PALU- Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) Provinsi Sulawesi Tengah menyebutkan untuk mengantisipasi dan mengatasi banjir, Kota Palu perlu manajemen banjir yang terpadu dan mengarah pada sistem pengendalian banjir. Bangunan pengendali banjir juga diperlukan, seperti bendungan, waduk.
“Banjir yang terjadi di Kota Palu dapat diakibatkan oleh alam, manusia, ataupun keduanya yang dapat mengakibatkan kerusakan dari ringan hingga parah,” kata Ketua IAP Sulteng Wildani Pingkan Suripurna Hamzens di Palu, Selasa (10/5).
Ia mengatakan, maka tata kota yang berbasis berbagai risiko bencana alam sudah harus diterapkan. Tata ruang yang berkualitas akan mampu mendetail potensi bencana banjir dan mampu mengatur kelerengan.
” Sistem peringatan dini dan juga kesiapan masyarakat untuk mitigasi selalu diperlukan,” sebutnya.
Dia menyebutkan, saat ini manajemen banjir belum berlangsung. Sangat perlu pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) , pengaturan tata guna lahan, juga perbaikan dan pengaturan sungai.
Ia menambahkan, inti dari pencegahan dan penanganan banjir adalah kemampuan tata kelola kota khususnya manajemen banjir untuk fokus mengantisipasi risiko banjir baik dalam bentuk bangunan pengendali banjir, perbaikan dan pengaturan sungai dan drainase kota, pengelolaan DAS, pengendalian erosi, dan penanganan ketika terjadi kondisi darurat banjir.
” Intinya fokus tidak saja saat terjadi banjir. Tapi hadirnya sistem yang benar-benar siaga,” pungkasnya.
Terpisah, Sekretaris Bappeda Kota Palu Ibnu Mundzir mengatakan, kejadian banjr di kota palu lebih banyak disebabkan oleh faktor alam, yaitu topografi yang datar dan jenis tanah aluvial dan tekstur lempung yang buruk untuk menahan air, sehingga air tidak bisa meresap bagus jika datang dalam jumlah yang banyak.
Selain itu kata dia, faktor drainase perkotaan yang belum saling terintegrasi secara baik, serta faktor kebiasaan penduduk yang mash memandang drainase sebagai bagian untuk mengairkan sampah yang ada… dan endapan material di drainase yang jarang dikeruk.
” Sehingga kualitas drainase untuk mengalirkan air juga menjadi buruk,” katanya.
Olehnya kata dia, solusinya yaitu menggunakan pendekatan teknis struktural dan non struktural, menggunakan struktural dengan perbaikan drainase secara menyeluruh.
“Sampai hari ini Kota Palu belum memiliki master plan drainase yang utuh dalam skala kota yang mengintegrasikan alur alam yang ada, sampai ke pembuangan badan air yang akhir,” bebernya.
Sedangkan pendekatan non strktural yaitu pemfungsian kembali badan air alami (keke) untuk saluran pembuangan air yang ada, dan mengedukasi masyarakat untuk tidak lagi membuang sampah di sungai atau aliran air alam yang ada.
Hal lainnya menurutnya, perlu menghidupkan kembali satgas penanggulangan banjir berbasis masyarakat di berbagai tempat yang merupakan langganan banjir di Kota Palu, seperti di daerah- daerah langganan banjir tepian sungai Palu.
Reporter: IKRAM
Editor: NANANG