HARAPAN HARDIKNAS 2023

oleh -
Syam Zaini, S.Pd., M.Si

Oleh; Syam Zaini, S.Pd., M.Si

___________

Membaca berita media online Tribun Palu.com tertanggal 29 April 2023 dengan head line “SulTeng masuk 10 besar daerah dengan angka anak tidak sekolah tertinggi di Indonesia” tentulah sangat menarik dan memantik perhatian semua kalangan. Pada kelompok usia sekolah yang memperlihatkan tingginya usia anak tidak sekolah yang dirilis oleh BPS; 7-12 tahun, 13-15 tahun, 16-18 tahun.

Pendidikan merupakan usaha sadar yang diperuntukan oleh seluruh manusia yang bersifat universal yang bisa dilakukan dimanapun, kapanpun serta tidak ada batasan waktu. Pendidikan memegang peranan penting terhadap kemajuan pembangunan bangsa. Kualitas sumber daya manusia yang mempunyai daya saing juga, tidak terlepas dari pendidikan. Pengelola pendidikan yang diamanahkan oleh pemerintah merupakan ujung tombak percepatan peningkatan kualitas pendidikan. Sekolah merupakan lembaga yang memiliki peranan penting dalam mengembangkan potensi siswa, demikian pula pengambil kebijakan pada sekolah/satuan pendidikan mempunyai tanggung jawab yang sangat  strategis untuk melakukan peningkatan kualitas pendidikan, termasuk agar membuat nol (zero) usia anak tidak sekolah.

Dunia pendidikan telah banyak mendapatkan perhatian dari pemerintah, dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan yang nantinya bermuara pada perkembangan sumber daya manusia. Salah satu permasalahan pendidikan saat ini adalah keberadaan anak usia tidak sekolah maupun yang putus sekolah. Anak yang seharusnya diusia sekolah namun tak bersekolah, maupun anak-anak yang tadinya bersekolah tapi menjadi putus sekolah. Program belajar 9 tahun dari pemerintah, ternyata belum dapat menuntaskan tingginya anak usia tak sekolah maupun putus sekolah. 

Konsep anak dan usia anak tidak sekolah/putus sekolah.

BACA JUGA :  Menakar Manfaat dan Pengaruh Debat Publik Paslon dalam Pilkada 2024 bagi Pemilih di Sulteng

Arismantoro (2008;123) memberikan definisi anak adalah mutiara kehidupan yang diamanatkan oleh Allah SWT, Tuhan Yang maha Kuasa kepada orang tua. Kehadirannya senantiasa memberi arti untuk menggagas kanvas kehidupan mendatang, sejatinya anak adalah pemilik masa depan.  Dalam UU no 23 tahun 2002 perlindungan anak dijelaskan bahwa; anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan. Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi hak hak anak agar dapat hidup, tumbuh berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Darmaningtyas (2015;5) putus sekolah adalah suatu keadaan terhentinya aktivitas pendidikan atau tak melakukan aktivitas pendidikan pada anak anak usia sekolah, baik itu pendidikan formal maupun pendidikan informal sebelum mendapatkan pengetahuan yang cukup untuk bertahan hidup dalam masyarakat. Aanak pada usia sekolah namun tidak bersekolah maupun putus sekolah dari lembaga pendidikan formal tempat dia (seharusnya) belajar, disebabkan oleh berbagai faktor.

Faktor penyebab usia anak tidak sekolah/putus sekolah.

  1. Faktor internal (Suyanto, 2013:3); a)rendahnya minat atau kemajuan anak untuk bersekolah, bisa jadi karena malas, kejenuhan, bosan untuk bersekolah; b)sekolah dianggap tak menarik bagi anak, karena tugas dan beban sekolah yang tak mampu diikutinya., aturan sekolah yang menjadi penghalang bagi kebiasaannya, minder serta tak nyaman saat bersekolah ; c)Ketidak mampuan mengikuti pelajaran, merasa tak percaya diri.
  2. Faktor eksternal (Suyanto, 2013:4); a)ekonomi keluarga, kemiskinan meyebabkan anak terpaksa membantu pekerjaan orang tuanya. Walaupun telah ada pendidikan gratis, namun perlengkapan sekolah,jarak dan transportasi menjadi beban tersendiri bagi orang tuanya; b)kurangnya perhatian orang tuanya, dari beberapa kasus disekolah saat didatangi oleh guru ke rumah karena anaknya tak masuk masuk sekolah terkesan tak peduli, orang tua menyerahkan sepenuhnya keputusan anaknya ;c)lingkugan teman bermain, pengaruh dari ikut ikutan “sifat jelek” teman sepermainannya tanpa mampu untuk menolak; d)persepsi tentang pendidikan dari orang tua, yang menganggap bahwa tanpa bersekolahpun anak anak mereka dapat hidup layak seperti anak anak lainnya yang bersekolah. Bahkan dibeberapa contoh, banyak yang tak bersekolah namun memiliki kehidupan ekonomi yang bagus ; d)disabilitas/anak berkebutuhan khusus, yang menyebabkan orang tuanya merasa malu untuk memasukkan anaknya bersekolah, dianggap aib.
BACA JUGA :  Menakar Starting Point Posisi Elektabiltas Paslon Gubernur dan Wagub Jelang Kampanye 2024 di Sulteng

Upaya untuk mengatasi Usia anak tidak sekolah/putus sekolah.

Momentum Hardiknas 2023 ini hendaknya menjadi bahan renungan sekaligus evaluasi dari semua pihak untuk dapat melakukan percepatan kualitas pendidikan, utamanya pada pemenuhan hak hak anak di usia sekolah. Semua bisa melakukan upaya yang positif sesuai perannya  masing masing.

  1. Upaya orang tua, sebagai bentuk tanggung jawab dunia akhirat. Memberikan motivasi, rasa peduli, menyemangati, mensupport, memberikan perhatian serta memenuhi apa yang menjadi kebutuhannya disekolah. Orang tua haruslah mengontrol pergaulan anaknya, siapa saja teman bermainnya. Jika anak mulai “terlihat jenuh” kesekolah ajaklah untuk berdialog, konsultasikan kepada guru guru disekolahnya, antar dan jemput anak kesekolah, pastikan anak anak tersebut aman dan nyaman saat dari dan kesekolah. Jangan berharap hasil maksimal jika orang tua tak mau “mengorbankan” waktu dan perhatiannya kepada anak.
  2. Upaya pihak sekolah, menjadikan sekolah itu sebagai “taman taman bermain bagi siswa”, jangan “terkesan” sekolah itu “penjara” bagi siswa. Sekolah bersih dan indah itu tak harus mewah, sehingga semua warga sekolah dan siswa betah untuk berlama lama disekolah. Hilangkan “bully atau perundungan” terhadap semua warga sekolah, budayakan untuk saling menghormati satu sama lainnya. Maksimalkan potensi siswa, jadikanlah “sekolah ramah anak” tanpa adanya kekerasan.
  3. Upaya Pemerintah daerah/Disdik, sebagai pengambil kebijakan dan fungsi pengawasan dengan membuat kebijakan yang pro terhadap siswa dan warga sekolah. Mengupayakan menganggarkan sarana prasarana sekolah yg belum ada/rusak, termasuk untuk pemenuhan guru mapel tertentu yang semakin berkurang.
BACA JUGA :  Aspek Hukum, Polemik Larangan Kampanye atau Tindakan Pemerintah pada Norma Pasal 71 UU Nomor 10

Tentunya semua berharap pada Hardiknas 2023 ini agar menjadikan pendidikan sebagai skala prioritas, tak ada lagi usia anak sekolah yang tidak bersekolah ataupun putus sekolah. Semua anak memiliki hak yang sama dengan yang lainnya.

Selamat Hari pendidikan Nasional 2023, Bergerak Bersama Sukseskan Merdeka Belajar !

(*) Ketua PGRI Prov Sulawesi Tengah/Kepala SMAN 4 Palu