PALU – Tim kuasa hukum terdakwa kasus pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), menyatakan, pasal-pasal yang dimasukkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam dakwaannya sudah tidak berlaku lagi atau dicabut dan telah dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Hal ini disampaikan kuasa hukum dalam eksepsi (keberatan) pada sidang lanjutan kasus pelanggaran UU ITE yang melibatkan terdakwa Agus Adjaliman, di Pengadilan Negeri (PN) Kelas 1 A PHI/Tipikor/Palu, Selasa (14/05).
Dalam eksepi yang dibacakan secara bergantian oleh Mey Prawesty, Try Nostry, dan Safarudin, tim kuasa hukum menyatakan bahwa dalam dakwaannya, JPU menerapkan aturan yang sudah tidak berlaku lagi sejak tanggal 2 Januari 2024, di mana Presiden telah mengesahkan dan mengundangkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.
“Oleh karena itu, dengan telah diundangkannya UU 1/2024, maka sebagian materi norma dalam UU 11/2008 dan UU 19/2016 telah mengalami perubahan dan sebagian norma dinyatakan tidak berlaku lagi, kemudian selanjutnya dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 78/puu-XXI/2023 dalam amarnya menyatakan pasal 14 dan pasal 15 Undang-undanag nomor 1 tahun 1946 tentang peraturan Hukum Pidana bertentangan dengan Konstitusi dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat pada tanggal 21 maret 2024,” urai kuasa hukum.
Berdasarkan hal tersebut, kata kuasa hukum, maka dapat dipahami bahwa suatu hukum yang lebih baru dapat berlaku surut, sepanjang hukum yang baru itu lebih menguntungkan bagi tersangka, daripada hukum yang lama apabila perkara tersebut masih dalam proses persidangan atau belum ada putusan pengadilan.
“Maka sudah selayaknya dakwaan JPU dinyatakan batal demi hukum atau tidak dapat diterima,” tegas kuasa hukum.
Dari sejumlah uraian eksepsi yang telah dibacakan, tim kuasa hukum memohon kepada majelis hakim agar menerima eksepsi tersebut dan memutuskan bahwa kewenangan menuntut JPU dalam perkara itu dihapus atau gugur.
“Sidang pemeriksaan perkara pidana 92/Pid.Sus/2024/PN Pal atas nama terdakwa Agus tidak dapat dilanjutkan untuk diadili. Memulihkan hak-hak terdakwa, baik dalam kedudukan, kemampuan harkat serta martabatnya,” tutup kuasa hukum.
Selain ketiga kuasa hukum tersebut, turut hadir dalam persidangan dua kuasa hukum lainnya, yakni Agus Salim dan Agussalim.
Pada kesempatan itu, Agus Salim menyerahkan surat permohonan penangguhan penahanan atas kliennya kepada majelis hakim.
Usai pembacaan eksepsi, Ketua Majelis Hakim, Sugiyanto, memberikan kesempatan kepada JPU untuk menanggapi eksespi dari terdakwa pada persidangan selanjutnya, Selasa 21 Mei 1014 mendatang.
Majelis hakim juga menyatakan masih melakukan musyawarah terkait permohonan penangguhan penahanan dari terdakwa.
Agus didakwa melanggar UU ITE atas sejumlah postingan di Facebook (FB) terkait aktivitas perusahaan tambang yang diduga menjadi penyebab keruhnya air Sungai Poboya saat hujan. Ia juga membagikan informasi tentang aktivitas peledakan bahan tambang yang telah mengkhawatirkan warga sekitar.
Pada persidangan sebelumnya, JPU Desianty, dalam dakwaannya, menyatakan, Agus telah melakukan sejumlah postingan di Facebook (FB), di antaranya terkait aktivitas perusahaan tambang yang diduga menjadi penyebab keruhnya air Sungai Poboya saat hujan.
Postingan tersebut dilakukan sebanyak tiga kali pada waktu berbeda.
Akibat perbuatannya, menimbukkan pencemaran nama baik dan menimbulkan kegemparan bagi warga Kota Palu.
Agus didakwa pasal 14 ayat 1 KUHAP atau kedua pasal 28 ayat ke (2) Juncto pasal 45 (a) dan pasal 27 ayat (3) juncto pasal 45 ayat (3) undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi serta Transaksi Elektronik.
Reporter : Ikram
Editor : Rifay