PARIMO – Anggota Komisi II DPR RI, Longki Djanggola, menilai rencana pemisahan Pemilu nasional dan lokal perlu dikaji serius agar tidak menimbulkan persoalan baru dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Gagasan tersebut menguat setelah Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 memutuskan Pemilu nasional—presiden, DPR, dan DPD—dipisahkan dari Pemilu lokal yang meliputi pemilihan gubernur, bupati/wali kota, serta DPRD.
Longki mengaku sepakat dengan pemisahan itu, namun ia menekankan pentingnya perhitungan matang, terutama terkait jeda waktu dua setengah tahun antara Pemilu nasional dan Pemilu lokal.
“Jika jedanya terlalu panjang, maka pejabat sementara (Pj) kepala daerah bisa menjabat terlalu lama. Kondisi ini berpotensi mengganggu pola periodisasi pemerintahan lima tahunan,” kata Longki dalam kegiatan penguatan kelembagaan Bawaslu Parimo, Ahad (7/9).
Ia juga menyoroti nasib anggota DPRD jika Pemilu dipisahkan. Menurutnya, perlu kejelasan apakah masa jabatan mereka akan diperpanjang, diberhentikan, atau diganti antarwaktu.
“Jangan sampai aturan baru justru bertentangan dengan undang-undang yang berlaku,” ujarnya.
Lebih jauh, Longki menyebut pembahasan mengenai Pemilu lokal dan regulasi baru akan menjadi agenda DPR RI pada 2026. Karena itu, ia mendorong seluruh pihak untuk memberikan masukan konstruktif.
“Pemilu lokal tidak boleh berhenti sebatas wacana. Ia harus menjadi jawaban atas kebutuhan demokrasi sekaligus menjaga stabilitas pemerintahan,” pungkasnya.