Keuangan Daerah Terbatas, P3K Tenaga Guru Belum Memenuhi Kuota

oleh -
Anggota Komisi X DPR RI, Ledia Hanifa Amaliah (tengah) bersama suami, diapit oleh Ketua Fraksi PKS DPRD Sulteng, Wiwik Jumatul Rofi'ah (kedua dari kanan) dan Wakil Ketua Fraksi PKS Sri Atun (kanan) serta Ketua MPW DPW PKS Sulteng, Mahmud Yunus Rahman (paling kiri), Ahad (10/10). (FOTO: RIFAY)

PALU – Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan siap memenuhi kebutuhan satu juta Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) dari tenaga guru.

Hasil seleksinya sendiri sudah diumumkan pada tanggal 8 Oktober 2021 lalu.

Meski demikian, mereka yang dinyatakan lulus untuk seleksi tahap pertama tersebut hanya sebanyak 170 lebih atau tidak memenuhi kuota sebagaimana yang disediakan pemerintah.

“Jadi dari satu juta kuota, yang daftar hanya hampir 600 ribuan. Kemudian yang lolos juga cuma 170 ribu lebih, berarti kan sisanya masih banyak,” ungkap Anggota Komisi X DPR RI, Ledia Hanifa Amaliah, saat berkunjung ke Palu, Ahad (10/10).

Memang, kata dia, secara keuangan cukup, tapi problem lainnya adalah banyak daerah yang tidak berani mengusulkan P3K ke pusat.

“Selalu dikatakan, daerahnya gak ngusulin. Kenapa daerah tidak mengusulkan, karena ada Perpres yang menyebutkan, kalau ada P3K yang diangkat, gajinya dari pemerintah pusat, tapi tunjangan ditanggung pemerintah daerah dan nominalnya sama. Nggak akan kuat pemerintah daerah,” tutur Sekretaris Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI tersebut.

Kata dia, ada banyak bupati yang protes ke komisi X. Tadinya mereka mau mengangkat 2000 P3K. Namun begitu mengingat ada Perpres, maka yang diusulkan hanya berkisar 200.

“Jadi problem itu yang bikin banyak daerah tidak mengusulkan. Kenapa koq kayaknya daerah gak punya uang. Ternyata, sebagian besar pemerintah daerah kita yang katanya anggaran pendidikannya sudah 20 persen sesuai undang-undang, tidak semua dialokasikan dari keuangan daerah. Untuk memenuhi 20 persen itu menunggu transfer dari pemerintah pusat,” ujarnya.

Menurutnya, kondisi ini menjadi PR bagi pemerintah daerah. Ia berharap di Sulawesi Tengah tidak ada yang seperti itu.

“Bisa dihitung dengan jari, di antaranya DKI karena dengan APBD yang sangat besar bisa lebih mudah, tapi provinsi lain atau kabupaten/kota lain memang agak berat ketika mereka harus ada mandatory spending yang harus dikeluarkan dari APBD,” tambahnya.

Lebih lanjut ia mengatakan, persoalan lain yang menyebabkan tidak terpenuhinya kuota tersebut adalah ada beberapa tenaga guru yang tidak masuk dalam P3K, seperti guru agama, guru olahraga, guru bahasa daerah, guru kesenian, guru sekolah inklusi dan guru bahasa asing.

Atas hal itu, kata dia, akhirnya komisi X membuat panitia kerja (panja) dan berdiskusi lebih dalam meminta agar tenaga-tenaga guru tersebut dimasukkan.

“Problem besar lain adalah yang diujikan adalah pengetahuan, sementara pengetahuan kan selalu berkembang. Selama ini ketika ada pelatihan-pelatihan dari Kemendikbud, guru honorer banyak yang gak masuk,” ujarnya.

Tak hanya itu, sertifikasi guru juga tidak dimasukkan sebagai bonus tambahan, sehingga banyak dari mereka yang masih muda yang lolos.

“Karena kalau negara kan pikirannya kalau yang lebih muda dianggap masih panjang pengabdiannya. Kalau yang sudah tua, nanti sebentar lagi ada pergantian, repot lagi. Itu mungkin cara berpikirnya,” jelasnya.

Ia mengakui banyak yang kecewa dengan hal itu, khususnya mereka yang sudah pengalaman.

“Memang banyak yang sedih karena banyak yang lulus tapi belum punya pengalaman, gak punya sertifikasi tapi masuk. Bahkan honorer di sekolah negeri itu juga tidak masuk,” tambahnya.

Terkait itu pula, lanjut dia, PKS sendiri sudah sejak awal mengingatkan pemerintah bahwa mereka ini potensial. PKS sendiri juga termasuk yang mengusulkan untuk merekrut guru inklusi, guru bahasa daerah, guru agama, bahasa asing, dan guru kesenian.

“Nah yang kita belum berhasil memasukkan adalah tenaga kependidikan. Padahal di sekolah-sekolah itu ada operator, ada tata usaha atau urusan administrasi, itu belum bisa masuk karena nomenklaturnya masih guru. Kalau nomenklaturnya berubah menjadi tenaga kependidikan, Insya Allah bisa,” tandasnya.

Hal senada juga disampaikan Ketua Fraksi PKS DPRD Sulawesi Tengah (Sulteng), Wiwik Jumatul Rofi’ah.

Ia berharap, para guru honorer yang ada di Sulteng juga bisa terangkat menjadi P3K. Sebab, kata dia, di Sulteng sendiri juga masih banyak tenaga guru masih menggantungkan harapan untuk direkrut menjadi P3K tersebut.

“Kita berharap tidak ada lagi para tenaga honorer yang bersedih karena tidak bisa terekrut menjadi P3K,” katanya.

Ledia Hanifa Amaliah merupakan legislator dari Daerah Pemilihan (Dapil) Jawa Barat 1. Kunjungannya ke Palu dalam rangka melaksanakan tugas-tugas kepartaian. (RIFAY)