SIGI- Desa Banasu dan Desa Pelempea, dua desa di Kecamatan Pipikoro, mendapatkan Pengakuan Masyarakat Hukum Adat (MHA) oleh pemerintah kabupaten Sigi pada 22 April 2025.
Perlindungan ekosistem berbasis kearifan lokal dan menjadi hak masyarakat adat, alasan bagi kedua desa tersebut mendorong pengakuan dari pemerintah.
Kepala Desa Pelempea Vander Vein,
mengatakan terbitnya Surat Keputusan bernomor 100.3-159 Tahun 2025 semakin menguatkan pemerintah desa dan masyarakat adat Desa Pelempea untuk melindungi, menjaga dan mengawasi serta mengolah wilayah dan sumber daya alam dengan cara-cara tradisi mereka.
“Surat Keputusan tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat dan Wilayah Adat To Kulawi Uma yang ditandatangi bupati Sigi, Mohammad Rizal Intjenae diberikan kepada desa Pelempea dan desa Banasu atas permintaan masyarakat desa tersebut,”kata Vander.
Dalam SK tersebut salah satu pasalnya menyebut pemerintah mengakui pengelolaan sumber daya alam di wilayah adat dan hutan adat Desa Pelempea dilaksanakan berdasarkan hukum adat, kearifan lokal dan peraturan perundang-undangan.
Pengusulan Pengakuan MHA ini dimulai sejak 2024. Menurut Vander Vein peranan KARSA lewat program ESTUNGKARA dan respon baik Pemerintah Sigi melalui Dinas PMD memegang kunci percepatan Pengakuan tersebut diberikan.
Program ESTUNGKARA diinisiasi KARSA Institute bersama Kemitraa memanglah untuk mewadahi pendampingan dan advokasi Pengakuan Masyarakat Hukum Adat.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, Mohammad Ambar Mahmud mengatakan pemerintah Sigi melalui dinas PMD memfasilitasi pengusulan dari masyarakat wilayah adat telah memenuhi kriteria.
“Kami akan mengawal hingga kriteria pengusulan terpenuhi dengan catatan masyarakatlah meminta,” kata Ambar.
Menurutnya, kolaborasi antar pemerintah, masyarakat dan lembaga pendamping memegang peranan penting untuk mewujudkan perlindungan dan keberlanjutan ekosistem berbasis kearifan lokal.
“Terbitnya SK Pengakuan MHA di dua desa adalah langkah kemenangan awal untuk perlindungan alam, adat dan masyarakatnya. Setidaknya ada kesadaran dini mempertahankan dan melindungi sumber daya alam dari masyarakat itu sendiri. Kami (Karsa-Kemitraan) hanya membantu dalam proses advokasi dan pengawalan,” kata Floresius, Fasilitator KARSA Institute.
Dia juga berharap langkah diambil oleh masyarakat di dua desa ini bisa diikuti oleh desa atau daerah lainnya.
Reporter: IKRAM/Editor: NANANH