Sejenak kita renungkan doa Nabi Muhammad SAW ini. Niscaya kita akan tangkap maknanya yang amat indah.
Doa itu berbunyi: “Ya Allah, aku berlindung pada-Mu dari hati yang tidak khusyuk, dan dari ilmu yang tidak bermanfaat, dan dari nafsu yang tidak pernah kenyang serta dari doa yang tidak lagi didengar.” (hadits sahih).
Doa ini singkat, padat, tetapi maknanya amatlah mendalam. Hadis ini mengupas tuntas empat pangkal masalah utama manusia.
Masalah yang pertama dan utama adalah jika hatinya sudah tidak bisa lagi khusyuk sehingga tak ada lagi rasa takut kepada Allah SWT. Maka itu, amaliah ibadahnya menjadi rutinitas yang menjemukan dan kering tanpa kenikmatan ibadah.
Jika kondisi ini sudah menguasainya, ia akan dikenai penyakit berikutnya, yaitu ilmunya menjadi tidak lagi bermanfaat bagi akhiratnya. Semua cara akan dikerah kan untuk menghalalkan segala cara demi mencapai tujuannya, yakni dunia semata.
Lalu, jika ia sudah dihinggapi penyakit kedua tersebut, jika dibiarkan, ia akan melangkah pada stadium ketiga, yaitu nafsu yang tidak akan bisa kenyang, tak pernah mengenal puas, apa pun akan diterabas demi me muas kan keinginan hawa nafsunya.
Dan, jika ia telah mengalami tingkat ini, ia akan terkena stadium terakhir yang mematikan, yakni doanya tak lagi didengar oleh Allah.
Jika ini yang terjadi, mau tinggal di mana lagi kita ini. Bumi mana yang akan kita injak, langit mana tempat kita berteduh, jika doa kita sudah tidak lagi didengar oleh Allah SWT?
Disadari atau tidak, kerapkali malah kata-kata yang keluar dari lisan kita yang justru menghalangi terkabulnya doa. Bisa jadi penyebabnya, karena ilmu dan iman yang lemah.
Seharusnya hanya kepada Allah kita memohon ampun. Walaupun doa belum dikabulkan Allah, teruslah berdoa.
Karena terkadang, Allah mengabulkan doa kita dengan sesuatu yang lain. Sesuatu yang menurut Allah lebih baik untuk kita dari pada doa yang kita pinta.
Manusia semacam ini persis seperti yang digambarkan oleh Allah SWT: “Atau, seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh ombak, yang di atasnya ombak (pula), di atasnya (lagi) awan; gelap gulita yang tindih-menindih, apabila dia mengeluarkan tangannya, tiadalah dia dapat melihatnya, (dan) barang siapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah, tiadalah dia mempunyai cahaya sedikit pun.” (QS an-Nuur: 40).
Jelang puasa ramadhan yang tinggal hitungan jari ini, saya menasihati diri saya sendiri dan kita sekalian untuk selalu merasa takut kepada Allah SWT dari kemaksiatan.
Jika beribadah, lakukanlah dengan khusyuk, teteskan air mata saat menghadap Allah, karena dari-Nya kita berasal dan kepada-Nya kita akan kembali.
Kita berharap, ilmu yang dimiliki dapat menjadi cahaya yang selalu menuntun kita pada kebenaran, menjauhi kemaksiatan dan kemungkaran, agar doa kita layak di dengar dan dikabulkan Allah SWT.
“Allah (pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya- Nya adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakanakan bintang (yang bercahaya) se perti mutiara, yang dinyalakan de ngan minyak dari pohon yang banyak berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (se suatu) dan tidak pula di sebelah barat-(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat per umpamaanperumpa maan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS an-Nuur:35). Wallahu a’lam
DARLIS MUHAMMAD (REDAKTUR SENIOR MEDIA ALKHAIRAAT)