PALU – Puluhan massa dari Front Pemuda Kaili (FPK) Sulteng mendatangi Gedung DPRD, Rabu (17/05) siang. Mereka datang menyampaikan protes perihal pernyataan Ketua Pengurus Besar (PB) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Aminudin Ma’ruf, bahwa Bumi Tadulako (sebutan khas Kota Palu) sebagai pusatnya gerakan radikal.
Itulah menurutnya, yang menjadi alasan organisasi tersebut menggelar Kongres-nya yang ke-19 di Kota Palu.
Usai dari DPRD, para anggota FPK yang berasal dari beberapa daerah itu sudah berniat mendatangi langsung lokasi Kongres di kompleks Masjid Agung Darussalam Palu. Mereka ingin agar kongres dihentikan sebelum Ketum-nya menyampaikan permintaan maaf.
Untungnya, sebagian yang lain masih berpikir untuk menemui Forkomindah yang saat itu sedang melangsungkan rapat di salah satu restoran. Mereka diterima Danrem 132/Tadulako, Kolonel Inf, Muhammad Saleh Mustafa, Direktur Intelkam Polda Sulteng, AKBP Lilik Apriyanto dan sejumlah anggota DPRD Sulteng.
Disana, mereka sudah diberi jaminan oleh kepolisian yang berjanji secepatnya menengani persoalan tersebut. Mereka juga menjamin akan meminta Ketum PMII untuk minta maaf sebagaimana tuntutan FPK.
“Jadi sampai disini saja, kebetulan sudah ada jaminan dari kepolisian,” kata Ketua FPK, Erwin Lamporo.
Sebelumnya, Sekretaris Umum FPK, Bobi Hidayat mengaku mendengar langsung pernyataan Ketum PB HMI tersebut.
“Sekarang ini yang pengen kami lakukan adalah, hentikan kongres ini sebelum ada permintaan maaf. Kalau tidak kami akan duduki kongres PMII,” tegasnya.
Senada juga disampaikan Anggota FPK, Tesar. Menurutnya, pihaknya sudah melaporkan persoalan tersebut kepada Polda Sulteng. Mereka meminta Polda agar secepatnya bertindak, bukan dalam waktu satu kali 24 jam, tapi hari ini.
“Tidak hanya minta maaf, yang bersangkutan harus mendapat sanksi adat, givu. Pertama dengan denda material berupa kerbau dan kedua usir, bukan personalnya tapi lembaga diusur, berarti kongresnya deadlock,” tegas Tesar.
“Harus ada sanksi adat kaili, digivu setidaknya bisa mengobati luka kita,” tambahnya.
Sementara perwakilan FPK lainnya, Sidik, mengatakan, kepolisian harus mengamankan Ketum PMII dulu. Setelah itu baru dituntut minta maaf.
“Kalau tidak, kita yang tutup kongres,” tegasnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, kedepan ada Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Palu dan Masyarakat Ekonomi Asia (MEA). Rencana itu tercoreng dan bakal tidak ada investor yang mau masuk hanya karena statemen Ketum PMII itu.
Sementara Wakil Ketua FPK, Sumitro menyatakan, langkah yang ditempuh FPK adalah pembuktian bahwa tidak ada radikalisme di Sulteng.
“Kita buktikan, kita masih mau ke dewan. Seandainya kami radikal, maka kami sudah masuk kesana dengan parang, tidak perlu lagi kita pake prosedur seperti ini. Tapi kami mau buktikan bahwa kami tidak radikal, ada protap yang kami tempuh, tidak semena-mena melakukan aksi,” katanya.
Namun, kata dia, jika tidak ada tindakan secepatnya dari kepolisian, maka pihaknya bisa saja lakukan tindakan yang lebih tegas.
Direktur Intelkam Polda Sulteng, AKBP Lilik Apriyanto, meminta kepada FPK untuk mempercayakan penanganan masalah itu kepada pihak kepolisian.
“Percayakan semuanya kepada kita, jangan lagi ada upaya dan lain-lain. Berikan kami kesempatan dan buat sejarah kepada republic ini bahwa kongres PMII di Palu, aman tidak seperti tempat lain,” katanya.
Terkait sanksi adat, kata dia, pihaknya mempersilahkan dan tidak akan menghalangi.
Sementara Danrem 132/Tadulako, Kolonel Inf, Muhammad Saleh Mustafa, mengatakan, dia sudah melakukan komunikasi dengan Ketum PMII. Dia yakin tidak ada niat dari yang bersangkutan untuk sengaja menghina daerah ini.
“Kita harus tabayyun, kita harus terus komunikasi. Jika memang ini unsur penghinaan, laporkan sebagai kasus penghinaan atau pencemaran nama baik, ada hukum. Tapi yang perlu kita hindari disini adalah kekacauan, kekisruhan bahkan sampai tindakan anarkis. Mari kita percayakan ke kepolisian,” tutupnya.(RIFAY)