Tahap pemilihan Pilkada Jakarta telah usai. Kemenangan, kemungkinan besar diperoleh pasangan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno. Walaupun hasil perhitungan itu belum dilakukan KPU, tapi hasil Quick Count (hitung cepat) dan Exit Poll semua lembaga survey, yang memenangkan Anies-Sandi sulit meleset.
Menariknya, atmosfir kemenangan Anies-Sandi dirasakan pula oleh warga Indonesia di luar Jakarta. Kalaupun Anis kalah, atmosfir yang sama juga akan terasa pada kemenagan Basuki Tjahaja Purnama-Djarot. Sebab memang, Pilkada Jakarta kali ini sangat terasa Pilpres. Banyak alasan, diantaranya pertarungan ini yaitu melibatkan Ahok, yang tengah berseteru dengan sebahagian besar umat Muslim.
Sebelumnya juga Ahok sudah menjadi “buah media”. Tren popularitasnya terus meningkat di seantero Indonesia. Sementara itu Anies Baswedan, mantan Menteri Pendidikan yang dipecat oleh Joko Widodo, seolah ada sentiment kuat antara dua mantan anak buah Jokowi yang menyeruak di masyarakat.
Belum lagi keterlibatan tokoh-tokoh Nasional sejak Pilgub putaran pertama, yaitu Prabowo, Megawati, Soesilo Bambang Yudhoyono menunjukan Pilgub ini sangat berpengaruh. Sedangkan di putaran kedua, seolah kita diingatkan pada pertarungan Pilpres yang lalu, di mana Kubu Jokowi, terdapat Megawati, Surya Paloh, Wiranto dan partai-partai pengusungnya. Sedangkan pada Anies-Sandi, terdapat Prabowo, Hary Tanu, Abu Rizal Bakrie, dan partai pengusungnya.
Diakui, Jakarta adalah kunci! Tentu ini tidak berlebihan, karena di sinilah pusat kekuasaan berada. Pusat konsentrasi masyarakat dan perhatian media. Penguasa Jakarta akan sangat vital ditempati. Jika bukan sebagai batu loncatan, jelas sebagai eksistensi pengaruh perpolitikan nasional.
Anies-Sandi tentu sudah memiliki modal besar itu bila telah menag. Sebab bila kita melihat perjalanan panjang Anies-Sandi dalam Pilkada ini, sempat tidak dijagokan. Kemunculan mereka di massa injury time memunculkan skeptis bahwa keduanya tidak mungkin menang. Benar saja, dalam berbagai Survey mereka berada pada peringkat bontot.
Lalu kemudian Anies diserang berbagai kampanye hitam. Anies dituduh Syiah, pendukung radikalisme, bahkan akan menerapkan Syariat Islam. Setiap pasangan Ahok-Djarot bersinggungan dengan Islam, Anis-Sandy dianggap sutradaranya. Anies-Sandi dan timnya berhasil menangkal semua isu itu.
Kesolidan dan kerja keras tim Anis berbuah manis. Di putaran pertama, namanya melejit mengalahkan Agus-Silvy, dan di bawah suara dari petahana. Di putaran kedua mereka menang.
Masyarakat telah cerdas. Mereka tidak terpengaruh siapa yang berkuasa, pun dipengaruhi nama siapa yang paling tersohor. Apalagi bila ada yang membeli suara mereka dengan Sembako. Nyatanya masyarakat punya pilihan sendiri.
Warga Jakarta telah menunjukan kematangannya dalam berdemokrasi. Hal itu tak lepas dari peran serta semua pihak, termasuk pihak dari dua pasangan calon yang tengah bertarung, baik pihak yang menang maupun pihak yang kalah.
Harapan kita tidak ada permusuhan. Memang ada lawan, tapi lawan bukan musuh. Siapapun yang nantinya terpilih, masyarakat yang kini terbelah menjadi pendukung dua pasangan calon bisa bersatu kembali untuk bersama-sama membangun Jakarta, yang pengaruhnya ke seluruh negeri Indonesia. Bila Ibu Kota mampu menunjukan teladan demokrasi yang baik, maka tentu akan menjalar ke semua daerah di Indonesia.
Euforia dan ekspektasi tentunya bersambungan. Semua berharap bahwa Jakarta di bawah pemimpin baru akan lebih baik. Kemenangan ini sejatinya bukan berakhir pada perayaan besar, tapi pekerjaan besar. Wallahu’alam. (Nurdiansyah)