KNPI Palu Resah, Penggunaan Medsos Tidak Terkendali

oleh -
Diskusi KNPI Palu dengan tujuan mengajak pemuda untuk melawan perilaku intoleransi. (FOTO: MAL/FAUZI)

PALU – Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kota Palu mengajak kelompok pemuda di Provinsi Sulawesi Tengah untuk melawan perilaku intoleransi yang saat ini sudah sangat meresahkan.

Kegiatan yang dikemas dalam diskusi itu dilaksanakan di salah satu caffe di Kota Palu, pekan lalu dengan menghadirkan narasumber Akademisi Universitas Tadulako Dr Muhammad Khairil, sekaligus pakar media komunikasi. Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Palu, Zainal Abidin, Wakil Direktorat Intelejen Polda Sulteng AKBP Suliyono serta Wakil Wali Kota Palu Sigit Purnomo Said.

Ketua KNPI Kota Palu, Fitri Kenedy mengatakan, dilaksanakannya kegiatan itu, dikarenakan keresahaan dan kegelisahaan dari kalangan pemuda, akibat penggunaaan media sosial yang yang sudah tidak terkendali lagi. Selain itu, perilaku yang tidak toleran yang banyak terjadi saat ini, dikhawatirkan menjadi salah satu pemicu munculnya sikap radikalisme, dan pada akhirnya merugikan semua pihak.

BACA JUGA :  dr Reny Tekankan Pentingnya Pemberdayaan Masyarakat Desa

“Kegiatan ini spontan saja dilaksanakan, dengan mengusung tema bersama melawan perilaku intoleran,” ungkap Fitri.

Fitri berharap, ratusan peserta yang hadir dalam kegiatan tersebut, dapat mengambil ilmu dan pengetahuan baru, yang bisa dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari, khususnya melawan perilaku yang tidak toleran dan berlawanan dengan nilai-nilai kebangsaan dan ke-Indonesia-an.

Pada kesempatan itu, pakar media komunikasi Dr Muhammad Khairil menyampaikan materi pengaruh media terhadap proses melawan intoleransi. Dia menyebutkan, media sosial memiliki kelebihan dan kekurangan dalam hal fungsinya untuk memberikan kekayaan informasi dan pendidikan. Sementara disfungsinya dapat memberikan efek yang lebih besar, yang berujung pada sikpa intoleran. Apalagi mereka yang memegang kekuasaan di media.

Demikian pula, kasus-kasus penistaan agama, dimana, kasus demikian terlalu dibesar-besarkan, sehingga berakibat menimbulkan kebencian.

“Persoalan intoleran, banyak bersentuhan dengan agama,” ungkapnya. Dia juga berharap, masyarakat khususnya generasi muda dapat berhati-hati menggunakan media sosial, karena jika tidak, jeratan hukumnya juga sangat jelas.

BACA JUGA :  Keberhasilan Ipda Jofrie Suryadi: Brimob Sulteng Bersinar di Piala Panglima TNI Cup 2024

Sementara Wakil Direktorat Intelejen Polda Sulteng AKBP Suliyono mengatakan memperbanyak diskusi pada generasi muda, merupakan hal yang perlu ditumbuhkembangkan.

“Untuk pencegahan, bisa dilakukan pendekatan soft aproach dalam hal pencegahan dan pembinaan, sementara bisa pula dilakukan pendekatan hard aproach dalam hal penegakan hukum. Namun tindakan itu tidak akan berhasil, bila tidak dibantu pengambil kebijakan,” ungkapnya.

Sementara itu, Wakil Wali Kota Palu Sigit Purnomo Said menyampaikan bahwa intoleransi tidak hanya dilakukan oleh mereka pada usia tertentu saja, tetapi semua golongan usia bisa saja melakukannya. Bagi Sigit, mereka yang disebut tidak toleran itu biasanya masuk dalam kelompok-kelompok dispatch atau orang-orang yang mungkin tidak pernah terkena sentuhan, baik program pemerintah maupun program lainnya. Kemudian kelompok disoriented atau kelompok manusia yang tidak mempunyai arah, atau hidup sekadar hidup dan tidak mempunyai tujuan. Serta kelompok disunderstand atau kelompok mereka yang tidak tahu tapi sok tahu, punya smartphone tapi tidak tahu mau diapakan, serta ikut-ikutan.

BACA JUGA :  ARCHY: Pemilih Tradisional Cenderung ke Cudy, Sulit Beralih

Sementara Ketua MUI Kota Palu, Zainal Abidin menyatakan melawan gerakan intoleransi umat harus memiliki pemahaman agama dan keagamaan yang luas serta menyeluruh dan harus meningkatkan pemahaman terhadap agama dan keagamaan jika melawan gerakan intoleransi, radikalisme dan ektrimisme. (FAUZI)

Tentang Penulis: Fauzi Lamboka

Gambar Gravatar
Profesi sebagai jurnalis harus siap mewakafkan diri untuk kepentingan publik. Menulis merupakan kebiasaan yang terus diasah. Namun, menulis bukan sekadar memindahkan ucapan lisan ke bentuk tulisan. Tetapi lebih dari itu, mengabungkan logika (akal), hati (perasaan) untuk medapatkan rasa, yang bisa diingat kembali di hari esok.