PALU – Komunitas peduli terhadap pendidikan anak suku terasing, Mosikola Kota Palu, prihatin dengan jumlah anak putus sekolah yang terus bertambah setiap tahunnya. Dari data Pusat Data dan Statistik, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2016/2017, anak Indonesia yang putus sekolah mencapai sekitar 109.163 dari jenjang SD, SLTP hingga SLTA.
Dari jumlah tersebut, Sulteng sendiri menyumbang sebanyak 2.165 anak.
Ketua Komunitas Mosikola, Fiki Ferianto, Kamis (02/08), mengatakan, angka tersebut akan bertambah dengan melihat kondisi di lapangan. Menurut dia, di daerah terpencil, anak-anak tersebut akan kesulitan melanjutkan ke jenjang berikutnya.
Fiki menambahkan, putus sekolah disebabkan beberapa faktor, di antaranya faktor ekonomi dan juga akses menuju sekolah yang cukup jauh, juga pernikahan usia dini.
“Lima dan sepuluh tahun ke depan anak-anak yang putus sekolah ini tentu akan berperan penting dalam kemajuan. Kalau hari ini saja mereka tidak mampu melanjutkan sekolahnya, lalu bagaimana mereka bisa bersaing,” katanya.
Meski demikian, pihaknya terus berupaya melakukan proses pembelajaran seadanya dengan membentuk sejumlah sekolah binaan di dua kabupaten, yakni Donggala dan Parigi Moutung.
Hingga kini, pihaknya telah membina sebanyak 200 lebih anak putus sekolah.
Saat ini, kata dia, pihaknya sedang menginisiasi diadakanya pembangunan atau program sekolah satu atap di daerah tersebut, sehingga mereka tidak perlu pergi ke sekolah yang jauh dari tempat tinggal mereka.
Pihaknya mengharapkan, khususnya kepada dinas terkait untuk lebih memperhatikan sekolah pedalaman. Mereka harus difasilitasi dan didampingi dan dipastikan masuk ke sekolah tahap lanjutan.
“Solusi yang kami berikan hanya pembangunan sekolah satu atap. Bisa alternatif yang dipilih pemerintah dalam rangka menampung mereka agar bisa melanjutkan pendidikan. Kalau misalkan tidak bisa seperti itu, mungkin bisa disediakan fasilitas kendaraan untuk mengantarkan mereka ke tempat sekolah,” pungkasnya. (NANANG IP)