PALU – Yayasan Kelompok Perjuangan Kesetaraan Perempuan Sulawesi Tengah (KPKP-ST) bekerja sama dengan Yayasan Inisiatif Perubahan Akses Menuju Sehat (IPAS) Indonesia menyelenggarakan Pelatihan Remaja Pengelola Posko Informasi Pencegahan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak (KtPA).
Kegiatan ini diikuti oleh 30 remaja, masing-masing dua orang perwakilan dari 15 desa di Kabupaten Sigi, Donggala, dan Parigi Moutong.
Ketiga wilayah tersebut merupakan wilayah kerja Program CERAH (Perempuan Cakap dalam Menjaga Dampak Perubahan Iklim), sebuah program yang mendorong penguatan kapasitas komunitas dalam menghadapi dampak perubahan iklim dengan perspektif gender dan hak asasi manusia.
Pelatihan ini bertujuan membekali remaja dengan pengetahuan dan keterampilan dalam mengelola informasi terkait kekerasan terhadap perempuan dan anak, termasuk upaya pencegahan perkawinan anak.
Di tengah meningkatnya penggunaan ruang digital peserta juga dibekali pemahaman mengenai Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO), mulai dari deteksi dini, pencegahan hingg pemberian dukungan awal bagi korban.
Remaja diposisikan sebagai aktor penting dalam pencegahan kekerasan berbasis komunitas melalui pengelolaan Posko Informasi dan Pencegahan KtPA di tingkat desa.
Selain isu kekerasan berbasis gender, pelatihan ini mengangkat keterkaitan krisis perubahan iklim dengan meningkatnya kerentanan sosial, khususnya bagi perempuan dan anak.
Peserta diajak memahami bagaimana dampak perubahan iklim dapat memperbesar risiko kekerasan dan memengaruhi kesehatan reproduksi, terutama pada kelompok rentan di tingkat komunitas.
Selama tiga hari, remaja mengikuti sesi diskusi dan praktik terkait pengelolaan posko informasi yang aman dan ramah perempuan serta anak, komunikasi yang sensitif gender dan usia, serta pengenalan tanda-tanda kekerasan fisik, emosional, dan perilaku, termasuk perundungan dan kekerasan siber, kekerasan dalam pacaran, serta pelecehan.
Kegiatan ini selaras dengan komitmen nasional dalam mewujudkan lingkungan yang aman bagi perempuan dan anak, penguatan ruang digital yang berperspektif gender, serta pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya pada aspek kesetaraan gender, perlindungan anak, kesehatan, dan ketahanan sosial terhadap dampak perubahan iklim.
Ketua KPKP-ST, Soraya Sultan, menyampaikan, pelibatan remaja dalam pengelolaan posko informasi merupakan strategi penting dan jangka panjang dalam memperkuat dan memperluas upaya pencegahan kekerasan berbasis komunitas, perlindungan terhadap perempuan dan anak serta pemenuhan hak asasi manusia.
Menurutnya, remaja diharapkan mampu berperan sebagai agen perubahan, membangun kepemimpinan dan mendorong partisipasi masyarakat dalam menciptakan lingkungan yang aman dan inklusi.
Sehingga, kata dia, remaja perlu dibekali kemampuan untuk mendeteksi dini kasus kekerasan, mencegah terjadinya kekerasan, serta memberikan dukungan awal bagi korban secara aman dan beretika.
“Pelatihan ini memperkuat kapasitas remaja sebagai Pelopor di komunitas mereka. Remaja didorong keterlibatan generasi muda untuk berperan aktif dalam menghadapi tantangan kekerasan berbasis gender, dampak sosial terhadap perubahan/krisis iklim, menciptakan lingkungan yang aman dan peduli terhadap perlindungan perempuan dan anak di tingkat desa,” ujar Soraya.
Selain membahas kekerasan terhadap perempuan dan anak secara umum, pelatihan ini juga mengangkat isu KBGO yang semakin marak seiring meningkatnya penggunaan ruang digital.
Peserta dilatih mengenali berbagai bentuk kekerasan, baik fisik, emosional, maupun perilaku, termasuk perundungan siber, kekerasan dalam pacaran, dan pelecehan.
Isu perubahan iklim turut menjadi bagian penting dalam pelatihan ini. Peserta diajak memahami keterkaitan antara dampak perubahan iklim dengan meningkatnya kerentanan sosial perempuan dan anak, termasuk risiko kekerasan dan persoalan kesehatan reproduksi. Pendekatan ini menegaskan bahwa krisis iklim memiliki dampak multidimensi, termasuk pada pemenuhan hak-hak dasar kelompok rentan.
Salah satu pembicara, Noval A. Saputra, menekankan bahwa peran remaja dalam Posko Informasi dan Pencegahan KtPA bukan sebagai penegak hukum, melainkan sebagai pendengar awal, penyampai informasi, dan penghubung korban dengan layanan pendampingan yang tersedia. Dengan pendekatan empatik dan tidak menghakimi, remaja diharapkan mampu menciptakan ruang aman bagi korban untuk berani berbicara.
“Remaja sangat dekat dengan realitas sosial di lingkungan desa, bahkan mereka sering menjadi pihak pertama yang mendengar, melihat dan mengetahui adanya tanda-tanda kekerasan, baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun pergaulannya. Sehingga menjadi penting bagi mereka dibekali perspektif tentang hak asasi manusia, dasar gender, serta alur dan mekanisme rujukanatau pelaporan yang tepat,” ujar Noval. ***

