Hari Tani Nasional, Jokowi-JK Didemo Lagi

oleh -
Massa aksi saat berunjuk rasa di depan Kantor Gubernur Sulteng, Senin (24/09). (FOTO: MAL/FALDI)

PALU – Elemen masyarakat petani yang mengatasnamakan Front Perjuangan Rakyat Sulteng, menggelar unjuk rasa memrotes kebijakan pemerintahan Jokowi-JK, Senin (24/09), di depan Kantor Gubernur dan DPRD Provinsi Sulteng, Jalan Samratulangi Palu.

Dalam unjuk rasa memperingati Hari Tani Nasional ke-58 itu, massa aksi menilai bahwa pemerintah Jokowi-JK gagal memberikan jaminan dan perlindungan hidup yang layak bagi rakyat Indonesia, khususnya kaum tani. Hal itu jelas terlihat dari mahalnya kebutuhan pertanian, seperti pupuk, benih, dan obat-obatan bagi tanaman.

“Ditambah lagi dengan tumpukan masalah perampasan upah, tanah dan tidak adanya jaminan lapangan pekerjaan,” ujar Bung Anton, salah satu petani asal ranting Sibowi.

Saat ini, lanjut dia, kemiskinan dan kesengsaraan rakyat, disebabkan kebijakan pemerintah yang lebih mementingkan pemilik modal, baik dalam dan luar negeri untuk mengambil dan merampas SDA demi meraup keuntungan.

BACA JUGA :  Peresmian Rumah Tahfidz Al-Kafi LPKA Palu: Menumbuhkan Jiwa Qur'ani Anak Binaan

“Dari kacamata kami, pemerintah Indonesia seolah semakin menunjukan diri sebagai boneka Amerika Serikat dengan mengeluarkan peraturan untuk memfasilitasi kepentingan kaum imprealisme,” tambahnya.

Dia juga menyinggung Program Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial (RAPS) yang dibiayai oleh lembaga donor internasional (IMF) dengan tujuan memperkuat sekaligus mempermudah penguasaan lahan.

Menurut Orator lainnya, program tersebut hanya mengakibatkan bentrok antar aparat dan masyarakat karena penguasaan tanah yang dilakukan oleh negara dalam bentuk kawasan hutan, sepert yang ada di Dongi-Dongi.

BACA JUGA :  Dapat Dukungan Tiga Parpol, KUSUKA Mantapkan Langkah di Pilkada Morowali 2024

“Contoh lain adalah perampasan tanah di Morowali Utara PT. PN XIV atas masyarakat Mori Atas dan Mori Utara dan di Kabupaten Donggala oleh PT. Mamuang atas petani Riopakava,” tegasnya.

Untuk itu, mereka menuntut sejumlah hal, di antaranya mencabut SK Menhut Nomor: 99 Tahun 2005 tentang Penetapan SM Tanjung Santigi, hentikan pungutan liar program Prona di Kecamatan Sirenja dan Desa Sidondo 1, berikan ganti rugi lahan petani yang digusur untuk pembangunan jalan Bora-Pandere dan kembalikan tanah masyarakat Sibowi yang dirampas TNLL.

Di tempat yang sama, Aliansi Rakyat Bersatu yang didominasi mahasiswa juga menegaskan, untuk menghentikan perampasan tanah, maka harus memajukan pengetahuan dan teknologi serta menjamin akses pasar terhadap petani miskin, juga harus membuka kran demokrasi seluas-luasnya. (FALDI)