PALU- Badan Narkotika Nasional Provinsi Sulawesi Tengah masifkan sosialisasi Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika (P4GN) dikalangan masyarakat. Kali ini, mereka menyasar pegiat media sosial dan kalangan wartawan.
Bertempat di salah satu hotel dibilangan S.Parman, Palu, Kamis (12/11), 50 orang dihadirkan dalam satu forum yang dikemas dalam bentuk talksow media yang mengusung tema Peran Media Informasi dalam Mendukung Program P4GN.
Selain para wartawan dan penyiar radio, pegiat media sosial, khususnya Instragram (IG), semisal Lucky Tembang, LPH hitam putih, anakuntad.com dan soalpalu turut diundang untuk mengkampanyekan informasi dari BNN terkait dengan program nasional pencegahan, pemberantasan, penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika di Sulawesi Tengah.
Kepala BNN Provinsi Sulawesi Tengah Brigadir Jenderal Polisi Sugeng Suprijanto bertekad mewujudkan program “Bersinar” Sulawesi Tengah Bersih tanpa Narkoba.
Dia mengajak para pegiat media sosial, wartawan dan penyiar radio dan televisi yang hadir untuk mengkampanyekan melalui akun dan media masing-masing, tagar “#hidup100persen. Sadar, Sehat, Produktif dan Bahagia”.
Sementara itu, Akademisi Untad, Dr. Rahmat Bakri memaparkan relasi media dengan publik, perbedaan media konvensional dan media sosial dan regulasi yang mengatur kode etik media.
Mantan jurnalis Radar Sulteng itu mengatakan, media dapat menimbulkan gejolak sosial di masyarakat jika disalahgunakan.
“Bagi wartawan madya dan utama tidak menjadi soal karena sudah paham rambu-rambu etika jurnalistik, tapi bagi wartawan pemula, karena masih baru semangatnya menggebu-gebu sehingga terkadang menimbulkan masaalah. Begitu juga halnya media sosial, apalagi yang siaran langsung belum terverifikasi, tapi hati-hati bagi pengguna medsos yang salah, akan berhadapan dengan UU ITE,” ujarnya.
Pada kesempatan itu Rahmat Bakri mengulas tuntas perbedaan yang mencolok antara media konvensional dengan media sosial mulai dari produser, prosedur, materi, dan regulasi.
“Media konvensional memiliki badan hukum, sementara media sosial bersifat individu. Begitu juga dalam hal prosedur, media konvensional mendahulukan asas konfirmasi dan verifikasi sementara medsos bersifat langsung,” jelasnya.
Pakar hukum administrasi negara itu menambahkan, perbedaan yang paling mencolok antara keduanya adalah, media konvensional menyajikan berita dengan standar yang sudah ditentukan, sementara medsos hanya bersifat informasi.
“Masing-masing sudah diatur regulasinya, media ada undang-undang pers dan undang-undang penyiaran. Sementara bagi yang melakukan pelanggaran di medsos diatur dalam undang-undang Informasi dan transaksi elektronik atau lebih dikenal dengan UU ITE,” pungkasnya.
Reporter: Iwan Laki
Editor: Nanang