Hak Konstitusionalitas Calon: Di antara Keadilan Prosedural dan Keadilan Substansial

oleh -
Sahran Raden

OLEH: SAHRAN RADEN*

Tulisan ini hendak mengintegrasikan dua sisi yang berbeda. Pertama penulis sebagai penyelenggara pemilu dan kedua penulis sebagai akademisi. Sebagai penyelenggara pemilu tentu konsistensi terkait dengan teknis secara norma prosedural dalam kepemiluan sebagai acuan utama akan tetapi sebagai akademisi yang terus mengkaji keberlakukan hukum di masyarakat, maka aspek keadilan substantif penting menjadi parameter dalam mewujudkan keadilan pemilu dalam negara demokrasi.  Maka tulisan ini sebagai analisis dan  ikhtiar penulis dalam mengintegrasikan secara paralel terhadap keadilan prosedur dan keadilan Substansial dalam mengerjakan pemilu yang lebih berkualitas.

‌‌Salah satu tahapan penting dalam pemilu adalah rekruitmen calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kab/kota. Dalam UU nomor 7 tahun 2017 menekankan bahwa yang mengajukan bakal calon  adalah partai politik yang dinyatakan sebagai peserta pemilu. Dalam tahapan pencalonan yang dilaksanakan berlangsung sangat panjang mulai dari pendaftaran sampai dengan penetapan Daftar Calon Tetap. Salah satu penilaian penting dalam pencalonan baik itu saat pendaftaran maupun saat verifikasi administrasi terkait dengan keabsahan suatu dokumen syarat bakal calon atau syarat pencalonan dari partai politik parameternya adalah sah dan tidak sah suatu dokumen syarat calon.

PROSES PENGAJUAN BAKAL CALON DAN VERIFIKASI

‌Dalam Peraturan KPU Nomor 5 tahun 2018 tentang Tahapan, Program dan Jadwal Pemilu 2019, bahwa pengajuan bakal calon anggota DPR, DPRD Provinsi dan Kab/kota dilaksanakan pada tanggal 4-17 Juli 2018, dan masa verifikasi dokumen syarat calon pada tanggal 5-18 Juli 2018, selanjutnya penyerahan dokumen hasil verifikasi syarat bakal calon pada tanggal 19-21 Juli, dan masa perbaikan pada tanggal 22-31 Juli 2018. Selanjutnya KPU, KPU Provinsi,  KPU Kab/ kota melakukan verifikasi hasil perbaikan pada tanggal 1-7 Agustus 2018. Penyusunan dan penetapan  Daftar Calon Sementara tanggal 8-12 Agustus 2018.

‌Berdasarkan Peraturan KPU Nomor 20 tahun 2018 tentang pencalonan DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kab/Kota pemilu 2019 bahwa terhadap proses pengajuan bakal calon tentu saja saat mendaftar yang menjadi kewajiban pokok partai politik yakni diajukan oleh Pimpinan Parpol sesuai tingkatannya, jumlah bakal calon paling banyak 100% dari jumlah kursi yang ditetapkan pada Daerah pemilihan, disusun dalam daftar bakal calon yang wajib memuat keterwakilan perempuan paling sedikit 30% disetiap Dapil dan setiap tiga orang bakal calon pada susunan daftar calon wajib terdapat paling sedikit  satu orang bakal calon perempuan serta pimpinan parpol sesuai dengan tingkatannya, menandatangani dan melaksanakan pakta integritas pencalonan anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kab./kota. Sebagaimana tercantum dalam form model B, B1, B.2 dan B.3. serta dilampirkan Surat Keputusan Kepengurusan Parpol yang sah dari Kementrian Hukum dan HAM dan SK DPP untuk kepengurusan Parpol tingkat Provinsi dan Kab, serta melampirkan AD/ART atau Peraturan Organisasi yang memuat bahwa seleksi bakal calon anggota DPR, DPRD telah dilakukan secara terbuka dan demokratis.

Terhadap syarat bakal calon sebagaimana lampiran dokumen dalam B1., tentu memuat pernyataan Bakal Calon yang menggunakan Form model BB.1, daftar riwayat hidup pendidikan dan pekerjaan yang dimuat dalam form model BB.2, Foto copy KTP elektronik, Foto Copi Ijazah yang dilegalisir, Surat keterangan sehat, jasmani, rohani dan bebas Narkoba dari Rumah Sakit atau Puskesmas,  surat keterangan tidak pernah terpidana dari pengadilan negeri tempat calon berdomisili, Surat keterangan Catatan Kepolisian, bagi yang mantan terpidana wajib melampirkan dokumen salinan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, secara jujur menyampaikan kepada publik yang bersangkutan adalah mantan terpidana dengan melampirkan pengumuman di koran nasional atau lokal, dokumen pengumuman di koran serta surat ketengan dari pimpinan redaksi  telah diumumkan.  Bagi yang mantan terpidana karena culva Levis atau tahanan politik serta diluar penjara selain melampirkan tiga dokumen diatas ditambah satu yakni surat keterangan dari kejaksaan bahwa mantan terpidana bukan kejahatan yang berulang ulang.  Bagi bakal calon yang berasal dari PNS, TNI/POLRI, kepala daerah atau wakil kepala daerah, Anggota DPRD yang dicalonkan bukan partai politik pemilu terakhir dimana calon tersebut terpilih, pejabat BUMN, BUMD dan Karyawannya atau keuangan nya berasal dari APBN dan APBD, pemerintah desa, atau penyelenggara pemilu wajib mengundurkan diri yang pengunduran dirinya tidak dapat ditarik kembali.

‌Selama tahap pendaftaran calon di KPU Provinsi Sulawesi Tengah, berdasarkan rekapitulasi pengajuan bakal calon anggota DPRD Provinsi yang telah didaftarkan oleh partai politik seluruhnya berjumlah 635 calon,  terdiri dari 393 calon laki laki dan 242 calon perempuan sehingga jika dihitung maka ada 39,17 calon perempuan untuk  Calon anggota DPRD Provinsi Sulawesi Tengah dari enam daerah pemilihan untuk berkompetisi merebut 45 kursi DPRD Provinsi Sulawesi Tengah.

BACA JUGA :  Tambang Ilegal, Merusak Ekologi dan Merugikan Negara

Selama dalam proses penelitian dan verifikasi berkas dokumen syarat bakal calon KPU Provinsi mengkategorikan suatu dokumen syarat calon yakni dokumen ada dan derajat penelitiannya sah atau keabsahan suatu dokumen. Dengan demikian dokumen ada dan sah atau absah maka statusnya Sah atau Memenuhi syarat. Jika dokumen ada akan tetapi tidak sah maka statusnya tidak sah dan Belum Memenuhi syarat. Jika dokumen tidak ada maka statusnya tidak sah dan belum.memenuhi syarat. Sesuai Peraturan KPU Nomor 5 tahun 2018, setelah diserahkan kepada partai politik terhadap dokumen syarat bakal calon yang telah diverifikasi maka Parpol yang mengajukannya menyerahkan kepada KPU Provinsi di tahapan penyerahan perbaikan kelengkapan syarat bakal calon dan pengajuan penggantian calon pada tanggal 22 – 31 Juli 2018. Terhadap dokumen syarat bakal calon yang dianggap belum memenuhi syarat dan calon tidak memiliki kemampuan untuk memperbaikinya sehingga mengakibatkan Tidak Memenuhi Syarat di tahapan perbaikan, maka Partai Politik dapat mengganti calon tersebut dengan calon yang lain. Mekanisme dan prosedur yang ditempuh oleh partai politik yaitu dengan mengajukan calon tersebut melalui Form Model B dan B1 dari Partai Politik. Tanpa mengganti nomor urut yang telah diajukan awal oleh partai politik, artinya Partai Politik tidak diperbolehkan mengganti nomor urut saat mengajukan penggantian calon saat perbaikan.  Terhadap dokumen syarat bakal calon yang dinyatakan BMS atau TMS saat selesai masa perbaikan, maka KPU Provinsi mencoret dari daftar calon dan tidak dapat dilakukan penggantian oleh Partai Politik waktunya setelah tanggal 31 Juli 2018.

‌Dalam proses penelitian dan pengajuan bakal calon atau saat verifikasi, penyusunan Daftar Calon Sementara ( DCS) atau Penyusunan dan Penetapan Daftar Calon Tetap ( DCT) sampai dengan tanggal 21 September 2018, maka KPU, KPU Provinsi dan KPU Kab/kota sebagai penyelenggara pemilu dibutuhkan integritas dan konsistensi nya untuk menentukan suatu status dokumen syarat calon. Sebab dalam masa ini KPU, KPU Provinsi dan KPU Kab/kota dibutukan prinsip kehati hatian dalam melakukan pemeriksaan bahkan sampai dengan menentukan status MS atau TMS suatu dokumen. Sebab paling tidak beberapa efek yang bisah timbul saat menentukan hasil verifikasi. Bisah berujung sengketa adminitrasi pemilu di Bawaslu, atau bisah saja KPU dan Jajarannya bersikap tidak adil dalam tahapan ini jika kita hanya bersandar pada adminitrasi dan prosedural pemilu, tanpa memandang ada aspek keadilan subtansi maka kita tidak akan melihat kualitas suatu dokumen. Artinya keadilan prosedural haruslah paralel dengan keadilan substansi dalam masa penelitian dan verifikasi berkas dokumen calon. Sebab sebagian dokumen syarat calon dikeluarkan oleh institusi lain diluar KPU.

BACA JUGA :  Tambang Ilegal, Merkuri dan Dampak Buruknya untuk Kehidupan

DI ANTARA KEADILAN PROSEDURAL DAN KEADILAN SUBSTANSIAL

Salah satu tema penting dalam pemilu yakni pemilu di selenggarakan secara berintegritas dan secara demokratis.  Dalam konteks pemilu maka yang dinamakan dengan pemilu yang  demokratis  adalah pemilu yang  menjamin kesetaraan antar warga,  kesetaraan antar calon. Bahwa setiap warga negara perlu dijamin hak konstitusinya untuk dipilih dan memilih.  Sedangkan pemilu yang berintegritas adalah

pemilu yang dilaksanakan dengan prinsip Pemilu yang jujur, bersih, transparan, dan bertanggungjawab serta tanggung gugat.

Pemilu yang penyelenggaraannya dilaksanakan secara berintegritas dan demokratis didalamnya ada prinsip yang mendasar yakni keadilan atau equality atau free dan fair.

‌Keadilan adalah salah satu terminologi penting dalam hukum. Para pakar hukum merumuskan dan membedahkan dua konsep keadilan yang seharusnya berjalan secara beriringan yakni keadilan prosedural dan keadilan substansial. Jika dikaitkan dengan hukum pemilu, keadilan substansial berkaitan dengan hukum materiil sedangkan keadilan prosedural yakni terkait dengan hukum formilnya atau hukum acaranya. Semua itu masih bersifat abstrak pada tataran filsafat dan teori. Apa yang adil dalam norma belum tentu adil dalam pelaksanaannya. Baik keadilan prosedural maupun keadilan subtstantif mengalami kendala dan hambatan dalam pelaksanaan teknisnya dilapangan. Dengan demikian, mestinya dua konsep dan paradigma keadilan itu harus berjalan paralel, apalagi menyangkut penegakan dan pelaksanaan hukum termasuk teknis pemilu didalamnya misalnya siapa yang berwewenang dan bagaimana cara melaksanakannya dan apa batas batasnya.

‌penyelenggara pemilu ketika dihadapkan pada persoalan pemenuhan hak kontitusionalitas calon atau warga dalam kedudukan yang sama seringkali kesulitan dalam memilih pijakan antara pemenuhan adminitrasi prosedural dengan keadilan substansial. Dianggap tabu jika hanya berpandangan administratif normatif dan prosedural dan dianggap salah jika hanya mendahulukan aspek substansinya padahal dalam upaya mewujudkan hukum yang progresif dalam teknis penyelenggaraan pemilu dibutuhkan terobosan hukum yang tidak mengesampingkan normatif prosedural akan tetapi juga tidak mengesampingkan aspek Substansial. Artinya keadilan yang bersifat prosedural harus paralel dengan keadilan yang bersifat substansi. Jika secara adminitrasi perlu klarifikasi atas kebenaran suatu dokumen pemilu maka perlu mempertimbangkan aspek kebenaran dan keadilan substansial.

‌Prosedural administrasi dalam teknis pemilu berisi mekanisme tata cara yang harus dijalani dalam melaksanakan kegiatan teknis pencalonan untuk memverifikasi suatu dokumen sehingga pemeriksa dan verifikator berkesimpulan memenuhi syarat atau Tidak Memenuhi Syarat. Prosedur tentu dibuat dan dilaksanakan sesuai prinsip pengaturan dalam regulasinya  sesuai dengan karakter dan sifat dari tujuan yang ingin dicapai dalam memverifikasi suatu dokumen dalam hal ini syarat bakal calon. Sesuai asas legalitas dalam hukum, aspek prosedural dalam suatu dokumen diverifikasi telah diwadahi dalam hukum. Dalam hal ini Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018, PKPU Nomor 5 Tahun 2018, dan sejumlah Petunjuk teknis pencalonan yang dikeluarkan dalam bentuk surat keputusan oleh KPU. diatasnya ada yang Paling tinggi dari aspek regulasinya yakni UU 7 Tahun 2017 dan UUD 1945.  Prosedur adminitrasi secara normatif tujuannya adalah menegakan hukum materiil sebagai fungsi utamanya. Misalnya tujuan utama dari hukum administrasi dalam pemilu untuk menegakan hukum pemilu yang karakternya materiil dan menemukan kebenaran serta keabsahan nya maka norma proseduralnya sangat menentukan untuk ditegakan. Dengan demikian, prosedur norma administrasinya tidak boleh mengaburkan suatu kebenaran materiil dan menjadi alat legitimasi pelanggaran administrasinya.

BACA JUGA :  KPU Poso Terima Logistik untuk Pilkada 2024

Pemilu adalah sarana utama mewujudkan suatu negara demokrasi yang baik. Substansi pemilu adalah penyampaian suara rakyat untuk membentuk lembaga perwakilan dan pemerintahan yang dihasilkan dari proses dan hasil pemilu yang demokratis. Demokrasi tidak hanya sekedar prosedur, melainkan juga seperangkat nilai yang menentukan bentuk dan berjalannya pemerintahan. Dengan demikian prinsip keadilan substantif tidak hanya dimaknai sebagai normativitas aturan dan keputusan yang tertera dalam peraturan melainkan juga kesesuaiannya dengan kehendak dan rasa keadilan individu dan rakyat banyak.

Dalam konstitusi kita mengatur bahwa setiap warga negara mempunyai hak dan kesempatan yang sama tanpa pembedaan yang tidak wajar untuk ikut serta dalam penyelenggaraan pemerintahan baik secara langsung atau melalui perwakilan. Setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk dipilih dan memilih dalam Pemilu yang dilaksanakan secara berkala dengan prinsip jujur dengan hak pilih dan dipilih secara universal dan sederajat. Konstitusi Indonesia mengatur tanggungjawab negara dalam hak asasi manusia dimana UUD 1945,  pasal 28 I ayat  (4),  menyatakan bahwa perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggungjawab negara sebagai penanggungjawab utama dalam hak asasi manusia .

‌KPU dalam konteks hukum ketatanegaraan adalah sebagai state obligation lembaga yang diberi mandat oleh negara untuk menjamin hak konstitusional warga negara baik dipilih maupun memilih. Maka disana diberi mandat untuk bertugas dan berkewajiban memenuhi hak hak tersebut melalui prosedur administrasi dan memenuhi keadilan substansial. Dalam konteks hukum KPU berkewajiban melaksanakan asas the obligation on fulfill kewajiban untuk mengambil langkah langkah administratif , yudisial dan praktis untuk menjamin pelaksanaan pemilu yang berkeadilan termasuk dalam tahap pencalonan DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kab/kota baik secara prosedural maupun secara substansial.  Dapat ditegaskan disini bahwa demi keadilan pemilu regulasi pengaturan terkait dengan teknis kepemiluan terutama pencalonan hendaknya mempertimbangkan aspek prosedural sebagai acuan dan juga menjangkau aspek substansi sebagai jaminan hak konstitusional warga negara yang turut serta memiliki hak asasi untuk berpartisipasi dalam pemerintahan.  Wallahu alam bisaawaf.

*Penulis adalah Anggota KPU Provinsi Sulawesi Tengah Periode 2018-2023