Kajian Perbandingan Internasional

Model pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat di Kanada (duty to consult), Korea Selatan (pengakuan norma adat dalam KUHP), Australia (Native Title Act 1993), India (Scheduled Tribes Act 2006), dan landasan internasional ICCPR Pasal 27 memberi pelajaran penting.

Pendekatan yang menekankan konsultasi aktif, pengakuan norma adat dalam hukum nasional, mekanisme verifikasi kepemilikan adat lewat proses peradilan, pelibatan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya, dan perlindungan hak minoritas budaya dapat dijadikan referensi dalam memperkuat kebijakan pengakuan MHA di Sulawesi Tengah.

Kesimpulan

Eksistensi KARAMHA dan peran PKBH Untad secara sinergis mewujudkan paradigm hukum inklusif dengan menjadikan pengakuan dan perlindungan MHA sebagai income generating immateriil yang memperkuat legitimasi kampus dan membangun public trust.

Keberhasilan pencantuman hutan adat dalam RTRWP Sulteng adalah terobosan nasional yang harus diikuti dengan harmonisasi regulasi dan penguatan kelembagaan.

Roadmap 2025-2045 menjadi peta jalan strategis untuk memastikan pada Hari Masyarakat Adat Sedunia 2045, pengakuan hak MHA bukan lagi perjuangan, melainkan kenyataan yang dinikmati.

Rekonstruksi dan kajian kritis terhadap Naskah Akademik Raperda PPMHA di Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2025 menegaskan bahwa instrumen hukum ini memiliki urgensi yang tak terbantahkan.

Dengan mengadopsi perspektif hukum inklusi, Raperda ini dapat bertransformasi dari sebuah dokumen formal menjadi sebuah alat perubahan yang substantif, yang mampu mengisi kekosongan hukum, mengatasi kesenjangan struktural, dan memberikan perlindungan nyata bagi MHA.

Kontribusi akademis dari PKBH LPPM Untad, melalui riset, pendampingan, dan advokasi, menjadi pilar penting yang memastikan bahwa Raperda ini tidak hanya memenuhi amanat normatif, tetapi juga responsif terhadap kebutuhan riil di lapangan.

Keberhasilan Raperda ini bergantung pada komitmen pemerintah daerah untuk tidak hanya mengesahkan Ranperda, tetapi juga mengimplementasikannya secara konsisten, transparan, dan partisipatif, demi terwujudnya pembangunan yang berkeadilan, berkelanjutan, dan menghormati keberagaman budaya.

*Penulis adalah Kapus KBH LPPM Universitas Tadulako