MOROWALI – Kawasan industri nikel di Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng), PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) mempekerjakan kurang lebih 80.000 karyawan.
Dari total jumlah karyawan di perusahaan yang berlokasi di Kabupaten Morowali ini, sekitar 2000 di antaranya adalah penganut agama hindu. Mereka berasal dari berbagai daerah, baik dari wilayah Sulteng sendiri, maupun dari daerah lain di Indonesia.
Menurut Sekretaris II, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Morowali, I Wayan Budiarta, para penganut agama hindu tersebut melakukan ibadah di Desa Bakomakmur.
Sejauh ini, kata dia, karyawan PT IMIP yang menganut agama hindu, cukup nyaman dalam melaksanakan ibadahnya. Ia belum pernah mendapatkan keluhan adanya pembatasan dari pihak perusahaan untuk melakukan ibadah bagi umat hindu.
“Umat hindu dalam perusahaan (IMIP), itu tidak ada larangan dan tetap diberi kebebasan untuk melaksanakan ibadahnya,” kata Budiarta, dihubungi dari Palu, Selasa (17/09).
Sejauh ini, kata dia, nuansa kerukunan umat beragama dalam kawasan PT IMIP juga masih terjaga dengan baik.
“Kami melihat dalam kawasan perusahaan itu belum pernah terjadi konflik antar agama,” kata Pengawas Sekolah Dasar (SD) di Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Morowali itu.
Budiarta menambahkan, untuk merawat kerukunan beragama di PT IMIP, masing-masing bidang agama turun mengadakan kegiatan pembinaan.
“Kalau dari saudara kita muslim ada dari MUI, dari hindu ada dari Parisada Hindu Dharma (PHD),” ujarnya.
Sejauh ini, lanjut dia, yang paling sering dilakukan oleh FKUB adalah terkait rekomendasi pembangunan tempat ibadah.
“Misalnya ada pembangunan gereja. Sebelum kita rekomendasikan, kita turun ke lapangan dulu. Karena sesuai SKB tiga menteri, itu kan 90:60, yaitu 90 pengguna dan 60 pendukung. Baik itu saudara kita yang kristen, hindu, atau muslim, kita tanya satu-satu apakah betul mereka mendukung pendirian rumah ibadah,” jelasnya.
Lebih lanjut ia mengatakan, secara umum kondisi kerukunan umat beragama di Kabupaten Morowali sangat terawatt dengan baik.
Budarta yang mengaku merupakan warga transmigrasi sejak tahun 1986, belum pernah mendapati adanya konflik berbau agama di daerah itu.
“Saya pernah menjadi Majelis Agama Hindu Kecamatan Bungku Tengah selama 10 tahun. Setelah itu menjabat sebagai Ketua Lembaga Pengembangan Dharma Gita (LPDG) Kabupaten Morowali selama 10 tahun. Selama itu dan mudah-mudahan sampai seterusnya, tidak ada konflik antar agama maupun antara suku,” harapnya.
Di desanya sendiri, yakni di Lantula, juga sudah dinobatkan sebagai Kampung Moderasi Beragama. Di desa itu, antara pura dan wihara berdiri berdampingan. Begitu pula dengan masjid yang jaraknya tidak sampai 100 meter.
“Silaturahmi terjaga dengan baik. Di hari raya agama masing-masing, kami saling mengunjungi,” imbuhnya.
Sebelumnya, Sekretaris FKUB Morowali, Nanang Winardi, mengatakan, kawasan IMIP telah menjadi ikon kerukunan, tidak hanya di tingkat nasional, tetapi juga di mata dunia.
PT IMIP sendiri, menurut Nanang, sangat mendukung upaya FKUB dalam memelihara kerukunan di kawasan industri. Perusahaan tersebut rutin memfasilitasi berbagai kegiatan, termasuk dialog antar umat beragama yang melibatkan tokoh-tokoh agama terkemuka.
Kata dia, FKUB dan IMIP juga memiliki program rutin yang dilakukan setiap triwulan.
“Di sana (PT IMIP), FKUB memberikan semacam pembinaan-pembinaan umum bahwa memelihara kerukunan ini seperti apa. Kita selalu menanamkan bahwa damai itu indah dan untuk memelihara itu tentu butuh waktu yang terus menerus, tidak boleh lelah dan menjadi besar semua tokoh agama,” jelasnya.
Kepala Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Morowali, Hj Marwiah juga menyatakan dukungan penuh upaya FKUB dalam rangka menjaga kerukunan antar umat beragama.
Menurut Marwiah, program pembinaan keagamaan di wilayah IMIP yang dilakukan FKUB juga merupakan bagian dari program kemenag dalam menjaga kerukunan dan toleransi di daerah itu. (RIFAY)