Lindungi Karya Seni, Pemusik Tradisi Sulteng Diajak Bergabung Menjadi Anggota LMK

oleh -
Ketua DKST Sulteng, Jamaludin Mariadjang saat membuka kegiatan sosialisasi dan workshop terkait LMK di Kota Palu. (FOTO: IST)

PALU – Komunitas Pedati dan Lembaga Aid Art Creative Tadulako menginisiasi sosialisasi dan workshop terkait Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) di bidang lagu dan musik tradisi nusantara, di Kota Palu.

Kegiatan yang difasilitasi Perkumpulan Damai Kaili Semesta (DKS) itu berlangsung selam tiga hari, mulai tanggal 28 sampai 30 November 2022.

Kegiatan itu sendiri diwarnai antusias para seniman tradisi dari berbagai daerah, mulai dari Parigi Moutong, Sigi, Kota Palu, hingga Poso serta puluhan sanggar dan mahasiswa, guru-guru seni dari persatuan guru seni Budaya Sulteng.

Jalannya kegiatan menghadirkan Jamal Gentayangan, pemateri dari Jakarta yang juga seorang komposer serta dosen musik komposisi di empat kampus seni yang ada di Indonesia, salah satunya Institut Kesenian Jakarta (IKJ).

Pemateri, Jamal Gentayangan, menjelaskan kehadiran LMK Musik Tradisi adalah salah satu upaya menyelamatkan aset bangsa sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor: 05 Tahun 2017 tenang Pemajuan Kebudayaan.

“Banyak contoh, salah satunya lagu Maumere yang terkenal sampai ke negara tetangga namun tidak dihargai,” katanya.

Setelah didaftarkan di LMK dengan proses managemen yang baik dan terdaftar di Dirjen HAKI, lalu dikelola LMK, dengan sendirinya pendapatan pembuat lagunya juga berlimpah.

Sejauh ini, lanjut ia, negara sudah cukup memberikan upaya perlindungan dan memberikan ruang, namun sayangnya tidak dimanfaatkan baik oleh pelaku seni tradisi.

“Itulah tujuan sosialisasi ini untuk mengajak semua elemen agar terbangun ekosistem yang baik untuk mamajukan budaya,” katanya.

Ia mengajak kepada para pelaku seni agar memanfaatkan kesempatan baik ini dengan mendaftarkan diri sebagai anggota LMK. Syaratnya, kata dia, memiliki karya musik barnuasa tradisi dan sudah pernah direkam atau dipublikasi di media sosial.

Setelah terdaftar dan terigistrasi secara nasional, lanjut dia, maka LMK akan turun kembali melakukan sosialisasi kepada anggota untuk mendampinginya dalam proses produksi pengkaryaan.

“Ada pula pendampingan hukum untuk melindungi karyanya dengan mendaftarkannya ke Dirjen HAKI. Pemilik karya juga dapat mengetahui berapa besar royalti yang diterima atas karyannya,” jelasnya.

Sementara itu, Ketua Dewan Kesenian Sulawesi Tengah (DKST), Jamaluddin Mariadjang, saat membuka kegiatan, berharap, kegiatan seperti ini harus terus dilaksanakan, bahkan sangat penting untuk dilakukan di daerah lain di Sulteng.

“Sebab aset daerah kita sangat banyak, khususnya musik tradisi yang sama sekali belum tercatat secara kelembagaan. Pengelolaannya pun belum berdampak pada masa depan pelakunya,” katanya.

Kata dia, kehadiran LMK adalah sebuah kesempatan bagi pemusik tradisi. Ia juga berharap kegaitan kali menjadi langkah awal untuk mengangakat khasanah musik tradisional daerah ke kancah nasional dan internasional.

Bahkan, kata dia, LMK juga telah membangun manajemen berkelanjutan. Bila pemilik karya tradisi meninggal dunia, maka hasil dari royalti karya seninya dapat diwariskan ke generasi berikutnya.

“Saya berharap LMK dapat mewujudkan impian pemusik tradisi akan keselamatan karya dan jerih payahnya bisa terbayarkan,” harap Jamal.

Manajer Pertunjukan Dewan Kesenian Sulawesi Tengah (DKST) sekaligus kompuser lagu tradisi, Smiet Lalove, mengatakan, kegiatan kali ini sebagai bentuk keprihatinan Pedati dari kegelisahan bersama pekerja seni dan pemusik tradisi akan masa depan kesenian tradisi, khususnya musik tradisi yang ada di Sulawesi Tengah.

“Selama ini musik tradisi kita hanya dijadikan objek oleh orang tertentu yang mementingkan kepentingan pribadi dan kelompok sebagai alat mendongkrak popularitas, entah sebagai media kampanye dan sebagainya,” ungkap Smiet, Selasa (29/11).

Namun, kata dia, orang-orang yang memanfaatkan tersebut tidak berupaya untuk menyelamatkannya agar tidak terjadi kepunahan.

“Sehingga banyak karya tradisi yang hanya sampai di panggung. Selain itu juga tersebar di media sosial sebagai bentuk dokumentasi biasa atau juga pertunjukan biasa yang hanya menambah income bagi yang mempublikasikannya, namun tidak memikirkan bagaimana mempersiapkan generasi pelanjutnya,” ujarnya.

Winoto Sunaryo, selaku Ketua Umum Damai Kaili Semesta (DKS), mengatakan, pihaknya tidak memberikan tarif khusus kepada peserta dalam kegiatan tersebut.

“Ini semata-mata bentuk kepedulian DKS dengan moto “Mosi Peili Mosi Patuvu” yang artinya saling peduli, saling menghidupi,” ujarnya.

Menurutnya, jika ada yang memberikan bayaran, pihaknya juga tidak menolak sebab dananya juga digunakan kembali untuk memperbaiki sarana ada serta meningkatkan pelayanannya.

Reporter : Hamid
Editor : Rifay