PALU – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) terus melakukan upaya massif guna mencegahan dini terhadap penyebaran paham radikal dan terorisme di tanah air.
Salah satu upaya tersebut adalah melalui pemberian edukasi dan pemahaman kepada masyarakat. Dalam hal ini, menjadi tugas lurah atau kepala desa, Babinsa dan Bhabinkamtibmas untuk dapat mengidentifikasi sebanyak mungkin tokoh agama dan masyarakat yang bisa diajak berkerja sama untuk melakukan tindak pencegahan terorisme.
Hal tersebut dijelaskan Deputi Bidang Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi, Hendri Paruhuman Lubis, dalam kegiatan rembuk kelurahan dan desa tentang literasi informasi melalui Forum Koordinasi Penanggulangan Terorisme (FKPT) Provinsi Sulteng, Kamis (16/5) di salah satu hotel di Kota Palu.
Menurut Hendri, kewaspadaan terhadap aksi terorisme yang dilakukan oleh kelompok jaringan teroris bukan hanya menjadi tugas dan tangung jawab pemerintah, melainkan dibutuhkan kerja sama semua pihak secara bersama.
Dalam uapaya pencegahan dini terhadap penyebaran paham radikal terorisme, perlu diberikan edukasi dan pemahaman kepada masyarakat, sehingga penyebaran paham radikal terorisme dapat dicegah sedini mungkin.
“Tujuanya agar tidak berkembang ditengah masyarakat luas terutama yang tinggal didaerah pedesaan, dimana masih banyak masyarakat yang kurang peduli tentang pemahaman ideology paham radikal terorisme, sehingga menjadi rentan berpotensi meyuburkan jaringan terorisme,” ujarnya.
Kata dia, stakeholders sangat dibutuhkan dalam rangka pencegahan paham radikal dan terorisme didaerah dengan melibatkan perwakilan pemerintah, Lurah dan Kepala Desa, sebab aparatur Lurah dan Desa merupakan ujung tombak, sebab kegiatannya selalu bersentuhan langsung dengan masyarakat, serta mengetahui dinamika perkembangan lingkungan dan bertangungjawab terhadap keamanan dan ketertiban masyarakat.
“Begitupula dengan Bhabinkamtibmas dan Babinsa merupakan aparat yang selalu melakukan kunjungan Khamtibmas secara rutin atas wilayah operasinya,” katanya.
Hendri menyampaikan bahwa terorisme adalah kejahatan luar biasa karena dampaknya terhadap masyarakat sangat besar. Tidak sebatas hanya pada jatuhnya korban jiwa dan luka, akan tetapi juga kerusakan fasilitas umum.
Sehingga Pemerintah Indonesia telah mengesahkan UU nomor 5 tahun 2018 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme.
“Masih banyak fenomena atau gejala yang menunjukan makin berkembangnya paham radikal dalam masyarakat, bebagai lembaga pendidikan dan sejumlah wilayah baru,” sebutnya.
Seperti yang terlihat keterkaitan dengan internet, dimana internet sebagai sarana yang mudah dan cepat bagi orang-orang yang belum dan sudah terpengaruh atau simpati dengan ide-ide radikal untuk mengekpresikan kepercayaannya.
“Internet dan media sosial telah mempercepat proses radikalisasi dan terbentuknya sesorang menjadi seorang teroris butuh waktu 5-6 tahun, namun melalui internet dan Medsos hanya butuh 0-2 tahun saja,” sebut Hendri.
Sehingga upaya penanggulangan terorisme yang paling efektif dilakukan dengan memberdayakan sumer daya nasional, serta berporos pada kemitraan.
“Meskipun terori memiliki dimensi regional dan internasional, penanggulangan dab penyelesaian masalah teroris yang paling ideal sesungguhnya berada pada aras local dan nasional,” pungkas Hendri Paruhuman Lubis. (FALDI)