PALU – Anggota Komisi Pemilihan Umum(KPU) Sulawesi Tengah (Sulteng) Dr. Sahran Raden mengungkapkan sejumlah catatan kritis terkait penyelenggara adhoc pada pemilu 2024 mendatang. Hal itu diungkapkannya saat menjadi narasumber Knowledge Sharing Peluang dan Tantangan Penyelenggara Adhoc dalam Mewujudkan Pemilu 2024 yang Berintegritas. Bekerjasama dengan KPU DI Yokyakarta melalui daring atau zoom.
Sahran juga menyoroti soal kompentensi penyelenggara adhoc, kurangnya memahami aturan soal pelaksanaan teknis kepemiluan. Tidak hanya itu, ia juga merinci banyak petugas adhoc yang sakit sampai meninggal dunia karena kelelahan bertugas di Tempat Pemungutan Suara. Sehingga proses rekrutmen petugas adhoc maksimal berusia 50 tahun.
“Di Sulteng ada sekitar 100 lebih yang sakit dan kurang dari 6 orang yang meninggal dunia yaitu petugas di TPS karena kelelahan melaksanakan pengutan suara di TPS” ungkap Sahran Raden, Selasa (23/08) siang.
Menurut Sahran problem rekrutmen dan durasi hari yang pendek sehingga petugas KPPS kesulitan untuk beradaptasi menjalankan tugasnya. Pembentukan dan pentepan KPPS 14 hari sebelum pemungutan suara. Sehingga KPPS tidak memiliki waktu yang panjang untuk menambah pemahaman dan pengetahuan teknis pemungutan suara di TPS.
“Dan tidak memiliki waktu untuk belajar soal teknis kepemiluan. Tidak efisian bagi KPU dalam melakukan bimbingan secara masif sampai ke tingkat KPPS” jelasnya.
Akademisi UIN Datokarama Palu itu juga menyampaikan problem yang dihadapi penyelenggara adhoc di tahun 2019 lalu. Dimana honorarium petugas tidak sebanding dengan beban kerja di lapangan. Dan pada Pemilu 2024 mendatang honor badan adhoc naik berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 647/MK.02/MK/2022 Tanggal 5 Agustus 2022. Honor PPK, PPS,PPDP dan KPPS naik.
Berikut rinciannya, untuk PPK Ketua Rp. 2,5 Juta. Anggota PPK Rp. 2,2 juta. Sementara itu ketua PPS Rp. 1,5 juta dan anggota Rp. 1,3 juta. PPDP Rp. 1 juta. Ketua KPPS Rp. 1,2 juta, anggota Rp. 1,1 juta dan Linmas Rp. 700 ribu.
Rep: Nanang IP/Ed: Nanang