PALU – Nama Kabupaten Poso, kembali menjadi sorotan serius dari berbagai pihak didalam maupun luar negeri pada awal tahun 2021. Tak sampai dari setengah tahun, tercatat ada empat kasus yang sempat menghebohkan nusantara, bahkan dunia yang datang dari Poso.
Adalah kontak tembak antara Kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT), dengan pasukan Operasi Madago Raya di awal Bulan Maret yang lalu. Dalam kontak tembak itu, dua dari anggota MIT tewas, dan satu personel TNI gugur.
Hanya berselang beberapa hari diawal bulan yang sama itu, kontak tembak antar keduanya kembali terjadi, satu persenel dari Brigade Mobile (Brimob) juga dinyatakan gugur.
Sorotan kepada Poso semakin memuncak pada pekan kedua bulan Mei baru-baru ini. Penyebabnya, empat petani kopi di Desa Kalemago, Kecamatan Lore Timur, tewas secara sadis ditangan kelompok sipil bersenjata saat sedang memanen kopi di kebunnya.
Saat itu, Kabid Humas Polda Sulteng Kombes Pol Didik Supranoto mengatakan, dari keterangan saksi yang berhasil diperoleh pihaknya, terdapat lima orang yang mendatangi keempat petani kopi tersebut, satu di antaranya dikenal dengan nama Qatar yang masuk dalam daftar pencarian orang dengan kasus terorisme.
“Saksi kemudian melapor kepada kepala desa. Kepala desa melapor ke Polsek, setelah itu Satgas Madago Raya mendatangi Tempat Kejadian Perkara (TKP), di situlah kita temukan di lokasi pertama ada dua korban. Tidak jauh dari situ ditemukan lagi dua korban lainnya, jadi jumlahnya ada empat yang meninggal dunia,” papar Didik, Mei yang lalu di Palu.
Hearing Tertutup ‘untuk’ Jokowi
Menyikapi rentetan tragedi kelam itu, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulawesi Tengah, untuk kesekian kalinya kembali menggelar hearing tertutup yang dihadiri dua tokoh agama tersohor di Poso Ustad Adnan Arsal dan Pendeta Renalldy Damanik, Rabu (2/6) di Kantro DPRD Sulteng, Jalan Samratulangi Palu.
Kemudian, Wakil Bupati Poso Muhammad Yasin Mangun, Kapolda Sulteng Irjen Pol Abdurrahman Baso, Danrem 132/Tadulako Bigjen TNI Farid Makruf, Wakil Ketua DPRD Sulteng Muharram Nurdin dan Politikus PDIP Sri Indraningsi Lalusu.
Dalam rapat dengar pendapat itu, berbagai pihak mempertimbangkan dengan serius usulan dari masyarakat untuk menghadirkan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo di Tanah Poso.
Menurut Wakil Ketua DPRD Sulteng Muharram Nurdin, bahwa permintaan untuk menghadirkan Presiden Jokowi ke Poso bukan semata-mata untuk menyelesaikan persoalan keamanan dan ketertiban, di Kabupaten yang tertua kedua di wilayah Sulawesi Tengah itu.
Melainkan, kata Nurdin, untuk menyelesaikan secara komperhensif seluruh persoalan-persoalan yang ditimbulkan dari kasus terorisme di Poso.
“Jadi masyarakat meminta supaya semua ditangani secara komperhensif, tadi kita bicara soal bagaimana jalan itu bisa bagus, bagaimana perekonomian bisa baik, tentu dibutuhkan penangan yang ekstra, penanganan ekstra itu hanya bisa terjadi kalau ada instruksi presiden itu maksudnya,” tegas politikus senior PDIP Sulteng itu.
Karenanya, dia menekankan, agar dalam dua bulan kedepan sebelum kedatangan Presiden, persoalan kelompok sipil bersenjata di Gunung Biru, Poso, dapat diselesaikan dengan mempercayakan kepada personel Operasi Madago Raya yang sedang berjalan.
Di tempat yang sama, Ustad Adnan Arsal maupun Pendeta Renalldy Damanik mengatakan, bahwa seluruh tokoh lintas agama yang ada di Poso, berkeinginan adanya semacam Keputusan Presiden (Kepres) maupun Instruksi Presiden (Inpres) yang menjadi acuan untuk mengurai berbagai masalah yang kompleks di Poso.
Sebab yang berjatuhan sebagai korban dari aksi-aksi biadab itu, berasal dari semua kalangan. Karenanya, para tokoh lintas agama itu menilai, sangat penting untuk kehadiran Presiden Joko Widodo hadir di tanah Poso.
Senada dengan keduanya, Wakil Bupati Poso Muhammad Yasin Mangun menegaskan, bahwa yang mengalami dampak dari segi ekonomi, psikologis, serta sosial mencapai ribuan orang warga Poso.
“Jadi masyarakat tidak bisa mengolah maupun memanen lagi dari kebunnya masing-masing, karenanya kami dari Pemerintah Kabupaten berusaha terus menerus untuk menyelesaikan masalah ini dengan semua pihak dari legislatif, eksekutif, maupun para tokoh lintas agama,” cetusnya.
Sementara itu, dari Markas Besar (Mabes) Polri Kapolda Sulteng Irjen Pol Abdurrahman Baso mengaku diinstruksikan menyelesaikan persoalan DPO Poso dengan tenggat waktu dua bulan.
“Namun untuk menyelesaikan seluruh permasalahan yang ada di Poso bukan hanya dari segi keamanan perlu satu periode lagi,” singkat Kapolda.
Pun ia mengungkapkan, indikasi-indikasi banyaknya simpatisan yang mendukung para DPO dalam melangsungkan aksi terornya. Hal itu, diketahui dari adanya informasi yang menyebutkan keberadaan aparat gabungan disejumlah wilayah yang ada di Poso maupun daerah sekitarnya.
Bahkan, Kapolda merincikan adanya informasi bahwa para DPO memberikan uang senilai Rp900 untuk digunakan membeli kebutuhan pokok mereka selama bergerilya.
“Berarti ada yang mensuplai maupun mendukung mereka, nah siapa itu kataya tempat simpatisan, nah kami akan berusaha mencari bukti serta simpatisan itu untuk melakukan penindakan tegas,” tegasnya.
“Dan negara tidak akan kalah dengan mereka (kelompok sipil bersenjata Poso),” pungkasnya.
Rep: Faldi/Ed: Nanang