana totalnya Rp210 juta. Walaupun sesuai pembukuan terakhir Juni 2017, akan tetapi justru penyetoran terakhir September 2015, Rp10 juta.
Terkait tidak adanya setoran Rp 210 juta, Sugeng Salilama menindaklanjuti dengan menyerahkan jaminan sertifikat tanahnya, dua kali penyetoran ke rekening kas daerah. Penyetoran itu Juli 2019 senilai Rp15 juta, Maret 2020 Rp45 juta, totalnya Rp60 juta.
“Sehingga sisa tunggakan sampai saat ini belum dipenuhi, Rp150 juta,” katanya.
Akibat perbuatan ketiga terdakwa, Negara mengalami kerugian Rp 2,1 miliar.
Perbuatan terdakwa diancam pidana dakwaan primer pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 dan subsider pasal 3 Jo pasal 18, Undang – undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2001 tentang tentang pemberantasan tindak pidana Korupsi, Jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP, Jo. Pasal 55 ayat (1) KUHP. (IKRAM)