PARIGI – Sejumlah warga menduga adanya keterlibatan oknum aparat kepolisian dalam pengamanan aktivitas tambang di wilayah Moutong oleh Warga Negara Asing (WNA) Korea.
Sejumlah warga penambang mengaku mendapat larangan mengolah emas di lokasi tersebut. Karena tidak mengindahkan larangan tersebut, oknum aparat yang dimaksud langsung melepas tembakan.
Warga Desa Lobu, Kecamatan Moutong, Suparlan mengaku telah melakukan aktivitas pertambangan secara tradisional sejak tahun 2004.
“Yang dihalang-halangi itu adik saya. Saya meluncur ke sana dan bertemu langsung dengan aparat yang dari Polda. Saya bilang ada apa pak sampai buang letusan,” ungkapnya, baru-baru ini.
Menurut pengakuan oknum aparat tersebut, masyarakat bisa mengolah di lokasi apabila bisa membayar Rp30 juta.
“Kenapa main buang letusan, kenapa tidak disampaikan baik-baik,” terangnya.
Peristiwa itu dibenarkan Kepala Desa (Kades) Lobu dan Sekretaris Kecamatan (Sekcam) Moutong.
Menurut Sekcam Moutong, Syafi’i, WNA tersebut tidak pernah berkomunikasi dengan pihaknya.
Berbeda lagi dengan yang dialami salah seorang Ibu Rumah Tangga (IRT) di Desa Moutong Timur yang mengolah emas secara tradisional di lokasi tersebut. Ia juga mengaku dilarang melakukan pengolahan.
“Orang Korea yang berhentikan saya bekerja. Mereka meminta uang muka Rp30 juta dan per bulan Rp8juta. Tapi saya tidak mampu,” ungkapnya di hadapan sejumlah anggota DPRD Parimo yang turun meninjau areal persawahan yang tergenang lumpur akibat pertambangan tanpa izin di Desa Lobu.
Ketua DPRD Parimo, Sayutin Budianto, menuturkan perusahaan tersebut adalah KNK. Pihaknya sengaja datang ke lokasi untuk melihat berapa luasan yang menjadi hak guna pertambangan.
Menurutnya, kurang lebih enam orang tenaga asing yang beraktivitas di lokasi pertambangan Moutong. Ia pun mempertanyakan izin pengelolaanya.
“Langkah yang akan kami ambil adalah menemui Dinas ESDM Provinsi Sulteng untuk mempertanyakan legalitas tenaga asing yang ada di dalam,” katanya.
Kedatangan para anggota DPRD Parimo itu disambut pemerintah kecamatan, pemerintah desa dan petani serta masyarakat.
Dalam dialog, salah seorang petani, Sarjin Lasarika menyampaikan bahwa sejak beberapa tahun terakhir persawahan mereka tidak lagi berproduksi seperti biasannya.
Kata dia, sedimen lumpur dari aktivitas penambangan emas yang dikelola oleh pengusaha asal Korea itu telah berdampak ke tanaman lainnya.
Ia meminta DPRD secepatnya menindaklanjuti dan merespon keluhan-kelauhan masyarakat. (MAWAN)